Ceritera ini fiksi, kalau ada kesamaan nama, tempat dan
lainnya dibuat hanya
kebetulan, entri ini sambungan dari entri 20
Oleh: Ramli Nawawi
21. MENAPAK PERJALANAN CINTA
Selesai
mandi dan shalat Asar Ana duduk santai di kursi tamu rumahnya. Ana baru membuka
Majalah Wanita yang baru dibelinya di jalan waktu pulang mengajar di
sekolahnya. Baru sempat membaca judul
naskah yang akan dibacanya, Ana ada mendengar salam dari teras rumahnya. Alaikum
salaam, sahut Ana sambil bangkit dari kursinya dan menuju pintu rumahnya.
”Alhamdulillah,
kejutan banget niih”, pukau Ana melihat Ali yang sudah berdiri di depannya.
”Tapi
tamunya diterima enggak nih”, sapa Ali.
“Ya,
kalau enggak you, aku tanya dulu cari siapa”, sahut Ana.
“Udah,
masuk dulu”, sambung Ana sambil membimbing tangan Ali menuju kursi panjang yang
biasa mereka duduk berdua.
“Enggak
marah ya Na tidak bisa datang sesuai janji”, pancing Ali.
“Kan
you sudah beri kabar, marahnya tu kalau you lengket dengan siswi yang you pilih
untuk mengisi acara pertemuan malam seni itu Li”, tegas Ana.
“Enggak
laaah, Ana sayang”, goda Ali sambil merapatkan duduknya ke Ana.
’Percaya
seratus persen”, cetus Ana.
”Nah
gitu dong”, sahut Ali.
”Sebentar
Li, aku beri tahu mama kalau tamu yang datang sore-sore ini tunangannya Ana,
nanti dikira mama orang lain”, sentil Ana.
Selang
beberapa menit Ana sudah kembali sambil membawa baki yang berisi dua gelas teh
dan toples kue seperi biasa.
”Masih
suka minum teh manis kan Li”, goda Ana sambil meletakkan cangkir teh di meja
depan Ali.
”Tehnya
tetap manis, dan sore ni Ana nya juga lebih manis, dan sejak tadi aku lihat you
tampak segar bugar Na”, balas goda Ali.
”O betul
ya Li, kan Ana mulai Minggu istirahat di rumah, hari ini Senin juga santai di
rumah, kan sudah libur, Kamis sudah mulai puasa kan Li”, jelas Ana.
”Gimana
enggak bahagia nih kalau punya tunangan seperti you Na”, sanjung Ali.
”Sudah lah
pujiannya, ayu minum Li”, ajak Ana
sambil membukakan toples kue untuk Ali.
”Mama
ada Na”, tanya Ali.
“Ada,
tadi sudah aku bilang dengan mama, kalau yang datang tu Ali. Mama hanya bilang,
sekolahnya sudah libur juga ya”, gitu aja terang Ana.
”Lalu
apa you bilang”, tanya Ali.
”Aku
bilang ”ya ma”, gitu aja sambil aku siapin teh nih”, jelas Ana lagi.
”Naah
sekarang ceritera Li”, sambung Ana, ”gimana
nih you bisa datang agak sore,
tak bawa kendaraan juga”, pinta Ana.
”Sejak
tadi aku mau jelasin, mengapa menemui you diwaktu sudah sore gini, tapi you
seperti sudah maklum”, bilang Ali.
Ana
hanya senyum menanggapi ucapan Ali.
”Iyakan
Na”, cetus Ali.
“Baru
turun dari bus rombongan wisata yang menuju ke Barabai kan Li”, sungka Ana.
”Nah
benar kan Na, intuisi you tu banyak tepatnya”, ujar Ali.
”Intuisi
pilih siswi pengisi pertemuan malam seni....”, cetus Ana.
”Kalau
yang itu salaaaahh”, tukas Ali.
”Alhamdulillah”,
tukas Ana.
Sudah
tak terasa Ali menamu di rumah Ana sudah
sejam lebih. Bunyi guntur tanda-tanda akan turun hujan sejak kurang lebih
setengah jam yang lalu sudah mulai kedengaran gerimis.
”Tadi
aku rencana pinjam kenderaan you untuk ke rumah di kampung. Besok pagi aku
kembalikan sekalian mau pergi ke Barabai”, jelas Ali.
”Kan
sudah libur Li, ngapain ke Barabai lagi”, tukas Ana.
”Kendaraan
aku kan masih di Barabai sayang, juga Raport semesteran baru dibagi Rabu lusa,
manisku”, goda Ali.
”Boleh
enggak besok aku ikut ke Barabai bersama you”, balas goda Ana.
”Boleh
enggak oleh mama”, desak Ali.
Belum
sempat Ana bicara, ibunya Ana masuk kamar tamu menyapa Ali.
”Nak Ali
baru pulang dari Barabai ya?”, tanya ibunya Ana.
”Bukan
ma, pulang dari Banjarmasin kemaren ikut rombongan sekolah, tadi turun dari bus
tidak ikut langsung ke Barabai”, jelas Ali.
”Oh gitu...,
sudah hujan nih, kalu mau ke belakang silakan Li”, tawar ibu Ana.
”Enggih
ma”, jawab Ali, bersamaan dengan kembalinya ibunya Ana ke ruang tengah.
”Kayanya
mama menawarkan kalu you mau shalat Ashar Li”, duga Ana.
”Oh
bilang Na sama mama, tadi shalat Asarnya waktu mampir di Masjid kota Rantau
Na”, jelas Ali.
”Kalau
gitu aku ke dalam dulu Li”, cetus Ana.
”Anu ma
”, bilang Ana kepada ibunya:” Ali tu tadi ikut rombongan sekolahnya pulang dari
Banjarmasin, tapi sampai sini tidak ikut langsung ke Barabai, mau pinjam
kendaraan Ana nginap di rumahnya dan besok baru ke Barabai naik bus”, jelas
Ana.
”Oo
gitu, mama hanya nawarkan jangan-jangan nak Ali mau ke belakang tapi
sungkan”, bilang ibunya.
”Mungkin
nanti kalau dia perlu pasti bilang sama Ana, katanya tadi shalat Asarnya juga sudah waktu mampir di masjid kota
Rantau”, jelas Ana lagi.
”Kalau
masih hujan gini jangan biarkaan Ali pergi dulu”, pesan ibunya.kepada Ana.
”Baik
ma”, bilang Ana pendek sambil kembali ke ruang tamu menemani Ali.
Kini Ana
duduk kembali di kursi mengambil posisi berhadapan dengan Ali. Sementara
di luar hujan masih cukup deras.
”Bicara
apa Na sama mama”, tanya Ali.
“Aku
bilang you tu mau pulang ke rumah you, besok baru ke Barabai, Ashar tadi sudah
di masjid Rantau”, jelas Ana.
“Bilang
juga mau pinjam kendaraan you kan?, bilang Ali.
”Sudah,
tapi mama bilang kalau masih hujan jangan pergi”, ujar Ana.
”Kalau
hujannya enggak reda-reda”, tukas Ali.
”Pokoknya
pesan mama jangan pergi”, tegas Ana.
Jam di
dinding ruang dalam rumah Ana terdengar berdentang enam kali. Waktu Magrib di
kota Kandangan bertepatan dengan pukul 18.30, berari kurang lebih setengah jam lagi
waktu shalat Magrib tiba.
”Li, you
dari Banjarmasin, nginap di sana dua malam, kok enggak bawa tas pakaian?”,
tiba-tiba tanya Ana.
”Bawa
Na, tuh aku tingal di teras”, jawab Ali.
“Lo aku
enggak lihat tadi”, tukas Ana.
”Itu
karena sebelum aku ucap salam sudah kutaruh di sana”, jelas Ali.
”Kalu
gitu aku ambil nih”, bilang Ana sambil bangkit langsung ke teras, dan masuk
menjinjing tas punya Ali.
”Apa nih
isinya”, sambung Ana sambil meletakkannya di kursi samping Ali.
”Enggak
apa-apa hanya sarung dan pakaian lainnya”, ujar Ali.
”Kalu
gitu nih sesuai tawaran mama tadi, you silakan ke kamar mandi, ganti pakaian,
kalau mau shalat jamaah dengan aku boleh”, tawar Ana.
”Tawaran
mandi dan ganti pakaian boleh, shalat Magribnya silakan duluan”, kata Ali.
”Shalat
jamaahnya kalau sudah nikah nanti ya Li”, bilang Ana sambil ketawa.
Dengan
membawa sarung dan pakaian penggati Ali mengikuti Ana menunjukkan kamar mandi.
Sementara itu Ana yang mengambil wudhu dan langsung melaksanakan shalat Magrib.
Selesai mandi dan ganti pakaian serta berwudhu Ali kembali ke kamar tamu. Ana
yang sudah selesai shalat, mengamparkan sajadah di ruang tengah. Kemudian
menunjukkan kepada Ali sajadah tempat melaksanakan shalat. Selesai shalat dan
berdoa Ali kembali ke kamar tamu, di sana Ana sudah duduk dan di meja sudah ada dua gelas teh panas
manis untuk mereka berdua.
”Kapan
buatnya Na”, bilang Ali melihat ada dua gelas teh panas.
”Aku
hanya ngangkatnya yang buat mama”, bilang Ana.
”Nanti
bilang sama mama Na, mama sangat baik, sangat perhatian sama Ali, karena itu
tak mungkin Ali akan mengecewakan Ana anaknya”, bilang Ali spontan.
”Itu
yang Ana inginkan Li, setiap akhir shalat Ana selalu berdoa agar perjalanan
cinta kita sampai nanti telah nikah dan shalat kita berdua seterusnya juga akan
berjamaah”,.kata Ana penuh harap.
”Alhamdulillah
Na, hujannya kayanya mulai mereda”, ucap Ali.
“Tapi
you enggak boleh pergi sebelum hujannya reda”, cegah Ana.
“Kalau
enggak reda-reda gimana”, desak Ali.
”Nginap
Li, ada kamar untuk you”, cetus Ana minta kesediaan Ali sambil bangkit dan
duduk di kursi panjang di si samping Ali.
”Untuk
Ana yang kucintai pasti Ali tak akan menolaK”, cetus Ali meyakinkan.
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar