Minggu, 31 Januari 2016

Dibalik peristiwa sekitar 17 Agustus 1945



Berita Proklamasi Tersebar Secara
Bisik-bisik di Kandangan

Oleh
Drs. H. Ramli Nawawi

Masa 70 tahun adalah masa alih suatu generasi, karena itu masyarakat Indonesia saat ini sudah sebagian besar adalah orang-orang yang lahir sesudah kemerdekaan.Semakin jauh jarak waktu suatu peristiwa terjadi apalagi bagi mereka yang lahir jauh sesudah peristiwa terjadi, akan semakin rentan terjadinya keliru persepsi tentang peristiwa tersebut
Ketika itulah perlu peran sejarah untuk menjembatani seseorang dengan masa terjadinya suatu peristiwa. Manakala orang tidak mengenal sejarah maka akan terjadi miskonsepsi yang akan membuat seseorang kurang memahami makna sustu peristiwa yang pernah terjadi.
Proklamasi 17 Agustus 1945 yang diperingati dan dirayakan kembali setiap tahun, adalah suatu kejadian besar yang kemudian menentukan jalannya sejarah bangsa Indonesia Proklamasi kemerdikaan 



(bersambung)






                               

Sabtu, 30 Januari 2016

Takdir Cinta

Ceritera ini fiksi, kalau ada kesamaan nama, tempat dan lainnya dibuat hanya
kebetulan, entri ini sambungan dari entri 20
Oleh: Ramli Nawawi

21. MENAPAK PERJALANAN CINTA
Selesai mandi dan shalat Asar Ana duduk santai di kursi tamu rumahnya. Ana baru membuka Majalah Wanita yang baru dibelinya di jalan waktu pulang mengajar di sekolahnya.  Baru sempat membaca judul naskah yang akan dibacanya, Ana ada mendengar salam dari teras rumahnya. Alaikum salaam, sahut Ana sambil bangkit dari kursinya dan menuju pintu rumahnya.
”Alhamdulillah, kejutan banget niih”, pukau Ana melihat Ali yang sudah berdiri di depannya.
”Tapi tamunya diterima enggak nih”, sapa Ali.
“Ya, kalau enggak you, aku tanya dulu cari siapa”, sahut Ana.
“Udah, masuk dulu”, sambung Ana sambil membimbing tangan Ali menuju kursi panjang yang biasa mereka duduk berdua.
“Enggak marah ya Na tidak bisa datang sesuai janji”, pancing Ali.
“Kan you sudah beri kabar, marahnya tu kalau you lengket dengan siswi yang you pilih untuk mengisi acara pertemuan malam seni itu Li”, tegas Ana.
“Enggak laaah, Ana sayang”, goda Ali sambil merapatkan duduknya ke Ana.
’Percaya seratus persen”, cetus Ana.
”Nah gitu dong”, sahut Ali.
”Sebentar Li, aku beri tahu mama kalau tamu yang datang sore-sore ini tunangannya Ana, nanti dikira mama orang lain”, sentil Ana.

Selang beberapa menit Ana sudah kembali sambil membawa baki yang berisi dua gelas teh dan toples kue seperi biasa.
”Masih suka minum teh manis kan Li”, goda Ana sambil meletakkan cangkir teh di meja depan Ali.
”Tehnya tetap manis, dan sore ni Ana nya juga lebih manis, dan sejak tadi aku lihat you tampak segar bugar Na”, balas goda Ali.
”O betul ya Li, kan Ana mulai Minggu istirahat di rumah, hari ini Senin juga santai di rumah, kan sudah libur, Kamis sudah mulai puasa kan Li”, jelas Ana.
”Gimana enggak bahagia nih kalau punya tunangan seperti you Na”, sanjung Ali.
”Sudah lah pujiannya, ayu minum Li”, ajak Ana  sambil membukakan toples kue untuk Ali.
”Mama ada Na”, tanya Ali.
“Ada, tadi sudah aku bilang dengan mama, kalau yang datang tu Ali. Mama hanya bilang, sekolahnya sudah libur juga ya”, gitu aja terang Ana.
”Lalu apa you bilang”, tanya Ali.
”Aku bilang ”ya ma”, gitu aja sambil aku siapin teh nih”, jelas Ana lagi.
”Naah sekarang ceritera Li”, sambung Ana, ”gimana  nih you bisa datang  agak sore, tak bawa kendaraan juga”, pinta Ana.
”Sejak tadi aku mau jelasin, mengapa menemui you diwaktu sudah sore gini, tapi you seperti sudah maklum”, bilang Ali.
Ana hanya senyum menanggapi ucapan Ali.
”Iyakan Na”, cetus Ali.
“Baru turun dari bus rombongan wisata yang menuju ke Barabai kan Li”, sungka Ana.
”Nah benar kan Na, intuisi you tu banyak tepatnya”, ujar Ali.
”Intuisi pilih siswi pengisi pertemuan malam seni....”, cetus Ana.
”Kalau yang itu salaaaahh”, tukas Ali.
”Alhamdulillah”, tukas Ana.

Sudah tak terasa  Ali menamu di rumah Ana sudah sejam lebih. Bunyi guntur tanda-tanda akan turun hujan sejak kurang lebih setengah jam yang lalu sudah mulai kedengaran gerimis.
”Tadi aku rencana pinjam kenderaan you untuk ke rumah di kampung. Besok pagi aku kembalikan sekalian mau pergi ke Barabai”, jelas Ali.
”Kan sudah libur Li, ngapain ke Barabai lagi”, tukas Ana.
”Kendaraan aku kan masih di Barabai sayang, juga Raport semesteran baru dibagi Rabu lusa, manisku”, goda Ali.
”Boleh enggak besok aku ikut ke Barabai bersama you”, balas goda Ana.
”Boleh enggak oleh mama”, desak Ali.    
Belum sempat Ana bicara, ibunya Ana masuk kamar tamu menyapa Ali.
”Nak Ali baru pulang dari Barabai ya?”, tanya ibunya Ana.
”Bukan ma, pulang dari Banjarmasin kemaren ikut rombongan sekolah, tadi turun dari bus tidak ikut langsung ke Barabai”, jelas Ali.
”Oh gitu..., sudah hujan nih, kalu mau ke belakang silakan Li”, tawar ibu Ana.
”Enggih ma”, jawab Ali, bersamaan dengan kembalinya ibunya Ana ke ruang tengah.  
”Kayanya mama menawarkan kalu you mau shalat Ashar Li”, duga Ana.
”Oh bilang Na sama mama, tadi shalat Asarnya waktu mampir di Masjid kota Rantau Na”, jelas Ali.
”Kalau gitu aku ke dalam dulu Li”, cetus Ana.
”Anu ma ”, bilang Ana kepada ibunya:” Ali tu tadi ikut rombongan sekolahnya pulang dari Banjarmasin, tapi sampai sini tidak ikut langsung ke Barabai, mau pinjam kendaraan Ana nginap di rumahnya dan besok baru ke Barabai naik bus”, jelas Ana.
”Oo gitu, mama hanya nawarkan jangan-jangan nak Ali mau ke belakang tapi sungkan”,  bilang ibunya.
”Mungkin nanti kalau dia perlu pasti bilang sama Ana, katanya tadi shalat Asarnya  juga sudah waktu mampir di masjid kota Rantau”, jelas Ana lagi.
”Kalau masih hujan gini jangan biarkaan Ali pergi dulu”, pesan ibunya.kepada Ana.
”Baik ma”, bilang Ana pendek sambil kembali ke ruang tamu menemani Ali.

Kini Ana duduk kembali di kursi mengambil posisi berhadapan dengan Ali. Sementara di luar hujan masih cukup deras.
”Bicara apa Na sama mama”, tanya Ali.
“Aku bilang you tu mau pulang ke rumah you, besok baru ke Barabai, Ashar tadi sudah di masjid Rantau”, jelas Ana.
“Bilang juga mau pinjam kendaraan you kan?, bilang Ali.
”Sudah, tapi mama bilang kalau masih hujan jangan pergi”, ujar Ana.
”Kalau hujannya enggak reda-reda”, tukas Ali.
”Pokoknya pesan mama jangan pergi”, tegas Ana.

Jam di dinding ruang dalam rumah Ana terdengar berdentang enam kali. Waktu Magrib di kota Kandangan bertepatan dengan pukul 18.30, berari kurang lebih setengah jam lagi waktu shalat Magrib tiba.
”Li, you dari Banjarmasin, nginap di sana dua malam, kok enggak bawa tas pakaian?”, tiba-tiba tanya Ana.
”Bawa Na, tuh aku tingal di teras”, jawab Ali.
“Lo aku enggak lihat tadi”, tukas Ana.
”Itu karena sebelum aku ucap salam sudah kutaruh di sana”, jelas Ali.
”Kalu gitu aku ambil nih”, bilang Ana sambil bangkit langsung ke teras, dan masuk menjinjing tas punya Ali.
”Apa nih isinya”, sambung Ana sambil meletakkannya di kursi samping Ali.
”Enggak apa-apa hanya sarung dan pakaian lainnya”, ujar Ali.
”Kalu gitu nih sesuai tawaran mama tadi, you silakan ke kamar mandi, ganti pakaian, kalau mau shalat jamaah dengan aku boleh”, tawar Ana.
”Tawaran mandi dan ganti pakaian boleh, shalat Magribnya silakan duluan”, kata Ali.
”Shalat jamaahnya kalau sudah nikah nanti ya Li”, bilang Ana sambil ketawa.

Dengan membawa sarung dan pakaian penggati Ali mengikuti Ana menunjukkan kamar mandi. Sementara itu Ana yang mengambil wudhu dan langsung melaksanakan shalat Magrib. Selesai mandi dan ganti pakaian serta berwudhu Ali kembali ke kamar tamu. Ana yang sudah selesai shalat, mengamparkan sajadah di ruang tengah. Kemudian menunjukkan kepada Ali sajadah tempat melaksanakan shalat. Selesai shalat dan berdoa Ali kembali ke kamar tamu, di sana Ana sudah duduk  dan di meja sudah ada dua gelas teh panas manis untuk mereka berdua.
”Kapan buatnya Na”, bilang Ali melihat ada dua gelas teh panas.
”Aku hanya ngangkatnya yang buat mama”, bilang Ana.
”Nanti bilang sama mama Na, mama sangat baik, sangat perhatian sama Ali, karena itu tak mungkin Ali akan mengecewakan Ana anaknya”, bilang Ali spontan.
”Itu yang Ana inginkan Li, setiap akhir shalat Ana selalu berdoa agar perjalanan cinta kita sampai nanti telah nikah dan shalat kita berdua seterusnya juga akan berjamaah”,.kata Ana penuh harap.
”Alhamdulillah Na, hujannya kayanya mulai mereda”, ucap Ali.
“Tapi you enggak boleh pergi sebelum hujannya reda”, cegah Ana.
“Kalau enggak reda-reda gimana”, desak Ali.
”Nginap Li, ada kamar untuk you”, cetus Ana minta kesediaan Ali sambil bangkit dan duduk di kursi panjang di si samping Ali.
”Untuk Ana yang kucintai pasti Ali tak akan menolaK”, cetus Ali meyakinkan.

(bersambung)