Senin, 23 Januari 2012

HUJAN

Memang tak kusangka sekali kemaren itu akan hujan
Karena nampaknya langit putih bersih saja
Dan sedikitpun tak ada tanda-tanda lain yang nampak
Begitu juga matahari membagi panas ke mana-mana

Tapi nyatanya ada angin dari barat bertiup lambat
Dan ini yang membawa segumpalan awan hitam
Mencari-cari penyentuhan akan turun ke bumi
Melepaskan air yang memperlambat jalannya

Akhirnya ia tertumbuk pada puncak satu gunung tinggi
Hujanpun turun lebat tiada antara waktu lagi
Melalui lereng gunung air meluncur cepat tiada rintangan
Mengisi sungai meresap terus menuju laut

Dan aku yang baru sadar dari renungan lari berteduh
Begitu juga mereka yang sama tak menyangka-nyangka
Tapi mereka semua tak ada yang sekuyup daku
Bahkan mereka bilang hujan ini memang untukku

( Ramli Nawawi, Kandangan)

Sabtu, 21 Januari 2012

TAKDIR CINTA

(Ceritera ini fiksi, pengambilan nama kota, lembaga, lokasi, orang dan lainnya hanya dibuat kebetulan), oleh Ramli Nawawi.

1. REKREASI SEKOLAH

Kandangan Kotaku Manis bunyi judul sajaknya Darmansyah Zauhidi (almarhum), seorang sasterawan Kalimantan Selatan. Di ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Propinsi Kalimantan Selatan inilah Ali dan Ana sama-sama menuntut ilmu. Mereka dipertemukan karena sama-sama bercita-cita menjadi guru bagi bangsa ini. Sebelumnya keduanya sama sekali tidak pernah saling kenal, karena sebelumnya Ali tinggal di desa sedangkan Ana tinggal di kota.

Sekolah Pendidikan Guru mempertemukan mereka berdua. Mereka merupakan peribadi masing-masing diantara 200 orang lebih siswa di sekolah tersebut. Apalagi keduanya duduk di kelas berbeda, sehingga kadang hanya bersama pada kesempatan-kesempatan tertentu saja seperti ketika mengerjakan kegiatan sekolah bersama. Sehingga selama bertahun-tahun keduanya biasa sekedar bertegur sapa.

Suatu hari ketika sekelompok para siswa mengadakan rekreasi tak resmi berkunjung ke tempat bersejarah yang tidak jauh dari sekolah, secara kebetulan karena senggang tidak ada kegiatan, kedua mereka termasuk rombongan yang ikut berangkat. Gunung Layang-Layang tidaklah tempat rekreasi yang menarik, hanya merupakan hutan belukar yang hanya ada gubung-gubuk petani tempat beristirahat melepas lelah setelah menggarap tanaman kebun mereka. Namun tempat ini dulu zaman revolusi menegakkan kemerdekaan, merupakan markas penghadangan terhadap mobil-mobil tentara Belanda yang lewat.

Apa yang mereka cari di tempat yang dari fisiknya ini sangat tidak menarik kecuali keingintahuan sekelompok siswa tersebut mengenali dan merasakan derita perjuangan pejuang-pejuang bangsa ini dalam menunaikan bakti demi bangsa dan tanah air. Di lereng gunung inilah sekelompok siswa sekolah guru tersebut mendaki menuju arah puncak yang sebenarnya tidak terlalu tinggi.

Ketika Ali berhenti mengistirahatkan kakinya, sementara kawan-kawannya yang berjarak sekitar 3 meter di depannya tetap meneruskan perjalanan, ia melihat di rombongan siswa putri yang paling belakang ada juga diantaranya menghentikan langkahnya. Merasa kasihan Ali melangkah mendekatinya.

”Mengapa...tak kuat jalan lagi...?, sapa Ali setelah dekat dengan teman perempuannya yang ia kenal namanya Ana tersebut.
”Kuat... ya kuat sih, tapi ini kakinya nih tumit lecet”, sahut Ana teman sekolah yang sebenarnya jarang bertegur sapa tersebut.
”Jadi gimana...apa mau terus naik dengan sepatu dilepas sebelah”.
”Nggak ah....”.
”Mau kembali...turun”.
”Tunggu teman-teman saja dulu”.
”Kalau begitu numpang berteduh di terasnya lampau (gubung) orang itu kali”, ajak Ali
.
Keduanyapun menuju lampau yang tidak begitu jauh dari tempat mereka berdua. Ketika sampai di depan lampau tersebut Ali mengucapkan salam kepada orang yang mungkin ada penghuninya.
”Alaikum salam.....”, terdengar suara perempuan menyahut sambil membuka pintu.
“ Bu, ini ada kawan kakinya lecet, nggak bisa terus naik bersama kawan-kawan, mau numpang istirahat “, bilang Ali kepada pemilik lampau.
“Boleh, boleh, ayu masuk, tapi maklum ini kan gubung tempat istirahat saja kalu sudah lelah di kebun tu”.
“Tidak apa-apa bu, kami yang banyak terima kasih”, bilang Ana.
”Tidak ada apa-apa nih kecuali air putih”, bilang ibu lampau.
”Mau....?, kata Ali memandang Ana.
” Mereputkan aja ya bu”, kata Ana memandang ibu.
”Tidak...,seumur-umur ibu tidak pernah dapat tamu seperti kamu berdua”, kata ibu lampau yang langsung masuk ke ruang bagian dapur, dan kemudian kembali membawa sebuah cerek dan dua buah gelas.
”Silakan lah seadanya..., ini ibu mau meneruskan kerja ibu di belakang”, katanya ramah.

”Mau juga kan minum, atau puasa nih”, bilang Ana bercanda sambil menuangkan air putih kegelas.
”Kata siapa aku alim, suka puasa segala...?", bilang Ali..
”Ya mungkin ia ya...., kan situ kalau tak disapa tak bicara, ia kan?.
”Kata siapa, kata kawan-kawan perempuanku lah”, kata Ana lagi.
”Ya ...”,sahut Ali,” Kalu aku nyapa kamu atau kawan-kawan perempuanmu diacuhin, malukan..”, sahut Ali, sambil dalam benaknya tak nyangka kalau temannya yang satu ini sebelumnya sudah ada perhatian terhadapnya.
”Wah... benar nih dugaanku, pemalu ya...”, kata Ana sambil memberikan gelas air putih.
”Ya, kalau gitu mulai hari ini aku tak malu lagi menyapamu lebih dulu”. sahut Ali.
”Ya .begitu dong”, kata Ana yang tampak ceria dan sepertinya tidak menghiraukan lagi sakit pada kakinya.

Sementara dari kejauhan sudah terdengar suara kawan-kawan mereka yang turun dari bukit yang akan melewati jalan dekat lampau dimana keduanya beristirahat. Sebelum sebagian mereka yang lebih dulu turun sampai dekat lampau, mereka  berdua sudah berdiri di depan lampau beserta ibu pemilik lampau.
”Ayu... apain kamu ini berdua, tak tahunya hilang tak ikut ke atas”, kata Ani teman dekatnya Ana.
”Maaf  ya..Ni.. ini kakiku lecet, untung ni ada orang asing menemani dan singgah di lampaunya ibu ini, jadi jangan curiga macam-macam ya...” bilang Ana.
”Ah curiga juga boleh kan, dan mulai hari ini tidak jadi orang asing lagi kan ...., iya kan Li”, kata Ani lagi menggoda.
"Wah...wah, ayo kita kita turun aja yo, nanti ketinggalan lagi," sahut Ali mendengar komentarnya Ani..           

Selesai menyalami ibu lampau sambil mengucapkan terima kasih Ali dan Ana serta Ani berjalan turun bukit. Setelah sampai di kaki bukit, mereka mengambil kendaraan masing-masing di tempat penitipan kendaraan, dan pulang dengan membawa kenangan peristiwa yang terjadi di gegiatan rekreasi kali ini
.  
(bersambung ke entri posting tgl. : 30-5-2012)