BAGIAN
DARI BIOGRAFIKU
Nama kecilku itu Ramli dan Nawawi itu nama orang tuaku yang
kucantumkan di belakang namaku ketika aku lulus sarjana. Aku sekarang pensiunan
peneliti pada Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta tahun 2006,
padahal dulu sewaktu aku tamat SR 6 tahun orang tuaku bermaksud menyekolahkan
aku ke Pesantren Darus Salam Martapura. Orang tuaku memang guru agama yang
mengajar di beberapa Langgar (Surau) di kampungku Wasah Hilir dan kampung
kelahiran orang tuaku di Amawang Kiri (Kandangan).
Sejak masuk SR (Sekolah Rakyat ) kelas I sekaligus sore harinya aku juga belajar
di Sekolah Arab. Juga setiap malam sesudah Magrib atau Isya orang tuaku
mengajariku membaca Al Qur’an hingga tamat.
Setelah itu aku dicarikan guru Al Qur’an yang terpandang fasih di
desaku, Tuan Guru H. Sapdin (H.A. Sani) guru Al Qur’an yang menguasai tajwid
dan pernah tinggal dan belajar di Mekah. Aku dan temanku berempat diberi waktu
belajar sesudah shalat Subuh. Karena itu satu jam sebelum waktu Subuh kami
harus sudah menuju Langgar yang ada di samping rumah guru. Setiap subuh kami
saling memanggil-manggil teman yang terlambat bangun sebelum berangkat, dan lebih
sering jalan kaki daripada naik sepeda.
Selesai shalat Subuh berjemaah, kami mengambil Al Qur’an. Sekali
belajar hanya sebanyak setengah halaman.
Guru menanyakan bunyi awal dari ayat yang kemaren yang sudah dibaca dan disuruh
hafal di rumah. Kemudian dengan hafal guru melafazkannya. Selanjutnya kami
disuruh menutup Al Qur’an dan bergiliran kami satu-satu melafazkannya pula di
bawah pengawasan guru. Begitulah setiap Subuh.
Agar aku lebih fasih membaca dan membunyikan huruf-huruf Al Qur’an,
aku dicarikan lagi oleh ayahku seorang guru mengaji lain. Setiap hari Minggu
aku naik sepeda dengan seorang temanku pergi kepada Guru Anwar di Langgar Tandik
di Desa Wasah Hulu kurang lebih 2 km dari tempat tinggalku, juga untuk berguru
membaca Al Qur’an.
Waktu itu kalau di SR setelah kelas VI dinyatakan tamat, tapi di
Sekolah Arab di tempatku ketika itu hanya ada sampai kelas V, kelas terakhir
yang bisa diikuti dengan waktu yang tidak terbatas. Siapa yang sudah sampai ke
kelas V ia lalu bergabung dengan mereka yang lebih dewasa yang sudah ada di
tingkat tersebut. Karena ditingkat ini sudah mempelajari berbagai cabang ilmu agama
dengan memakai “kitab kuning”. Bersamaan dengan tamat SR aku dan teman-teman
mengajiku juga tidak berlanjut lagi. Karena kami harus melanjutkan sekolah yang
ada di kota,
sesuai dengan kemauan masing-masing.
Setamatnya di SR orang tuaku ingin agar aku melanjutkan ke Pesantren
Darus Salam di Martapura. Tetapi
kemudian di sekolah ada pendaftaran bagi siapa yang mau mengikuti test masuk
Sekolah Guru B (SGB). Karena itu
aku minta ijin orang tuaku untuk coba mengikuti test dulu, kalau tidak lulus baru
mendaftar ke Pesantern.
Begitulah takdir telah menetapkan kalau pengabdianku yang pertama
menjadi guru. Aku lulus test dan diterima di SGBN Kandangan. Pada kewartal
pertama dari hasil ulangan umumku nilai raportku memenuhi syarat untuk pelajar
berikatan dinas dan masuk asrama. Sehingga aku tinggal bersama-sama kawan-kawan
di bawah asuhan seorang Bapak asrama. Di SGB
aku hanya 3 tahun, karena test dan hasil
ulangan umum aku memenuhi syarat untuk di terima di Sekolah Guru A Negeri
(SGAN) Barabai. Ketika itu di Barabai baru diresmikan berdirinya SGAN, sehingga
mulai tahun ajaran 1958/1959 waktu itu semua pelajar dari SGBN yang ada di Hulu
Sungai tidak lagi ke SGAN Banjarmasin.
Tamat dari SGA tahun
1961 langsung menerima SK mengajar di SRN tapi ditugaskan di SMP Swasta Simpur (Kandangan). Beberapa bulan
kemudian tepatnya tanggal 26 Nopember 1961 aku melangsungkan pernikahan dengan
seorang guru SRN bernama Yohana. Begitu cepatnya aku melangsungkan pernikahan, tak lain karena kami sudah
bertunangan selama tiga tahun. Dia kawanku waktu di
SGBN Kandangan dulu dan menjelang aku ke SGAN Barabai kami resmi
dipertunangkan. Kami memang kawin muda, dan dalam Surat Nikah kami orang tua
kami masing-masing mencantumkan umurku 18 tahun dan umur isteriku 17 tahun. Orang tuaku bilang aku lahir
zaman Jepang.
Setahun sebelum masuk SR (Sekolah Rakyat) yakni tahun 1948 aku dibawa orang tuaku pergi ibadah haji ke Mekah (makanya semua ijazah sekolahku dan SK-SK kepegawaianku ada titel haji semua). Aku masuk SR pada tahun ajaran 1949/1950 dan tamat tahun ajaran 1954/1955 (dulu tahun ajaran begitu dan pada bulan puasa libur sebulan penuh). Masuk SGB tahun ajaran 1955/1956 sampai tahun ajaran 1957/1958. Selanjutnya masuk SGA tahun ajaran 1958/1959 dan lulus tahun ajaran 1960/1961.
Setahun sebelum masuk SR (Sekolah Rakyat) yakni tahun 1948 aku dibawa orang tuaku pergi ibadah haji ke Mekah (makanya semua ijazah sekolahku dan SK-SK kepegawaianku ada titel haji semua). Aku masuk SR pada tahun ajaran 1949/1950 dan tamat tahun ajaran 1954/1955 (dulu tahun ajaran begitu dan pada bulan puasa libur sebulan penuh). Masuk SGB tahun ajaran 1955/1956 sampai tahun ajaran 1957/1958. Selanjutnya masuk SGA tahun ajaran 1958/1959 dan lulus tahun ajaran 1960/1961.
Aku diperbantukan mengajar
di SMP Simpur hanya sekitar 2
tahun . Selanjutnya tanpa melalui
permohonan, awal tahun 1964 datang lagi SK dan panggilan untuk mengajar di SMPN
I Barabai. Aku pun pindah ke Barabai, tapi baru beberapa bulan mengajar di
Barabai aku ditawari oleh Bapak A. Gafuri yang waktu itu menjabat sebagai Wakil
Inspektorat SMP Wilayah Hulu
Sungai untuk pindah ke Kandangan. Kembalinya aku Ke Kandangan waktu itu segera
kumanfaatkan untuk masuk PGSLP 2 tahun, sehingga setelah tamat impassing
pangkatku ke DD/II.
Selanjutnya ketika aku sudah mengajar di SMPN I Kandangan, pada
saat-saat menjelang terjadinya G30S/PKI
aku sering dan berkali-kali dihubungoi oleh orang-orang dari partai golongan
agama maupun yang lainnya. Ketika itu
semua orang umumnya menjadi anggota salah satu partai, termasuk para guru. Aku
yang tidak berpartai waktu itu sering
dan berulang-ulang dihubungi kawan-kawan baik dari partai Islam dan lainnya. Menghadapi
kasus seperti itu aku dan bebarapa guru yang senasib sepakat untuk tidak masuk
partai yang sudah ada di Kandangan waktu itu. Aku dan seorang kawan ditugasi ke
Banjarmasin untuk menghubungi pengurus Partai Persatuan Tharbiyah Islamiah
Daerah Kalimantan Selatan di Banjarmasin, untuk meminta Buku Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga partai untuk dipelajari, dan bila sudah mempelajarinya
akan membentuk kepengurusan partai tingkat cabang di Kandangan. Akhirnya kami
sepakat dan secara resmi bardirilah PERTI (Persatuan Tharbiyah Islamiah) Cabang
Kandangan. Untuk menjabat ketua kami menunjuk seorang guru yang sudah senior,
beliau bersedia walaupun tidak bisa aktif. Aku sendiri ditetapkan kawan-kawan
menjabat sebagai ketua Bidang Politik. Ketika terjadi Peristiwa G30S/PKI anggota kami masih terbatas, sehingga dalam
kegiatan rapat-rapat umum mengutuk G30S/PKI
kami harus kerja keras mendatangkan kawan-kawan dari kampung.
Alhamdulillah semua berjalan lancar, dan
aku sempat juga dapat giliran jaga pikat malam mengawasi tahanan PKI yang ditahan di rumah Penjara Kandangan.
Sekitar penghujung tahun 1966 ada permintaan dari Pemda Hulu Sungai
Selatan agar partai kami mengusulkan nama seorang calon untuk mewakili PERTI
dalam DPRD Tingkat II HSS. Ketika itu kawan-kawan meminta aku duduk di Dewan
sebagai wakil PERTI. Tapi aku merasa masih terlalu muda, dan karena teman yang
lain juga tidak ada yang bersedia, aku meminta seorang guru seniorku, dan
beliau bersedia. Setelah berjalan beberapa bulan kawan-kawan protes karena
wakil kami banyak menyuarakan hal-hal yang bertentangan dengan nurani anggota.
Kali ini aku dipaksa untuk menggantikan dengan sanksi kalau aku menolak mereka
akan keluar dari keanggotaan. Atas dasar itulah aku kemudian dilantik sebagai
anggota DPRD Tk. II HSS. Tapi dalam waktu yang tidak lama juga, aku kemudian mendapat
panggilan dari Kepala Inspeksi SMP
di Banjarmasin untuk kuliah di IKIP Malang dengan status ijin belajar. Karena bukan tugas belajar maka aku minta dipindahkan
ke IKIP Banjarmasin saja dan disetujui.
Tahun 1968 aku dipindahkan mengajar di SMPN 7 km 2 Jalan A. Yani Banjaramasin yang
waktu itu belajarnya siang, dan waktu pagi aku bisa kuliah. Sejak itu aku
menyerahkan keanggotaanku sebagai anggota Dewan kepada seorang anggota pengurus
PERTI yang juga guru SMPN Kandangan. Keikutsertaan wakil PERTI di DPRD Tk. II HSS berakhir
ketika PERTI kemudian secara nasional digabungkan dalam PPP
(Partai Persatuan Pembangunan).
Tahun 1971 aku dipindahkan ke SMPN 6 di Jalan Ade Erma Nasution
(Pacinan) Banjarmasin. Alhamdulilah tahun 1972 aku sudah lulus Sarjana Muda (BA). Ketika
itu aku bilang sama isteri bermaksud untuk kembali ke Kandangan, Cuma aku
bilang juga kalau dosenku yang juga Dekan Fakultas Keguruan UNLAM waktu itu
Drs. M. Idwar Saleh meminta aku untuk terus kuliah ke tingkat doktoral.
Isteriku mendukungku agar aku terus kuliah saja. Sehingga aku ikut mendaftarkan
diri untuk kuliah di tingkat doktoral sejarah. Waktu itu masih berlaku sistem
tingkat bukan sistem semester. Khusus untuk mata kuliah sejarah dosen-dosen
kami tidak pernah mengumumkan hasil tentamen (ujian) tertlis yang diadakan
fakultas. Setiap mata kuliah pokok sejarah selalu diuji secara lisan, dan dalam
catatanku tidak ada di antara kami yang lulus hanya sekali maju, bahkan umumnya
setelah berkali-kali, dan tentamen umumnya juga di rumah dosen yang
bersangkutan, waktunya bisa pagi, sore atau malam. Inilah tantangan yang
membuat teman-teman seangkatanku dari semula berjumlah 20-an orang, yang
berhasil lulus sarjana hanya 3 orang. Sebenarnya ada satu teman yang juga sudah
semua lulus tentamen mata kuliah, tapi gagal dalam menyelesaikan thesis. Dia
juga guru SMP seperti aku.
Sedangkan dua temanku lainnya, seorang yang waktu kuliah sudah berstatus
asisten dosen, seorang lagi Kepala SMAN
yang waktu kuliah di titipkan di Bidang
PMU Kantor Wilayah Depdikbud Kalsel, dan setelah lulus menjadi dosen sejarah di
FKg UNLAM pula. Mau tahu, mereka adalah Dra. Kesuma Sekarsih dan Drs. H.A.
Gazali Usman. Kata salah seorang dosenku ketika aku sudah lulus, seorang sarjana
itu tidak cukup hanya teruji intlektualnya tapi yang lebih penting mental dan
moralnya, makanya katanya waktu itu untuk lulus sarjana itu tidak mudah.
Ketika Upacara Wisuda aku sudah mengajar di SMA, karena tahun 1976
aku dimutasikan dari SMPN 6 ke SMAN
3 Banjarmasin. Kami bersama para lulusan sarjana dari Fakultas-Fakultas di UNLAM lainnya di Wisuda tahun 1977, yang waktu itu UNLAM Pusat di Jln. Jend. Sudirman
Banjarmasin pertama kali melakukan acara yang wisudawannya
memagai baju toga.
Beberapa waktu setelah lulus sarjana aku diminta untuk menjadi
Kepala SMPN II Kandangan. Karena isteriku yang juga sudah lama pindah mengajar disalah satu SDN di Banjarmasin, juga kami sudah punya rumah sendiri di Banjarmasin, maka kami sepakat untuk menolaknya. Ketika itu aku malah mengajukan pindah ke bidang administrasi di
Kanwil Depdikbud Kalsel, dan ternyata boleh.
Oleh Kepala Bagian Kepegawaian Kanwil H. Anwar Fauzi yang juga dulu guruku ketika
di SGBN Kandangan, aku ditanya mau ikut di Bidang mana. Karena dulu waktu
mengajar di SMPN I Kandangan dulu aku ditugaskan menjadi pembina Pramuka
sekolah, dan aku sempat mengikuti pendidikan pramuka DADIKA I dan DADIKA II,
maka aku memilih Bidang Generasi Muda, dan Kepala Bidangnya menerimaku. Tetapi
belum sempat menerima SK, aku dipanggil lagi oleh Kepala Bagian Kepegawaian
Kanwil, bahwa Kepala Bidang PSK (Permuseuaman
Sejarah dan Kepurbakalaan) Drs. Yustan Aziddin yang juga dulu guruku di SGBN
Kandangan, meminta aku harus membantu di
Bidang PSK. Memang ketika aku di SGB aku sudah dekat dengan Drs. Yustan Aziddin. Bahkan
berkat dorongan beliau waktu itu ada 2 buah sajak karanganku yang dimuat di
Majalah Mimbar Indonesia
(Kabar dari Kota
dan Indonesia Tanah Airku). Beliau juga guru seni suara kami, yang juga mengikutsertakan aku dalam group paduan
suara yang kadang tampil dalam acara kegiatan sekolah atau lainnya. Aku juga pernah diikutsertakan dalam Lomba
Lagu Keroncong antar pelajar se kabupaten. Waktu itu aku memilih membawakan lagu
Keroncong Senja, dan tidak berhasil
mendapatkan nomor kejuaraan. Pengalaman itu aku ulangi ketika aku di SGA, aku memilih Keroncong Persembahanku, dan
ketika itu hanya berhasil sebagai juara II, sekedar ingin mencoba saja. Kemauan
untuk mencoba ini pula ketika aku masih mengajar di SMAN
III aku coba mengirim naskah ke
Harian Banjarmasin Post dan ternyata umumnya dimuat (salah satunya berjudul Tidak
Puas, yakni sorotanku tentang pendidikan di sekolah). Munculnya namaku di koran
yang diasuh guruku Drs.Yustan Aziddin tersebut dan juga mungkin karena jurusan
sejarahku sehingga beliau memintaku
masuk ke Bidang PSK (Permuseuman Sejarah dan Kepurbakalaan)..
Aku menjadi karyawan di Bidang PSK Kanwil Depdikbud Kalsel mulai
awal tahun 1979. Bersamaan dengan itu pula pimpinanku yang waktu itu selain
menjabat sebagai kepala bidang juga menjadi PimpinanProyek IDKD (Inventarisasi
dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah) menunjuk aku sebagai Ketua Aspek Penelitian
dan Penulisan Sejarah Daerah, yang saat itu bertema Sejarah Revolusi
Kemerdekaan Indonesia
(1945-1949) Daerah Kalimantan Selatan. Sebagai sarjana junior waktu itu timbul
juga kekhawatiranku kalau hasil penelitian dan penulisan sejarah yang bakal
dibaca juga oleh pelaku-pelakunya serta bakal disebar keseluruh tanah tanah air
tersebut tidak sebagaimana mestinya. Ketika
itu sebenarnya ada 5 aspek penilitian, yakni selain Sejarah Daerah, juga Adat
Istiadat Daerah, Geografi Budaya Daerah, Cerita Rakyat Daerah dan Permainan
Rakyat Daerah Kalimantan Selatan. Untuk ketua-ketua aspeknya pimpinanku
menunjuk dosen-dosen senior dari UNLAM. Karena itu aku perlu menghadap dosen
sejarahku Drs. M. Idwar Saleh untuk minta petunjuk dan bahkan bantuan beliau. Tidak
kusangka ternyata beliau bersedia membantu dan bahkan bersedia menjadi anggota
tim. Sehingga untuk kelengkapan tim ini aku menghubungi teman kuliahku dulu
Drs. A. Gazali Usman, yang juga bersedia menjadi anggota tim penelitian dan
penulisan naskah Sejarah Revolusi Kemerdekaan Indonesia (1945-1949) Daerah Kalsel
tersebut.
Sebelum memulai kegiatan kami para ketua aspak berlima bersama
Kepala Bidang PSK dipanggil ke Jakarta
untuk mendapatkan pengarahan tentang kegiatan yang akan dilakukan serta dibekali
metode penelitian secara singkat. Sehingga ketika kami turun lapangan dalam
rangka pengumpulan data sudah membawa cara-cara sebagaimana yang diberikan.
Sehubungan dengan pengumpulan data sejarah tim kami lebih banyak melakukan wawancara
terhadap para pejuang yang masih hidup waktu itu. Untuk itu kami bertiga perlu mengunjungi
para pejuang yang ada di semua kabupaten di Kalimantan Selatan. Naskah hasil
penelitian dan penulisan kami selesai pada akhir Desember 1979. Awal tahun 1980
setiap ketua aspek kemudian mempresentasikan naskahnya dalam Sidang Evaluasi
Naskah di Jakarta yang dihadiri selain para Evaluator juga para ketua aspek
yang sama dari seluruh Indonesia.
Alhamdulillah naskah sejarahku bisa diterima para Evaluator tanpa perombakan
dan penambahan data. Ini pengalaman pertama aku terjun kebidang penelitian dan
tulis menulis naskah buku.
Awal tahun 1981 aku diangkat mengemban jabatan eselon IV sebagai
Kepala Seksi Tenaga Teknis Bidang PSK menggantikan seniorku yang memasuki masa
pensiun. Tampaknya ketika itu ada temanku yang kurang senang karena ia sudah
lebih lama menjadi karyawan di bidang tersebut. Tapi semua itu bukan karena
permintaanku, apalagi ketika aku masuk instansi ini Kepala Bagian Kepegawaian yang
juga guruku sewaktu aku di SGB itu
pernah pesan kepadaku, agar aku tidak mencari dan meminta jabatan, tapi aku
dipesani untuk berprestasi saja. Karena kata beliau kalau prestasiku baik
ibarat kesebelasan bola pasti kamu akan dimasukkan sebagai pemain inti. Inilah
pesan yang terus aku pegang selama aku bekerja sebagai pegawai negeri.
Sebenarnya sejak aku masuk di Bidang PSK setiap kegiatan lapangan
yang dilakukan pimpinan aku selalu dikutsertakan. Masalahnya setiap selesai
kegiatan lapangan, walaupun tidak ditugaskan aku selalu membuat tulisan berupa
naskah singkat tentang kegiatan lapangan tersebut yang aku serahkan kepada
Kepala Bidang, dan besoknya sudah terbit di Harian Banjarmasin Post. Beritanya
tentang penemuan benda-benda purbakala atau perihal keadaan obyek-obyek
kepurbakalaan, juga pertemuan dengan tokoh-tokoh pelaku sejarah.
Tahun 1986 Bidang PSK dipecah menjadi Bidang Permuseuman dan Bidang
Jarahnita (Sejarah dan Nilai Tradisional). Aku termasuk dalam Bidang Jarahnitra
dengan jabatan yang sama Sebagai Kepala Seksi Tenaga Teknis. Ketika itu aku
sudah 5 tahun berada dalam jabatan eselon IV, sementara beberapa kawanku sudah
ada yang diangkat dalam jabatan eselon III
sebagai Kepala Kandep Dikbud di Kabupaten. Bersamaan dengan itu pada suatu saat
santai ketika aku mengikuti kegiatan pimpinanku, beliau bilang kalau aku tidak diijinkan dipromosikan karena sudah
disiapkan untuk menggatikannya. Sehubungan dengan itulah aku berada di jabatan
eselon IV sekitar selama 8 tahun. Baru pada tahun 1989 bersamaan dengan
pimpinanku di SK kan sebagai Pengawas, SK
jabatanku sebagai Kepala Bidang Jarahnitra juga terbit.
Ketika berstatus sebagai Pembantu Pimpinan selama 2 tahun dan
sebagai Kepala Seksi selama 8 tahun, aku
selalu ditunjuk oleh Pimpinan Proyek sebagai ketua tim penelitian baik aspek sejarah
atau aspek nilai tradisonal. Bahkan di samping itu secara khusus aku sering
ditunjuk untuk menjadi ketua tim penulisan yang anggota timnya langsung dari
Direktorat Jarahnitra Jakarta. Sehingga aku kadang menerima tamu pribadi yakni
peneliti dari pusat tersebut. Selama 10 tahun itu aku bersama tim sudah banyak
menghasilkan naskah penelitian yang sebagiannya telah diterbitkan, baik oleh
proyek daerah maupun oleh proyek pusat.
Tahun 1989 dalam Keputusan Gubernur Kepala Daerah Kalsel. No. 412
Tahun 1989 tanggal 7 Nopember 1989 yang ditandatangani Ir. H. M. Said, aku
diikutsertakan dalam tim penelitian dan penyusunan naskah Sejarah Perjuangan
Rakyat Menegakkan Kemerdekaan RI Di Kalimantan Selatan yang diketuai H. Akhmad
Sutan Madar dan Drs. H. A. Gafuri. Naskah ini baru bisa diterbitkan pada tahun
1994, karena harus melalui rapat-rapat sleksi data bersama dengan para
tokoh-tokoh pelaku sejarah bersangkutan,
serta konsepnya lebih dahulu diseminarkan yang dihadiri para pelaku perjuangan
dari seluruh kabupaten se Kalimantan Selatan.
Dalam masa sibuk kegiatan penelitian dan penulisan naskah proyek
IDKD maupun P2NB tersebut, di samping tugas-tugas rutin kantor lainnya, aku
penah juga mengirimkan makalah untuk seminar di Jakarta dan diterima . Ini pengalaman
pertamaku menjadi pemakalah pada seminar tingkat nasional, yakni Seminar
Sejarah Nasional III di Jakarta
tahun 1981. Makalah yang kusampaikan waktu itu tentang Masuknya Agama Islam ke
Kalimantan Selatan. Kemudian pada tahun 1982 aku kembali menjadi pemakalah
dalam seminar Sejarah Lokal yang diadakan di Denpasar Bali.
Ketika itu aku menyampaikan makalah tentang Sejarah Pendidikan Islam di
Kalimantan Selatan. Kemudian kecuali pada Seminar Sejarah Nasional IV di Medan
aku absen, selanjutnya aku selalu dapat hadir pada Seminar Sejarah Nasional V
tahun 1990 di Semarang, Kongres Kebudayaan tahun tahun 1991 di Jakarta, Diskusi
Sejarah Lokal 1994 di Jakarta, Kongres Nasional Sejarah Indonesia VI di Jakarta
tahun 1996, Konperensi Nasional Sejarah Indonesia VII
tahun 2001 di Jakarta, menjadi pemakalah pada Lokakarya Nasional Pembangunan
Berwawasan Budaya yang diselenggarakan Pusat Study Pariwisata UGM di
Yogyakarta, serta Konperensi Nasional Sejarah Indonesia VIII tahun 2006 di
Jakarta.
Ketika menjabat sebagai Kepala Bidang Jarahnitra dari tahun 1989
sampai dengan yahun 1996 dalam kegiatan penelitian aku hanya bisa menjadi anggota tim. Hal ini
sehubungan dengan jabatanku juga sebagai pimpinan bagian proyek yang saat itu
bernama IPNB (Inventarisasi Pembinaan Nilai-Nilai Budaya). Namun selama itu
juga selain hanya sebagai anggota tim penelitian di daerah, aku juga banyak
menerima kegiatan penelitian yang langsung ditugaskan dari Direktorat Sejarah
Jakarta. Semua naskah hasil kegiatan penelitian baik yang dari proyek di daerah
maupun yang langsung ditugaskan dari pusat setiap tahun 2 atau 3 naskah juga
diterbitkan di daerah, sedang sebagian lagi diterbitkan oleh proyek pusat di
Jakarta.
Begitulah ketika menjelang akhir tugasku sebagai Kepala Bidang
Jarahnitra dalam suatu pertemuan rapat sinkronisasi bidang-bidang dan
lembaga-lembaga kebudayaan dalam lingkungan Depdikbud secara berseloroh aku
bilang kepada teman-teman para Kepala Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional yang ada di
Indonesia, yang umumnya kami sudah cukup lama baik, lebih-lebih mereka yang
pernah sama-sama mengikuti SEPADYA selama 4 bulan di Sawangan Bogor, bahwa
siapa yang bersedia menerimaku kalu aku mau jadi peneliti. Semua kawan-kawan ternyata
bilang bersedia bahkan ada beberapa daerah memintaku karena di Balai Kajiannya belum
cukup tenaga peneliti sejarahnya.
Kemudian aku memilih Balai
Kajian Jarahnitra (Sejarah dan Nilai Tradisonal) Yogyakarta
dengan pertimbangan mencapainya lebih mudah serta ada putriku yang mau kuliah
di Yogya waktu itu. Tanggal 20 Juni 1995 secara resmi kukirimkan surat permohonan untuk
diterima menjadi tenaga fungsinal peneliti kepada Kepala Balai Jarahnitra
Yogyakarta. Tanggal 27 Juni 1995 aku terima surat memintaku untuk segera mengajukan
permohonan mutasi dan menyerahkan bukti-bukti usulan penetapan angka kredit
(ijazah dan buku-buku hasil penelitian). Sewaktu aku lapor kepada Direktur Jarahnitra di Jakarta Dr.
Anhar Gonggong, prinsipnya beliau setuju tapi bertanya mengapa tidak ke Balai
Kajian Sejarah dan Nilai Tradisonal Pontianak (untuk Kalimantan hanya ada di Pontianak). Ketika itu kubilang
bahwa ke Pontianak lebih sukar dan lebih besar biayanya, karena pesawat dari
Banjarmasin tidak ada yang langsung, tapi ke Jakarta dulu atau setidaknya lewat
Balikpapan yang penerbangannya tidak tiap hari. Akhirnya dengan pertimbangan
demi perkembangan karirku pada bulan Nopember 1995 usul pindahku ke Balai
Kajian Jarahnitra Yogyakarta disetujui.
Awal tahun 1996 aku mengajukan usul ke LIPI (Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia)
lewat Balitbang Depdikbud Jakarta disertai copy seluruh naskah-naskah hasil
penelitian yang diterbitkan. Setelah dinilai di Balitbang berkasku di kirimkan
ke LIPI untuk penilaian selanjutnya. Alhamdulillah hasil penilaian di LIPI juga
memenu hi syarat untuk diangkat dalam jabatan peneliti dengam masa kerja usia
65 tahun, sesuai dengan pangkat regulerku IV/b waktu itu.
Memasuki awal tahun 1997 aku resmi menjadi PNS
fungsional Peneliti Bidang Sejarah dan
Nilai Tradisional pada Balai Kajian
Jarahnitra Yogyakarta. Beberapa hasil penelitian lapangan karyaku yang
diterbitkan ketika aku menjadi peneliti pada Balai Kajian Jarahnitra
Yogyakarta, tahun pertama tentang: Ekspedisi Laut Para Pejuang Kemerdekaan dari
Jawa ke Kalimantan. Selanjutnya sesuai dengan
wilayah tugas Balai Kajian Jarahnitra Yogyakarta, aku hanya diperkenankan
melakukan penelitian di Propinsi DIY, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sehingga
sesuai dengan naluri keagamaanku sejak itu aku mengambil obyek-obyek yang bisa
menambah keimananku, seperti penelitian dengan obyek Masjid Sunan Ampel Surabaya, Masjid Besar Kauman Semarang,
Masjid Sunan Bayat Klaten, Peranan
Supranatural Dalam Perjuangan Kemerdekaan 1945-1949 di Yogyakarta. Pesantren
Tahaffudhul Qur’an Semarang, Upacara Dugderan Menyongsong Puasa Ramadhan di
Semarang, Riwayat Hidup K.H. Abdullah Umar Al Hafidz Semarang, dan Quwwatul Islam Masjid Para
Pedagang Banjar di Yogyakarta. Beberapa buku yang juga diterbitkan ketika itu
sekrepsi sarjana muda ku yang berjudul Dewan Banjar, dan thesis ku Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari Penyebar
Ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah Pada Abad Ke 18 Di Kalimantan Selatan, dan
tentang Kehidupan Masyarakat Dayak Bukit Losado, serta Perjuangan Rakyat
Menentang Federalisme di Kalimantan Selatan. Sedangkan buku-buku proyek hasil
tim yang kuketuai antara lain: Sejarah Kota Banjarmasin. Sejarah Pendidikan
Daerah Kalimantan Selatan, Sejarah Sosial Daerah Kalimantan Selatan, Pengaruh
Penyempitan Lahan Pertanian di Kalimantan Selatan, dan lain-lain.
Dengan pendidikan keagamaan yang diarahkan orang tuaku sewaktu
mudaku membuat aku tidak canggung ketika berada di lingkungan masyarakat yang
agamis. Terbukti sejak tahun 1982 ketika aku dan keluarga mendiami rumah yang
dijual pemiliknya dengan harga yang pantas sesuai pengahasilanku di Kompleks Beruntung
Jaya Jln Hayam Wuruk, oleh ketua pengurus masjid aku kemudian dimasukkan dalam
daftar Khatib Jum’at di masjid kompleks tersebut. Bahkan selama bebarapa tahun
aku dipercaya menjabat Wakil Ketua Pengurus masjid. Demikian pula hal itu
berlanjut ketika aku pindah ke Yoyakarta sebagai peneliti, ketua takmir masjid di
Perumahan Citra Ringin tempat aku dan keluarga tinggal, juga kemudian meminta
aku sebagai khatib setiap Jum’at minggu pertama setiap bulan, kecuali aku uzur
atau sedang bepergian ke luar daerah. Semua itu kulakukan tanpa pamrih, demi
keinginan orang tuaku dulu yang menginginkan aku menjadi seorang santri. Semoga
Allah SWT mengabulkan do’a-do’a ku untuk kebahagian almarhum dan almarhumah
kedua orang tuaku serta keluargaku lainnya.- (H.Ramli Nawawi). Sampai sini
dulu, nanti disambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar