Rabu, 29 Oktober 2014
Selasa, 28 Oktober 2014
MENYAMBUT TAHUN BARU ISLAM 1MUHARAM 1436 H
INTROSPIKSI
MENYAMBUT TAHUN BARU 1436 H
Oleh: Ramli Nawawi
Tahun Baru Islam tanggal 1 Muharam 1436 Hijriah
bertepatan dengan hari Sabtu tanggal 25 Oktober 2014 kembali menemui kita.
Karena itu kemudian kita segera meninggalkan tahun 1435 Hijriah. Maka selanjutnya
seyogianya lah kita melakukan introspiksi apasaja yang telah kita lakukan, yang
perlu kita lakukan ketika kita sudah berada di tahun baru lagi. Apa juapun yang telah kita alami di tahun yang telah kita lewati tersebut, susah atau senang,
namun ketika kita telah menghirup udara ditahun baru ini, maka yang tak boleh
kita lupakan adalah mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
kita kesempatan untuk kembali menikmati nikmat yang diberikan-Nya.
Kalau kita lagi mengikuti ceramah atau khotbah
biasanya penyampai selalu mengajak kita untuk bersyukur kepada Allah atas
nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita.
Memang
Allah SWT dalam Al Qur’anul Karim surah Ibrahim ayat 34 telah berfirman, bahwa
Allah SWT akan memberi apa yang kita minta.
“Wa ataakum min
kulli saaltumuuhu, wa inta’udduu ni’matallahi laa tuhshuha, innal insaana
lazhaluumun kaffaru” (Dia (Allah) memberimu segala yang kamu minta, dan jika
kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah sanggup kamu menghitungnya, sesungguhnya
manusia itu sangat zalim dan mengingkari (tidak mengakui akan) nikmat Allah).
Benarkah bahwa manusia ini banyak yang ingkar
terhadap nikmat Allah? Coba kalau kita tanya seseorang tentang nakmat Allah
ini. Umumnya mereka ada yang menjawab:
“Aku selalu bersyukur dengan mengatakan
Alhamdulillah”. Ada juga yang mengatakan :
“Aku selalu bersyukur kepada Allah dengan
mengucapkan Alhamdulillah, dan juga dengan melakukan ibadah kepada Allah serta
melakukan amaliah kepada sesama hamba-Nya”.
Tapi mungkin ada juga mereka yang sebelum menjawab
pertanyaan kita di atas, sebelumnya mereka bertanya balik, apa saja ya nikmat
Allah yang diberikan kepada kita?.
Mari kita lihat diri kita saja, di bagian kepala:
ada rambut tumbuh, mata melihat, hidung bernafas, telinga mendengar, mulut
bicara dan makan minum, otak berpikir dan merekam ingatan. Dari mana
kita dapat, semua diberi. Ada
mereka yang diberi tidak lengkap, tetap mereka bersyukur daripada tidak diberi
sama sekali.
Mari kita lihat
lagi, kita punya tangan dan kaki, ada yang namanya jantung, paru-paru, hati,
ginjal,.dll, dll, lagi. Sanggup kita menghitung nilainya, atau harganya?.
Bayangkan kalau ada salah satu yang diambil lagi oleh Pemberinya.
Apa yang
sebagian disebut di atas baru nikmat yang ada pada diri kita langsung. Ada nikmat-nikmat lainnya
yang sering banyak orang melupakannya. Allah menciptakan matahari dan
pelanet-pelanet, tanaman, binatang, pohon (hutan), air, udara, serta
benda-benda berharga yang dikandung bumi.
Kita diberi
hidup berkeluarga (isteri, anak-anak), hidup berkecukupan, bertetangga,
berbangsa dan bernegara yang merdeka. Bukankah semua itu nikmat yang diberikan
Allah?. Dan biasanya kita baru sadar kalau ketika ada yang sudah diambil-Nya
dari kita?.
Tapi Allah bersifat rahman dan rahim (kasih sayang).
Dan selalu mengingatkan agar manusia tidak zalim dan tidak ingkar terhadap
nikmat yang diberikan-Nya. Seperti dalam Surah Arrahman, yang jumlah ayatnya
ada 41 ayat, sebanayk 31 ayat mengingatkan manusia tentang nikmat Allah yang
diberikan kepada hamba-Nya.
“Fabiayyi alaaai
rabbuka tukazzibani” (Maka nikmat Allah manakah yang engkau dustakan?).
Mungkin timbul
pula pertanyaan, mengapa masih banyak orang hidup dalam kemiskinan. Allah
berjanji “ Wa atakum min kulli saaltumuuhu” (Dia (Allah) akan memberimu apa-apa
yang kamu minta). Karena itu jawabnya
adalah mari meminta (berdoa’a) kepada Allah. “Iyya kana’budu wa iyya
kanasta’in”. (Kepada-Mu aku menyembah dan kepada-Mu aku meminta). Allah menargetkan
kita menyembah dan kemudian meminta kepada-Nya sekurang-kurangnya 5 kali dalam
sehari semalam. Kalau hal itu kita
sudah lakukan dan tidak lalai, Allah tentu akan memenuhi janji-Nya. Insya
Allah. Terkecuali seperti diberitakan dalam Al Qur’an memang ada orang-orang
shaleh yang mendapat ujian kesabaran dari Allah, mereka lulus dan mereka adalah
ahli surga.
Kalau kita
sejenak introspeksi diri, tentu kita sadar begitu banyak nikmat yang diberikan
Allah kepada kita umat-Nya. Karena itu wajar kalau kita senantiasa bersyukur
dengan selalu melaksanakan perintahnya: aqimis shalah wa atuzzakah, kutiba
alaikumus siam, qala la
ilaha illa Allah, dan bagi yang “siap” hadir di padang Arafah pada 9 Zulhijjah.
Tapi bagi mereka
yang zalim dan ingkar akan nikmat Allah, maka seperti firman-Nya dalam Al
Qur’an surah Iberahim ayat 7: “Wa iz taazzana rabbukum: lain syakartum la
azidannakum, wa lain kafartum inna ‘azaba lasyadiid”. (Dan Tuhan mu memberitahukan:
jika kamu bersyukur akan Ku-tambah nikmatmu, tapi bila ingkar siksa-Ku amat
pedih).
Memperhatikan
keberadaan masyarakat di negeri kita saat ini, apakah ini gambaran dari
masyarakat yang senantiasa bersyukur kepada Allah, atau gambaran dari masih
banyak masyarakat yang zalim dan ingkar
kepada Allah?. Wallahu ‘alam.
(HRN: Harap
naskah ini tidak diposting ke blog lain).
Minggu, 26 Oktober 2014
PERANAN SUNAN AMPEL DALAM PENYEBARAN ISLAM DI JAWA
PERANAN SUNAN AMPEL DALAM
MEYEBARKAN ISLAM DI JAWA
Oleh: Ramli Nawawi
Kalau sdr bepergian ke kota Surabaya ibu kota
Propinsi Jawa Timur, tepatnya di Kelurahan Ampel maka sdr akan menemukan makam
Sunan Ampel, yakni salah seorang dari mereka yang disebut Wali Songo.Makam ini
terdapat dalam satu komplek dengan Masjid Ampel..
Sebagai salah satu aset wisata keagamaan makam dan
Masjid Ampel ini setiap harinya banyak dikunjungi masyarakat yang datang
berziarah, baik yang berasal dari Pulau Jawa sendiri, maupun dari pulau-pulau
lain di Nusantara ini.
Sebagai aset wisata yang dikenal di Nusantara, maka satu hal yang
menarik pada komplek Sunan Ampel ini, yaitu di jalan masuk komplek dimaksud
terdapat berbagai jenis dagangan berupa makanan dan pakaian yang berciri khas
Islami, yakni berupa barang makanan dan pakaian yang biasanya terdapat di
pasar-pasar yang ada di Tanah Suci Mekah Saudi Arabia. Pakaian berupa pakaiaian
Muslim wanita, sajadah, serban, kupiah haji, tasbih dan lain-lain pakaian
Muslim untuk pria. Juga berbagai makanan untuk oleh-oleh yang bisa dibawa
pulang seperti buah korma, kacang Arab, dan lain-lain. Tersedianya berbagai
barang jualan yang biasanya dibeli Jamaah Haji sewaktu menunaikan ibadah haji
di Tanah Suci tersebut, merupakan daya tarik tersendiri yang menyebabkan banyak
orang yang datang di Surabaya menyempatkan diri berkunjung ke komplek Sunan
Ampel, di samping untuk berziarah ke makam anggota Wali Songo tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka
sebaiknya kita mengetahui siapakah sebenarnya Sunan Ampel di maksud. Sunan
Ampel semula bernama Sayid Ali Rahmatullah. Ia lahir di Campa sekitar tahun
1401 Masehi. Orang tuanya bernama Syekh Maulana Ibrahim Samargandi. Nama
Samargandi tersebut karena beliau berasal dari Samargand, sebuah daerah di
tanah Rusia sekarang. Di Samargand ini terdapat daerah lagi yang bernama
Bukhara, yakni daerah yang melahirkan ulama-ulama besar seperti sarjana (ulama)
”hadits” terkenal bernama bernama Imam Bukhari yang masyhur sebagai ”perawi”
(orang yang meriwayatkan Hadits Nabi Muhammad saw) yang dikenal sebagai hadits-hadits
sahih.
Di Samargand ini pula terdapat seorang ulama besar
bernama Syekh Jamaluddin Jumaidi Kubra, seorang Ahlussunnah wal Jamaah
bermazhab Imam Syafifi. Syekh Jamaluddin inilah yang melahirkan Syekh Maulana
Ibrahim Samargandi yang ketika menyiarkan agama Islam ke Campa (Muang Thai),
oleh raja Campa di jodohkan dengan putrinya yang bernama Dewi Candrawulan. Dari
perkawinan antara Syekh Maulana Ibrahim Samargandi dengan Dewi Candrawulan
inilah lahir Sayid Ali Rahmatullah, yang kemudian disebut Sunan Ampel.
Sedangkan seorang putri Campa lainnya yang bernama
Dewi Dwarawati diperisteri oleh Prabu Brawijaya raja Majapahit terakhir.
Kemudian bagaimana
Sayid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) sampai ke tanah Jawa, ceriteranya
sebagai berikut.
Di Kerajaan Majapahit, setelah Mahapatih Gajah
Mada meninggal terjadi kemunduran yang drastis. Sejak itu pula para bangsawan
dan para pangeran banyak yang suka berpesta pora, main judi dan mabuk-mabukan.
Ketika Prabu Brawijaya raja Majapahit terakhir memerintah, dia saat itu merasa
sedih dan gelisah, karena menyadari bahwa apabila hal kemerosotan moral di
kalangan kerajaan tersebut terus berlangsung negara akan menjadi lemah,
sehingga Majapahit mudah dihancurkan oleh musuh.
Dalam situasi itulah Dewi Dwarawati, isteri Prabu
Brawijaya yang menyadari keresahan suaminya mengajukan pendapat kepada Prabu
Brawijaya suaminya untuk meminta bantuan kepada keponakannya seorang Pangeran
Dari Campa bernama Sayid Ali Rahmatullah, yang di negrinya di kenal sebagai
seorang yang arif dan bijaksana.
Sang Prabu Brawijaya menyetujui usul isterinya
tersebut, sehubungan dengan itu diutuslah seorang pejabat dari Majapahit untuk
menyampaikan permintaan Sang Prabu Brawijaya dan isterinya tersebut ke istana
kerajaan di Campa.
Menanggapi permintaan tersebut Sayid Ali
Rahmatullah menyatakan kesediaannya. Iapun kemudian berangkat ke tanah Jawa.
Setibanya di Kerajaan Majapahit dan menghadap Sang Prabu Brawijaya, Sayid Ali
Rahmatullah di tempat baru ini biasa di sebut Raden Rahmat, ditugaskan oleh
sang raja untuk memperbaiki moral para bangsawan dan para pangeran yang telah
rusak tersebut.
Setelah berlangsung beberapa bulan, Prabu
Brawijaya yang melihat kearifan Raden Rahmat dan keberhasilan usahanya dalam
membina moral keluarga raja dan bahkan rakyat di sekitarnya tersebut, kemudian
menjodohkan Raden Rahmat dengan anaknya yang bernama Putri Candrawti. Bahkan
selanjutnya untuk meneruskan usahanya menanamkan moral dan kebenaran terhadap
rakyat umumnya, Prabu Brawijaya memberikan sebidang tanah kepada Raden Rahmat
dan isterinya untuk mereka tinggal bersama pengikut-pengikutnya. Tanah hadiah
Prabu Brawijaya tersebut terletak di Desa Ampel Denta (di Surabaya bagian utara
sekarang)
Raden Rahmat dan isterinya serta pengikutnya yang
berdiam di Desa Ampel Denta, dalam usahanya menyebarkan ajaran Islam kepada
rakyat di sekitarnya, kemudian mendirikan sebuah langgar untuk melaksanakan
shalat berjamaah yang dipimpin oleh Raden Rahmat. Karena pengikutnya semakin lama
semakin banyak, langgar tersebut juga kemudian diperbesar sehingga menjadi
sebuah masjid. Masjid tersebut kemudian tidak hanya berfungsi sebagai tempat
shalat lima waktu, tetapi juga tempat bagi Raden Rahmat untuk menyampaikan
ajaran-ajaran Islam kepada pengikutnya, murid-muridnya dan rakyat sekitarnya
yang pada umumnya telah memeluk agama Islam pula.
Masjid yang dibangun Raden Rahmat untuk
melaksanakan shalat berjamaah dan tempat mengajarkan ajaran-ajaran Islam kepada
murid dan pengikut-pengikutnya tersebut, kemudian dikenal masyarakat sebagai
Masjid Ampel. Sedangkan Raden Rahmat sendiri kemudian oleh pengikut-pengikutnya
disebut Sunan Ampel.
Dakwah pokok Sunan Ampel yang berlangsung dari
masjid Ampel tersebut ialah memberikan penjelasan mengenai makna dan
tafsir dari kalimat: BISMILLAH, ALHAMDULILLAH,
ASTAGFIRULLAH dan SYAHADATAIN.
Sementara itu Sunan Ampel juga mengajarkan
falsafah MOH LIMO, atau tidak mau melakukan lima hal yang tercela, yaitu:
- MOH MAIN, atau tidak mau brjudi.
- MOH NGOMBE, atau tidak mau minum arak, atau bermabuk-mabukan.
- MOH MALING, atau tidak mau mencuri.
- MOH MADAT, tidak mau mengisap candu, ganja, dll.
- MOH MADON, tidak mau berzina..
(HRN: Harap
naskah ini tidak diposting ke blog lain).
Langganan:
Postingan (Atom)