TAKDIR CINTA
Oleh: Ramli Nawawi
Oleh: Ramli Nawawi
(Ceritera ini fiksi,
kalau ada kesamaan nama, tempat dan lainnya dibuat hanya kebetulan, entri ini
sambungan dari enteri 18
19. JANJI KESETIAAN CINTA
“Li, you mau dengar ceritera,
nggak”, bunyi kalimat pertama surat Ana, begitu Ali
membacanya setelah mengeluarkan dari amplopnya. Surat yang dialamatkan ke rumah kostnya Ali
itu, tadi setelah diterima ibu kostnya kemudian diletakkannya di atas meja
belajar di kamar Ali. Begitu Ali masuk kamar sepulangnya dari sekolah, ia
melihat surat
Ana dan langung membukanya dan membacanya.
”Kalau aku nembak langsung dengan pertanyaan, tanpa salam cinta dan sayang
segala, ayoo terka mengapa?. Kalau you kan juga pernah datang menemui aku tanpa
berita lebih dulu, sengaja sekali-sekali buat kejutan, you bilang”, bunyi surat
Ana.
Ali senyum setelah membaca kalimat kedua dari surat Ana tersebut. ”Maksud
Ana dalam suratnya ini yang langsung nembak tanya tanpa didahului salam cinta
dan sayang ini, sepertinya sama dengan kedatangan aku menemui dia tanpa kabar
lebih dulu”, gumam Ali.
”Ceriteranya...?, nanti dulu. Sibuk ya Li,
tapi nggak lupa kan janjinya akan datang pada hari Minggu di awal bulan
depan ini”, tanya Ana dalam suratnya.
”Pasti nggak lupa lah.....Ana sayang”, gumam Ali.
”Aku selalu berdo’a Li untuk you dan untuk kita, semoga selalu diberi
kesehatan, mendapatkan kemudahan dalam melaksanakan tugas kita, dan yang juga
penting semoga selalu dilindungi dan sanggup menghindar dari godaan-godaan”,
harap Ana..
Surat Ana yang saat itu dibaca Ali hanya satu lembar, tidak seperti
biasanya sekurangnya ada dua lembar. Dalam surat Ana kali ini ia menulis tentang
kecurigaannya kalau surat Ali yang diterimanya terakhir tampaknya sudah dibuka
dan dibaca seseorang sebelum disamapaikan ke alamat rumahnya.
”Bagian tutup amplopnya tampak agak kotor dan sudah tidak rapi”, tulis
Ana.”Dulu juga aku pernah terima surat dari you yang keadaannya serupa. Nggak
apa-apa Li kalau memang ada orang iri sama kita dan bisa melakukannya, kan
dalam surat kita tak ada yang sangat rahasia dan merugikan orang lain”, jelas
Ana dalam suratnya.
Selebihnya dalam surat Ana yang ditulisnya di selembar kertas buku tulis
tanpa timbal balik itu,.Ana hanya menulis bahwa ada beberapa kegiatan yang
telah dilakukan oleh perwakilan kedua pihak keluarga mereka.
”You mau kan tahu sampai dimana hasilnya?, ya datanglah dulu baru nanti aku
ceritera”, tulis Ana lagi dalam suratnya.
”Tahu nih, kangen mau ketemu kan, sama saja Na memang sebulan saja tak bersama
dengan you sudah terasa sangat lama”, gumam Ali.
”Yang pasti surat ini tak perlu dibalas, you kutunggu hari Minggu depan ini
seperti biasa di rumah”, tulis Ana menutup suratnya, dan mencantumkan tanda
tangan di bawah tulisan: Cium mesra dari kekasih you, Ana.
Selesai membaca surat Ana tersebut, Ali memasukkan surat Ana kembali ke
amplopnya dan menyimpannya di map khusus surat-surat dari Ana.
”Aku akan datang hari Minggu ini menemui you Ana sayangku”, janjinya Ali.
Ali kemudian melepas pakaian sekolahnya, dan menggantinya dengan pakaian
kebiasaan pakaian rumah. Kemudian keluar kamar menuju tempat wudhu. Di atas
meja makan Ali melihat hidangan makan siang untuknya sudah disiapkan ibu
kosnya. Ibu yang ada di ruang dapur melihat Ali berjalan menuju tempat wudhu,
mengingatkan Ali:
”Li makan siang kamu sudah siap tuh”, ujar ibu kost.
”Ya bu sebentar mau shalat dulu”, jawab Ali.
Selesai shalat Zuhur dan berdoa, Ali keluar kamar untuk makan siang. Waktu
Ali sedang makan tersebut, ibu kost menyapanya.
”Li, tadi tukang post mengantar surat, alamatnya untuk kamu jadi ibu
letakkan saja di atas meja di kamarmu”, ujar ibu kost memberitahukan.
”Ya bu, sudah saya baca bu”, sahut Ali.
“Dari Ana kan Li, tetap berlanjut saja ya Li”, komentar ibu kost.
”Kok ibu tahu”, sahut Ali.
“Kan ibu sering terimakan surat untuk kamu yang diantar tukang post,
pengirimnya kan selalu Ana”, jelas ibu kost.
”Teman lama bu sejak di sekolah yang dulu di Kandangan”, jelas Ali juga.
”Nah Li kalau kamu sudah punya pilihan, apalagi sudah saling janji, pesan
ibu nih hati-hati, banyak gadis cantik lu disini, jangan kau hianati Ana yang
juga mencintai kamu itu”, pesan ibu kostnya Ali.
”Ya bu, Insyaalah, semua teman-teman perempuan di sekolah bagi saya tidak
lebih dari teman biasa”, janji Ali.
”Ya ibu hanya mengingatkan”, ujar ibu kost mengakhiri pembicaraannya.
Setelah selesai makan siang tersebut Ali masuk kamar. Sebentar membaca daftar pelajaran untuk hari Senin lusa,
kemudian ia menyiapkan buku-buku sesuai jadwal mata pelajaran untuk hari Senin
tersebut. Selesai menumpuknya di atas meja belajarnya, Ali merebahkan diri di
divan tempat tidurnya. Sudah kebiasaan Ali menyiapkan buku-buku untuk pelajaran hari berikutnya, termasuk pada malam harinya membaca mengulangi materi-materi pelajaran yang telah diajarkan gurunya.
”Surat Ana tadi mengingatkan aku, memang bulan lalu ketika aku bertamu ke
rumahnya ada kesepakatan aku akan datang pada hari Minggu pertama di bulan depan
ini.menamu ke rumahnya. Katanya ia akan ceritera perkembangan kesepakatan
antara kedua pihak orang tua kami. Memang Ana bilang akan selalu mengikuti
perkembangan lika-liku menuju kesepakatan pertunangan kami, dan ia janji akan
ceritera kepadaku. Ada juga tercetus keinginan Ana yang maunya bisa selalu bersama dalam
waktu cukup lama, maka aku janji akan datang pada hari minggu bulan depan ini.
Walau pun sebenarnya Minggu pertama bulan depan nanti akan ada libur sementeran
dan juga bertepatan dengan libur bulan suci Ramadhan. Yang ingin selalu lama
kita bersama tersebut bukan you saja, sama Na aku juga”, renung Ali sambil tiduran
di divan tempat tidurnya. Renungan Ali mengingat berbagai peristiwa manis yang
dialaminya bersama Ana, berakhir dengan datangnya kantuk yang membawanya
terlelap di sore hari Sabtu awal bulan tersebut
Pada pagi hari Minggu sesuai dengan janjinya juga sesuai bunyi suratnya
Ana, Ali sengaja bangun lebih awal dari hari biasa. Maklum hari ini ia akan
menyempatkan ikut naik bus keberangkatan pertama jurusan Barabai-Banjarmasin.
Kemaren Ali sudah bilang kepada ibu kostnya kalau pada hari Minggu ini ia akan
pulang kampung menemui orang tuanya dan akan kembali sore itu juga. Karena itu
sebelum jam tujuh pagi ibu kost sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Ali.
Sehingga tanpa tergesa-gesa semua kegiatan rutinitas pada waktu pagi termasuk
kewajiban agamanya ia selesaikan dengan nyaman.tanpa merasa terbebani. Belum
jam tujuh pagi Ali sudah berada di stasiun bus, sehingga Ali bisa segera naik
bus yang jadwal keberangkatan pukul 07.00 pagi.
Demikian juga dengan Ana yang yakin bahwa Ali akan datang pada hari Minggu
ini, pagi itu dilaluinya dengan kegiatan pagi yang menyenangkan. Pagi itu
memang pagi ceria bagi Ana, karena selain seseorang yang selama ini mencintai
dan dicintainya akan datang dan bersamanya, juga kegembiraan dengan berita
resminya pertunangna mereka yang akan disampaikannya sendiri kepada Ali.
Kurang beberapa menit jam 09.00, ketika bus sampai di perempatan Jalan Pos,
Ali minta bus berhenti, dan ia turun di tepi jalan tersebut. Hanya dengan
berjalan sekitar 40 meter memasuki Jalan Durian ke utara, Ali sudah memasuki
pekarangan luas rumah Ana.
Ana satu jam yang lalu sudah siap
menanti Ali. Ada perasaan rindu yang
sempat dirasakan Ana, sehingga ia menulis surat yang
diterima Ali mengingatkan kalau Ali janji akan datang pada awal bulan ini Sudah
biasa juga Ana selalu ingin tampak cantik dalam penampilannya, sehingga untuk
bersama dengan Ali ia sengaja ingin terlihat lebih cantik khusus untuk orang
yang dicintainya. Ana masih berada di kamarnya. Ada lemari kaca baru di kamar
Ana sejak seminggu yang lalu. Lemari ini khusus berisi beberapa macam barang
yang terdiri dari pakaian, selendang, hingga sendal dan asesores-asesores lainnya
lengkap yang umum biasa disebut sebagai barang ”patalian” bagi mereka yang
resmi bertunangan. Ana sekali-sekali melerek barang-barang tersebut. Sementara
di jari kelengkengnya tangan kirinya melingkar cincin emas yang di bagian
dalamnya ada tulisan nama Ali.
Sementara Ana masih terlena dengan ingatan bagaimana keluarga Ali sepuluh
hari yang lalu, datang ke rumahnya membawa beberapa bungkusan berhias berisi
barang-barang patalian, yang disambut oleh beberapa orang dari pihak
keluarganya, ketika pandangannya tertuju ke jam dinding di atas meja belajarnya
yang menunjukkan hampir jam sembilan, ia bergegas ke ruang tamu. Kebetulan
bersamaan itu Ana melihat dari jendela depan, ada seseorang masuk pekarangan
rumahnya. Memang ketika ia membuka pintunya rumahnya Ali sudah berada di depan
teras rumahnya.
Begitu kedua mata mata mereka bertemu, tak satu dari kedua mereka saling
menyapa. Ana yang biasa begitu ramah menyapa kedatangan Ali, atau Ali dengan
sapaan goyonnya bertanya apa ia boleh masuk, tapi pertemuan keduanya kali ini
diawali dengan saling senyum penuh cinta. Ketika Ali telah berada di teras dan masih
sama membisu, Ana langsung membimbing tangan Ali kemudian duduk berdampingan di
kursi tamu panjang yang juga sering mereka tempati berdua.
”Lagi puasa ya Na”, tanya Ali melihat cara Ana menyambut kedatangannya saat
ini.
Ali memperhatikan Ana hari itu memang tampak dandanannya lebih cantik dari
biasa..Juga matanya tampak biasa ceria. Karena Ana memandangnya tidak lebih
dari senyum manis karena itu tertlontar pertanyaan Ali kalau Ana sedang puasa.
”Nggak Li, hari ini sengaja aku ingin you yang lebih dulu bertanya
sesuatu”, jawab Ana.
“Oh ya, ingat nih, mengapa nembak langsung tanpa salam cinta dan salam
sayang, surat yang datang”, kata Ali
mengulang bunyi awal surat Ana.
”Nah itu Li sayang pertanyaan yang kutunggu, mengapa aku tak bicara dulu”,
cetus Ana.
”Ya maaf ya Ana sayang, you sangat cantik pagi ini, ceritera dong manis’,
goda Ali sambil merapatkan duduknya ke samping Ana.
”Betul nih ingin tahu”, sahut Ana sambil menatap mata Ali.
Begitu selesai pertanyaan Ana, sebelum menjawab Ali mencium pipi kanan Ana
yang licin kemerahan. Ana hanya diam.
”Sudah sampai mana kesepakatannya ya Na”, bilang Ali ingin mengetahui
ceriteranya Ana.
”Lihat apa ini Li”, cetus Ana sambil memperlihatkan cincin emas yang
melingkar di jari manis tangan kirinya.
Ali yang sejak tadi belum sempat memperhatikan ada cincin di jari manis Ana,
langsung terpikir apa ia itu cincin pertunangan mereka.
”Jadi sudah resmi?”, ucap Ali setengah ragu.
“Nih jawabnya Li, mau cium pipi aku yang sebelahnya kan”, bilang Ana sambil menatap mata Ali dan memiringkan
pipi kanannya kepada Ali.
Ali tidak langsung mencium pipi Ana, ia langsung merangkul Ana, dan baru
kemudian mencum pipi kanan Ana.
”Jadi begini ceriteranya Li, semuanya baru tuntas hari Minggu yang lalu.
Sementara pertemuan dan
kesepakatan-kesepakatan antara mama dengan tante you Ramlah semua itu
berlangsung sewaktu aku sedang tidak ada di rumah lagi masih mengajar. Selama
ini mama juga paling bilang tadi tantenya Ali datang, kita sudah beresin pesan
cincin. Hari lain bilang sudah beresin kesepakatan antaran patalian”, jelas
Ana.
”Syukur Na, itu artinya orang tua kita sepenuhnya merestui kita”, tanggap
Ali
”Tapi nih di rumah you ada lu cincin seperti ini. Kalu ini di bagian
dalamnya ada nama you, yang itu nama aku. Ya ngerti aja Li untuk you tak
perlulah selalu dipakai di jari, nggak usah di pakai ke sekolah, hanya untuk
momen-momen lainlah”, pinta Ana.
Kalau you ke sekolah mengajar pakai nggak Na”, sungka Ali.
”Kalu aku setiap pergi ke manapun
pasti pakai cincin ini Li”, tegas Ana.
”Mantap you Na”, puji Ali.
”Pasti Li”, jawab Ana dan kini Ana yang mencium pipi kanan Ali, .
”Li, sebentar ya aku ambil minuman”, bilang Ana sambil bangkit dan masuk ke
ruang dalam.
Sebentar juga Ana sudah kembali membawa minuman seperti biasa, dua gelas
teh dan satu stoples kue.
”Mama nggak ada di rumah, biasa
kalau lagi tak ada kegiatan main ketempat kakak, disana rami Li ada
keponakan-keponakan, tadi jam delapanan lebih setelah nyiapin untuk makan siang
seadanya lalu pergi. Dekat jadi jalan kaki aja”, jelas Ana..
”You bilang kalau aku akan datang menamu”, tanya Ali.
”Kalau nggak sangat perlu, walau you sudah janji akan datang, aku nggak
bilang sama mama takut you nggak datang, kalu suda ada baru aku bilang”, jelas
Ana lagi.
”Ternyata untuk berbuat you selalu pakai pertimbangan, salut aja nih”, puji
Ali.
”Sudah lah Li, muji terus nih hari ini”, sahut Ana
”Ayo minum dulu sama-sama, kuenya juga, sudah itu kita pergi...., maunya kemana
Li”, sambung Ana.
”Jalan ke luar..., tapi nanti mama datang rumah dikunci, tanpa minta izin
lagi, gimana?”, Ali kasih pertimbangan
”Kunci rumah?, setiap pergi mama selalu bawa kunci double. Tentang izin?,
kalau pergi dengan you nggak pernah kan mama melarang”,jelas Ana.
”Okey, kalau gitu”, setujunya Ali.
”Sebentar Li, tunggu ya.....”, bilang Ana sambil berdiri untuk masuk kamar.
Hanya sebentar Ana kembali ke kamar tamu dengan dandanan lebih cantik.
”Tampak cantik ni nanti di mana-mana ditaksir orang lho”, komentar Ali.
“Nggak lah Li, kan sudah you yang punya. Ayo Li, pergi yu”, ajak Ana
Ali menuruti ajakan Ana. Setelah mereka di teras, Ana mengunci pintu depan
rumahnya. Ali mengambil kenderaan Ana
yang sudah sejak tadi diparkir di samping rumah depan papilyon rumah.
Ketika keduanya sudah berada di atas kedaraan, belum ada bicara soal
tujuan.
”Kelilingnya area mana Na”, tanya Ali.
“Terserah you Li”, jawab Ana pendek.
”Sekarang aku ajak cari makan aja deh”, tukas Ali.
”Masa Li, di rumah aja nanti, pasti mama selalu siap dengan makan siang”,
sahut Ana.
”Sekali-sekali bolehkan makan berdua bukan di rumah”, pinta Ali.
”Tapi bukan nggak pernah kan Li”, Ana mengingarkan.
”Kalau dulu status kita berdua beda dengan sekarang, hari ini kita berdua
sudah resmi bertunangan’, jelas Ali.
”Oky, dimana Li”, sahut Ana singkat.
Ali menghentikan jalan kendaraannya, tidak jauh dari kerumunan orang yang
mau menonton pemutataran film hiburan hari Minggu di salah satu bioskop di kota
Kandangan.
”Pilih Na, selesai makan nonoton film, atau selesai makan menemani aku ke
kampung sebentar nemui orang tua”, Ali menawarkan pilihan kepada Ana.
”Pilih yang kedua, untuk you demi orang tua”, Ana memutuskan pilihan tanpa
ragu.
”Makasih Na, sekarang pilih lagi: masakan ikan, soto Banjar, ketupat Kandangan, atau ada usul yang lain”,
tanya Ali lagi.
”Yang enak ringan aja”, sahut Ana.
”Apa itu Na”, tanya Ali.
“Soto Banjar”, kata Ana singkat.
”Setuju Na, soto Banjar dan sate ayamnya kan”, jelas Ali.
”Okey bangat”, cetus Ana singkat.
”Kalau begitu kita berangkat ke Rumah Makan di Jalan Panglima Batur”,
”Pegang Na nanti you kececer di jalan, takut nanti you dikira belum ada
yang punya, langsung diambil orang”, seloroh Ali.
Ana tidak menjawab, hanya bersamaan dengan berjalannya kendaraan, Ana
berpengang ke pinggan Ali mulai dengan mencobitnya.
”Aduuh Na”, bilang Ali agak nyaring spontan tak sadar.
Sepuluh menitan kendaraan Ali sudah memasuki Rumah Makan yang menyediakan
Soto Banjar dan sate ayamnya.
Karena hari itu baru hampir jam sebelasan pengunjung rumah makan hanya
berisi tiga meja saja. Ali mengajak Ana menuju meja dekat dinding agak masuk ke
dalam. Ali memesan dua porse besera sate ayamnya dan dua teh panas manis, yang
diiyakan Ana, kepada pelayan yang mencatat menu pesanan mereka.
Selang lima menitan pesanan sudah siap dan diletakkan di meja mereka.
”Silakan..”, kata pelayan setelah selesai meletakan pesanan Ali.
”Makasih”, kata Ali singkat.
”Wah satu porse banyak ni Li”, komentar Ana sambil menyenduk kuah di piring
soto yang dihadapinya.
”Tenang Na, takut gemuk ya, udah makan sebisa nya saja nggak apa-apa”,
saran Ali.
”Kalu aku gendut you masih suka ya Li”, sungka Ana sambil mulai menikmati
jenis makanan yang termasuk kesukaannya..
Ali yang sudah lebih dahulu menikmati makanan yang disebut soto Banjar
ini, tersedak mendengar ocehan Ana.
”Minum dulu Li”, saran Ana mendengar Ali kesedak.
”Banyak makan gendut?, nggak juga paling gemuk, kalu you sedikit tambah
gemuk kan tetap seksi, banyak lu nanti yang melirik”, komentar Ali.
”Nggak ...nggak mau, dan tolong itu nanti you yang habisin satenya”, bilang
Ana.
”Tenang Na, mari kita terusin dulu makannya”. ajak Ali.
Terakhir ternyata Ana masih mensisakan sotonya, sementara Ali bisa
menghabiskan satenya yang masih tersisa karena lagi-lagi Ana hanya menyantap
beberapa tusuk satenya.
”Bagaimana Na”, tanya Ali setelah mereka selesai menikmati soto dan sate
pesanan Ali.
”Enak Li, tapi aku nggak bisa menghabiskan Li, bagiku porsinya ternyata lebih dari cukup”, jawab
Ana.
”Sudahlah nggak apa-apa. Mari yu Na”, ajak Ali.
Ali sebentar singgah di kasir. Setelah menyelesaikan pembayaranharga
pesananya, Ali dan Ana ke luar rumah makan.
”Jadikan Na menemani aku sebentar ke kampung”, tanya Ali
”Jadi lah Li”, jawab Ana.
Dengan berboncengan kendaraan mereka meluncur ke kampung menuju rumah orang tua Ali. Selama di jalan keduanya tak banyak bicara.
Jarak tujuh km sampai ke rumah orang tua Ali tidak lebih dari setengah jam.
”Sudah nyampai Na”, ujar Ali begitu kendaraan mereka berhenti di pekarangan
rumah Ali.
”Sepi Li, jendela tertutup, lagi pergi ya”, komentar Ana.
Berdampingan dengan rumah orang tua Ali terdapat rumah saudara perempuan
Ali.
Ali pergi ke rumah saudaranya, dan naik ke teras rumah yang pintunya
terbuka.
”Assalamulaikum”, Ali mengucapkan salam.
”Alaikum salam”, terdengar jawaban dari ruang dalam rumah, bersamaan dengan
munculnya saudara perempuannya.
”O.. Li, kamu datang”, sapa kakak perempuannya.
”Itu dengan Ana”, bilang Ali sambil menunjuk Ana yang masih berdiri dekat
kenderaan di pekarangan rumah.
”Aduuh Li, sebentar aku ambilkan kunci rumah sebelah”, bilang kakaknya.
Setelah menyapa Ana dan bersalaman ,
kakak Ali membukakan pintu rumah orang tuanya.
”Mau ke rumah aku, atau disini”, tanya kakak Ali.
”Disini saja”, bilang Ali sambil masuk dan membuka dua buah jendela tang
tertutup.
”Baru kemaren Li, abah mama serta kakek dan nenek itu pergi ke Gambur
Banjarmasin, kebetulan ada pesan supaya kesana karena padi sudah panen”, jelas
kakak Ali.
Ana yang sejak tadi ikut masuk ber sama Ali dan kakaknya, ia duduk di kursi
meja tulis punya Ali.
”Ana mau ikut ke rumah sebelah?, ajak kakak Ali.
”Disini aja ka temani Ali, sebentar juga katanya tadi juga mau pulang”,
jawab Ana.
”Kapan ka pulangnya abah mama, kakek nenek juga”, tanya Ali.
”Tak tahu, katanya kemaren sebentar saja”, jelas kakak Ali. .
”Sudah ya aku ke rumah sebelah”, sambung kakak Ali.
Ali masuk ke ruang tengah dan menemukan lemari semua terkunci. Keadaan
perabut rumah masih bersih karena baru saja ditinggalkan pergi. Ketika Ali kembali
keruang tamu, ia masih duduk di kursi meja belajar membaca buku kecil catatan
kepunyaan Ali.
”Ada catatan macam-macam nih”, komentar Ana.
“Kalu catatan-catatan yang ada di atas meja tu,
tak ada yang rahasia”, bilang Ali.
“Jadi ada catatan-catatan yang disimpan yang rahasia ya Li”, tukas Ana.
“Ada.....”, jawab Ali yang sedang berdiri dekat kursi duduk Ana.
”Tentang kita, atau tentang you
dengan pilihan lain ya Li”, sungka Ana.
”Tentang kita.... ya ada satu dua lah, tentang dengan pilihan lain....enggak
punya pilihan lain kok”, jelas Ali.
”Tentang peristiwa kesalah pahaman
antara kita dulu kali, ada berapa catatan Li”, tanya Ana serius ingin
tahu.
”Di dalam lemari meja ini banyak buku, ada juga kumpulan surat cinta you
dulu, dan ada buku kecil seperti yang you baca itu, lemari dan laci meja tu
terkunci tuh”, jelas Ali.
”Catatan nggak enak itu mau tetap disimpan ya Li”, tanya Ana.
”Maunya you gimana”; tanya balik Ali.
”Kita kan sudah punya cincin nih”, bilang Ana sambil menunujukkan jarinya
kepada Ali,”I ni tanda kita saling setia kan Li, jadi peristiwa-peristiwa lalu
tentang kesalahpahaman dan sebagainya tu kita buang aja Li”, saran Ana.
”Pendapat brilian dari....bulan yang lalu pacar, hari ini sudah jadi
tunangan......, pasti setuju Na’, jawab Ali.
”Tapi maaf ya manis....., karena lemari mama semua terkunci aku nggak bisa
menemukan cincin untuk aku”, bilang Ali
”Untuk you enggak pakai cincin, Ana tetap percaya yang katanya sejak dulu
nggak punya pilihan lain”, ledek Ana,
”Nggak yakin ya Na”, tanya Ali.
“Kalau dulu memang ada, nggak apa-apa juga Li”, goda Ana.
”Tapi kalu dulu ada yan simpati banget mengapa ditolak Na”, balas goda Ali,
”Ya karena Takdir Cinta Nya memang hanya
untuk bersama Ali lah”, jawab Ana.
”Alhamdulillah, ditakdirkan punya tunangan cantik lahir bathin”, ucapan
syukur dari Ali.
”Tapi jangan lupa Ali gantengku, langkah cinta kita masih cukup jauh,
karena itu pertunangan kita yang baru resmi ini perlu ada janji kesetiaan cinta
di hati kita berdua”, ujar Ana.
Ana bangkit dari duduk dan berdiri di hadapan Ali, seketika mereka
berpandangan dan kemudian berpelukan mesra.
”Li sudah pulang aja yu’, bilang Ana setelah saling melepas pelukannya,
”Ya..”, bilang
Ali singkat.
Ali lebih dulu
menutup jendela yang tadi dibukanya. Kemudian mereka keluar ke teras. Ali
mengunci pintu rumah, kemudian menyerahkan kunci kepada kakanya di rumah
sebelah.
”Sudah mau
pulangan”, sapa kakak Ali.
”Ya ka”, jawab
Ana pendek.
Ali mengambil
kenderaan, sudah siap Ana duduk di boncengan, mereka kembali menuju kota
dilepas oleh kakak Ali.
Selama di jalan
baik Ali maupun Ana tak banyak bicara. Paling Ana kadang mengingatkan agar Ali
hati-hati ketika ada kendaraan lain yang suka memotong jalan. Kurang dari
setengah jam kendaraan mereka sudah memasuki pekarangan rumah Ana.
Sementara Ali
memarkir kendaran ke samping rumah, Ana sudah mencoba membuka pintu depan
rumahnya. Pintu masih terkunci, mama Ana masih dirumah kakak Ana.
”Masuk Na, mama
kayanya belum pulang”, ujar Ana.
Gelas teh dan
stoples kue yang tadi di hidangkan Ana masih ada di atas meja.
”Aku ganti
sebentar tehnya”, kata Ana sambil membawa gelas teh yang kosong. ke dapur.
Ketika Ana masuk
kembali dengan membawa dua gelas air teh, Ali masih duduk santai.
”Lelah ya Li”,
tanya Ana.
”Kalau bersama
you itu tak lelahnya”, jawab Ali.
”Aku siapkan
makan ya Li”, Ana menawarkan makan siang.
”Baru dua jam di
rumah makan soto, masa makan lagi”, tolak Ali.
”Kalau gitu kita
minum aja dulu”, ajak Ana sambil menyudurkan teh yang baru dibuatnya ke meja di
depan Ali.
Setelah
menghabiskan minuman dan mencicipi kue yang di hidangkan Ana, Ali terpikir
untuk mampir ke temapat tante Ramlah di Jalan Merdeka, untuk bersilaturrahmi.
”Aku pinjam
kenderaan mau sebentar ke tempat tante Ramlah”, ujar Ali.
”Sekarang...?”,
tanya Ana.
Ya”, bilang Ali
singkat.
Ana melepas Ali
yang berangkat ke jalan Merdeka. Tiba di tempat tante ramlah, pintu depannya
masih terbuka. Setelah memarkir kendaraannya Ali megetuk pintu dan mengucapkan
salam.
Assalamualaikum,
yang langsung ada jawaban Alaikum salam. Tante Ramlah menyilakan Ali masuk.
”Lama Li kamu nggak mampir ke tempat tante”, ujar
tante Ramlah.
”Sejak di Barabai
memang kurang punya kesempatan tante”, ujar Ali.
”Banyak sibuknya
ya Li”, komentar tante.,”Duduk Li”, sambung nya sambil mengajak Ali di duduk di
kursi tamu.
”Sudah mampir di
rumah Ana”, tanya tante lagi.
”Ya sudah tante”, jawab Ali.
”Alhamdulillah ya
Li, tadi proses sampai resminya pertunangan kamu dengan Ana sangat lancar, ya
berkat kemauan ibu Ana juga yang sangat mendukung”, ujar tante Ramlah.
”Terima kasih
juga kepada tante yang banyak berkorban macam-macam, mama dan abah yang banyak
minta bantuan kepada tante”, ujar Ali.
”Li aku siapkan
makan ya”, tawar tante.
”Nggak tante, ini
tadi sudah makan sama Ana, tadi baru mampir juga sebantar ke kampung, tapi abah
mama kebetulan ke Gambut Banjar”, jelas Ali.
”Kalau gitu
sebentar aku ambil minuman”, ujar tante.
”Juga ngga tante,
ini sebentar aja mau kembali ke tempat Ana mengantar kendaraannya, nanti
langsung pulang ke Barabai, tapi ni mau numpang shalat saja dulu”, ujar Ali.
”Oh gitu, mari
masuk, sana tempat wudhu, nanti disini tempat shalatnya ”, kata tante.
Selesai wudhu Ali
melaksanakan shalat di sajadah yang sudah disipakan tante Ramlah.
Selesai shalat
Ali kembali ke ruang tamu, dimana ada tante Ramlah yang telah menyiapkan
minuman untuk Ali.
”Silakan mimum Li
dan kue itu seadanya”, bilang tante kepada Ali.
”Terima kasih
tante”, ucap Ali sambil menikmati hidangan yang disediakan tante.
”Paman masih di
toko ya tante ”, tanya Ali.
”Ya itu
nanti jam empatan lebih baru pulang”, jelas tante,
“Anu tante,
ini mau permisi aja, singgah dulu di tempat Ana, rencana langsung naik bus ke
Barabai”, ujar Ali.
“Ya Li
hati-hati di jalan, salam ya sama Ana dan mamanya”, ujar nante pesan kepada
Ali.
“Ya tante,
Asalamualaikum”, bilang Ali sambil menaiki kendaraannya.
”Alaikum
salam ”, jawab tante Ramlah.
Begitu
kendaraan Ali masuk ke halaman rumah Ana, tunangan Ali ini sudah berdiri di
teras rumahnya.
“Ditungguin
ya Na”, sapa Ali.
“Sudah, letakkan
dulu kendaraannya ke samping sana”, pinta Ana.
”Tapi tampilannya
tampak sudah lain”, komentar Ali begitu sudah berdiri di teras bersama Ana.
”Ngga hanya ganti
baju aja, udah masuk yu”, ajak Ana ke kursi tamu.
”Mama sudah
kembali”, tanya Ali.
“Sudah, juga
sudah ceritera semua perjalanan kita tadi”, bilang Ana.
”Betul...ceritera
semuaaa...”, goda Ali.
”Yang Ali ku
nakal-nakal.... tentu nggak lah Li”, tukas Ana.
”Pintar you
Na”, komentar Ali.
“Tadi mama juga
nanya apa sudah disiapin makan sama-sama,
dan aku bilang kata Ali kebetulan lagi jalan-jalan sekali-sekali singgah di
rumah makan lah”, terang Ana kepada Ali.
”Tadi di rumah
tante Ramlah juga mau disiapan makan, tapi juga kubilang sudah tadi sama Ana”,
bilang Ali.
”Apa aja di rumah
tante”, tanya Ana.
”Kan tujuan ketempat
tante Ramlah hanya suwan dan menyampaikan ucapan terima kasih aja, kan beliau
tadinya yang wira-wiri sampai berlangsungnya dan resminya pertunangan kita
kan”, jelas Ana.
”Li you mau
shalat Zuhur, bisa you wudhu aku bawa ke tempat wudhu.”, ajak Ana.
”Sudah Na, tadi
salat Zuhur di tempat tante Ramlah”, bilang Ali.
Bersamaan dengan
selesainya ucapan Ali, mama Ana sudah berdiri di pintu yang menghubungkan ruang
tamu dan ruang dalam rumah.
“Kapan dari
Barabai nya nak Ali”, sapa mama nya Ana,
”Tadi pagi naik
bus ma”, jawab Ali sambil agak menunduk.
”Sebentar Na, itu
ada yang dikirimin Rusma ambil di dapur”, pinta mama kepada Ana.
Ana masuk ke
dalam mengikuti mamanya ke ruangan dapur. Tak lama Ana muncul lagi mebawa
minuman dan sejenis kue kiriman yang dibawa mamanya dari tempat Rusma kakaknya,
”Nah ini Li, you
harus cobain”, pinta Ana sambil meletakkan dua piring yang berisi sejenis
bubur.
”Apa itu Na, tapi
kayanya aku pernah cicipin tapi lupa namanya”, bilang Ali.
”Namanya Li bubur
hintalu karuang, ayu coba Li”, ajak Ana.
”Ya aku suka Na,
tapi jarang ada warung yang menjual ini”, sahut Ali.
”Ini memang
jarang ada di warung, biasanya dijual dijajakan oleh ibii-ibu berjalan keliling
sekitar kampng, atau sering juga dibuat orang sekeluarga untuk mereka sekeluarga
saja”, jelas Ana.
”Nih sudah
kuhabisin Na”, ujar Ali.
”Mau lagi..., aku
ambilin di dalam masih ada kok”, bilang Ana.
”Udah-usah Na,
ini sudah jam empat sore lewat, bisanya mulai setengah lima sudah ada bus yang
lewat. Jadi yaa mau pamit kembali dulu ke Barabai. Bulan depan sudah libur
semesteran dan juga bertepatan dengan puasa Ramadhan, kalau Ana suka kita
banyak waktu untuk bersama”, jelas Ali panjang lebar.
”Aduh.. panjang
lebar amat pidatonya”, komentar Ana.
”Bagaimana...dan
juga mau pamit sama mama”, ujar Ali.
”Sebentar aku
bilang dulu sama mama”, kata Ana sambil masuk ke dalam mau bilang sama mamanya.
Sebentar Ana dan
mamanya sudah masuk ke ruang tamu, Ali berdiri kemudian menyalami mamanya Ana,
”Permisi ma ini sudah mau pulang”, bilang Ali.
”Yaa nak Ali
hati-hati aja di jalan”, sahut mamanya Ana.
”Na mau
ikut nggak nih”, canda Ali.
Ketika Ali sudah
pakai sepatu dan akan pergi, Ana tetap mengikuti di sampingnya.
”You mau
kemana Na, mau ikut”, tanya Ali.
“Tadi
disuruh milih mau ikut atau nggak, ini milih ikut lah”.jawab Ana.
“Kalau mau
ikut bawa koper Na, aku nggak punya pakaian untuk you”, seloroh Ali.
“Ikut sampai
persimpangan itu saja Li, tempat nunggu bus”, bilang Ana.
”Setia banget you
Na, sayang disini.... kalau nggak aku akan cium pipi kanan-kirimu Na”, bilang Ali.
”Udah.., tuh
busnya sudah datang”, ujar Ana.
Ali melambaikan
tangannya sebagai tanda akan ikut naik bus tersebut. Sehingga bus berhenti
tepat di tempat Ali dan Ana berdiri.
”Na aku pergi
dulu”, bilang Ali sambil memeluknya.
”Ingat Li awal bulan
depan sudah semesteran, aku tunggu”, bilang Ana.
”Ya Na selamat
tinggal”, bilang Ali sambil naik ke pintu bus.
”Selamat jalan
Li”, jawab Ana bersamaan dengan ditutupnya pintu bus dan bergerak menuju tempat
study Ali kota Barabai.
(bersambung) .
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar