Selasa, 31 Januari 2017

belajar sejarah menyesuaikan diri dengan masanya



Belajar Sejarah Menyesuaikan Diri dengan Masanya
Oleh: Ds. H. Ramli Nawawi
Belajar sejarah membuat orang menjadi pandai menyesuaikan diri dengan masanya. Sejarah dengan peristiwanya yang sudah lewat dapat dijadikan sebagai cermin kehidupan.

Bahkan J. Russel mengatakan dengan belajar sejarah orang tidak akan tertumbuk pada satu tiang yang sama ntuk kedua kalinya. Kesalahan masa lampau dijaga agar tidak terulang lagi

Sehubungan dengan itu, mempelajari sejarah bukan untuk menghafal nama dan tahun, tetapi melihat gejala dan kejadian serta rangkaian sebab akibat suatu peristiwa. Demikian juga harus menanamkan pengertian ”kenapa” sesuatu terjadi dalam ruang, tempat dan  waktu tertentu.

Sarana yang paling ampuh untuk menanamkan pemahaman sejarah adalah melalui pendidikan terutama di sekolah. Sekolah juga memegang peran penting dalam menanamkan kesadaran sejarah. Oleh karena itu sejak Sekolah Dasar (SD) harus ditanamkan pemahaman dan pengertian sejarah, sampai Sekolah Lanjutan dan Perguruan Tinggi, sehingga menentukan kadar patriotisme dan nasionalisme generasi mendatang.

Perlu diketahui dalam penulisan sejarah tidak jarang mengandung kontroversial, baik dalam rekontruksi peristiwa sejarah yang berada di tingkat nasional maupun daerah. Tetapi berkembangnya obyektifitas kesejaarahan pada masyarakat Indonesia sat ini telah mampu memberikan kesadaran sejarah yang lebih baik, sehingga muncul evaluasi kejernihan berbagai pengungkapan sejarah yang kabur.

Pemahaman sejarah dan penjernihan baik sifatnya umum maupun kesejarahan berhubungan dengan: pertama, adanya pemugaran dan pemeliharaan peninggalan sejarah yang berfungsi untuk bukti sejarah,, kedua monumen sejarah masa lalu keberadaan dan keasliannya perlu perhatian serius, ketiga setiap pelaku sejarah dapat menuliskan biodata dan pengalamanya, keempat adanya koreksi tulisan sejarah dan pementasan derama sejarah  yang berbau legendaris. (HRN)  .
 

Minggu, 22 Januari 2017

berakhirnya kekuasaan belanda di kalimantan selatan (2)



BERAKHIRNYA KEKUASAAN BELANDA DI KALIMANTAN SELATAN (2)
(sambungan)
Oleh: Drs. H. Ramli Nawawi
Situasi vacum pemerintahan ini, karena pemerintah Belanda tidak ada lagi, sedangkan Jepang belum mengatur pemerintahan ( yang ada hanya beberapa  orang serdadu Jepang) kesempatan tersebut digunakan oleh beberapa orang pencuri, dan yang terutama menjadi sasaran adalah orang Cina. Orang-orang Cina ada yang lari ke kampung menyelamatkan diri dan diantara mereka ada yang masuk Islam.
Berita tentang kedatangan tentara Jepang ini yang didesuskan dalam jumlah yang besar, menimbulkan hati kecut bagi Belanda di daerah sebelah selatannya. Berita pendudukan kota Amuntai ini menyebabkan kota selanjutnya , Barabai, Kandangan, Rantau, Mar tapura membuka seluas-luasnya  terhadap kedatangan Jepang. Tak ada satupun perlawanan yang etrjadi.
Baru saja terdengar bahwa kota Amuntai telah jatuh ke tangan Jepang, KNIL dan pemerintah sipil Belanda  melarikan diri ke daerah Dayak Besar, sehingga membiarkan seluruh wilayah Kalimantan Selatan jatuh ke tangan Jepang tanpa perlawanan apa-apa. Untuk menyerahkan kota Banjarmasin kepada Jepang , ditugaskan kepada Wali Kota Banjarmasin Van der Meulen dan kepada Javache Bank Konig. Pembumihangusan terhadap kota pun dilaksanakan oleh AVC pada malam Minggu tanggal 9 dan 10 Februari 1942 kota Banjarmasin menjadi lautan api , seluruh kendaraan militer dirusak dan di jejer di jalan Simpang Sungai Bilu, jembatan Coen di ledakkan, satu-satunya jembatan yang menyeberangi sungai Martapura  sehingga menggetarkan seluruh kota. Begitu pula percetakan ”Suara Kalimantan”  betul-betul dibumihanguskan, dirusak mesin-mesinnya, sedangkan letter-letter  yang masih merupakan zetsel yang ada dalam raam, dibuang ke sungai. Sementara itu percetakan De Endracht yang mencetak” Borneo Post” dan ”Bintang Borneo”, bukan dirusak, akan tetapi turut terbakar dalm komplek toko-toko dan pasar yang dibakar  oleh tentara Belanda (Vernielingscorps). Percetakan ”Suara Kalimantan” memang satu-satunya yang menentang penjajahan, karena itu dinomorsatukan untuk dibumihanguskan. Sedang percetakan lain seperti BanjarmasinsheDrukkery hanya dibuka bagian-bagian pentingnya saja, seperti  piringan tinta dan rol tinta bagian tersebut disembunyikan agar tidak dapat dipergunakan dengan segera oleh Jepang.
Pengrusakan seperti ini juga  berlaku di seluruh Kalimantan Selatan, begitu juga yang terjadi di Barabai.
 Akan tetapi sebelum kota Banjarmasin diserahkan terlebih dahulu kota dibumihanguskan oleh AVC dengan baik.. Seluruh persediaan bensin dekat  masjid Jami, bensin kapal terbang di Banua Anyar, bensin di Bagau, karet di gudang-gudang  Mac Laine Watson di Ujung Murung, bangunan Port Tatas dibakar habis. Sentral  Listrik ANIEM dan pabrik karet Hoktong  hancur sampai tinggal pondasinya saja.            
Rakyat dikerahkan untuk mengangkut persediaan beras di gudang Borsumy dan Big Five lainnya serta diakhiri dengan penggedoran toko-toko Cina dan rumah Belanda yang kosong.
Seluruh alat kekuasaan Belanda  menghilang setelah membuka pakaian seragamnya.
Tentara Rikugun  Jepang (Angkatan Darat)yang datang memasuki Banjarmasin lewat Hulu Sungai pada tanggal 13 Februari 1942 , sebagian datang dengan sepeda, sebagian lagi berjalan kaki. Serah terima kota tidak jadi dilaksanakan karena alasan politik bumi hangus AVC. Walikota Van der Meulen dan Kela Borneo Internaat Smith dan seorang Cina  yang menyambut Jepang dipancung di atas sisa-sisa reruntuhan jembatan Coen.
Tiga hari kemudian barulah Jepang memulai konsolidasi kekuasaannya yang dilakukan  mula-mula oleh Rikugun (Angkatan Darat) yang dikenal oleh rakyat dengan sebutan ”Cap Bintang”, kemudian diambil oper oleh Kaigun (Angkatan Darat).
 (bersambung). (HRN).