Rabu, 28 September 2016

22. takdir cinta



                                                  

  TAKDIR CINTA
Ceritera ini fiksi, kalau ada kesamaan nama,
tempat dan lainnya dibuat hanya kebetulan,
entri ini sambungan dari entri 21
Oleh: Ramli Nawawi

22. CINTA DALAM PENANTIAN (1)
Puasa sudah memasuki hari kesepuluh. Berarti Ali sudah kembali ke kampung dari kota tempatnya studinya. Jadi waktu itu sudah memasuki  hari minggu kedua dalam bulan berjalan.
”Sibuk apa ya Li kok nggak ada beritanya”, gumam Ana, pada pagi hari Minggu kedua bulan tersebut.
”Biar aku buat kejutan aja nih, mungkin dia Ali datang hari ini”, gumamnya lagi sendiri.
Ana lalu ke luar kamarnya, ketika ia berdiri di teras rumahnya ia melihat ada kepunakannya  yang masih usia 8 tahun Madi datang ada di pekarangan.
”Di, ikut tante yu”, ucap Ana sepontan.
”Kemana mba ”, sahut bocah kecil ini.
”Ayulah....., tunggu ..., tante siap-siap dulu”, bilang Ana setengah memaksa.
Selang sepuluh menit Ana sudah berpakaian rapi. Memang ia hanya ganti pakaian . Ana sudah biasa walaupun hanya di rumah ia selalu tampil dengan dandanan rapi.
Sebelum berangkat Ana menemui ibunya yang ada di ruang tengah, minta ijin bilang mau bertandang ke tempat teman perempuannya Hadijah bersama Madi keponakannya.  
Ana pergi mengambil kendaraannya yang ada di gudang di samping rummahnya.
“Ayu Madi naik”, bilang Ana kepada keponakannya, yang ia sendiri sudah ada di atas kendaraanya siap berangkat.
Dalam perjalanan Ana berpikir memang kemungkinan Ali akan datang menemuinya pada hari ini. Yang Ana agak kesal, mengapa sudah pulang kampung, sudah dalam satu kota, tapi tak ada beritanya. Ana memang main ke tempat Hadijah kawan sekelasnya dulu.

Dugaan Ana memang benar. Sekitar jam sepuluh pada hari Minggu tersebut, Ali  dengan kendaraannya memasuki pekarangan rumah Ana. Ibu Ana yang kebetulan ada di pekarangan rumah, melihat Ali masuk dan memarkir kendarannya, lebih dulu menyapa Ali.
”Nak Ali nggak janjian ya dengan Ana”, sapa ibunya Ana ketika Ali mendekatinya mengucapkan salam dan mencium tangan ibunya Ana.
”Nggak ma ”, sahut Ali singkat.
”Tadi Ana dengan keponakannya, bilang mau bertandang ke tempat Hadijah temannya,” bilang ibunya Ana.
”O... nggak apa-apa ma”, sahut Ali.
“Nak Ali mau masuk dulu mungkin hanya sebentar”,  ajak ibu Ana menawarkan Ali menunggu masuk rumah.
“Nggak ma, biar saya ada keperluan pergi dulu, nanti akan kembali”, terang Ali.      
Ali kembali mengambil kendaraannya dan menaikinya sambil bilang permisi kepada ibunya Ana. Selanjutnya Ali hanya berputar-putar dengan kendaraannya sambil sekali-sekali singgah di depan dua gedung bioskop yang pada setiap pagi  hari Minggu memutar filem nasional juga filem dari negara luar.

Sementara Ana yang pergi bertandang ke rumah teman perempuannya, hanya karena kekesalannya terhadap Ali, juga tidak lama, tidak sampai setengah jam. Ana dan kepunakannya  kemudian kembali ke rumahnya. Ketiba tiba dan masuk pekarangan rumahnya, ibunya masih ada di pekarangan rumah benah-benah tanaman yang ada di pinggir pekarangan .
“Tidak janjian ya Na sama Ali”, bilang ibunya ketika Ana sudah turun dari kendaraannya.
”Mengapa Ma”, sahut Ana singkat.
”Barusan saja tadi Ali datang, dan kubilang kau ke tempat temanmu, lalu dia bilang mau pergi dulu dan nanti akan kembali”, jelas ibunya Ana.
”Ali bilang akan kembali Ma?, sambung Ana.
”Katanya begitu”sahut ibunya.
Ana menurunkan Madi kepunakannya dari kendaraannya, sambil bilang:”Madi mau pulanga ya?”tanya Ana.
”Ya, tanate, Nek Madi mau pulang”, sapa Madi kepada neneknya.
”Hati-hati, jalannya di tepi aja”, pesan neneknya.
“Ya”, sahut Madi pendek.
Setelah menaruh kendaraan di samping rumah, Ana bersamaan dengan ibunya masuk ke rumah. Ibu Ana langsung ke ruang dapur, sedangkan Ana masuk kamarnya.

Mendengar pesan Ali kepada ibunya Ana, kalau ia akan datang lagi, Ana sengaja tidak ganti pakaian rumah. Mengingat bahwa Ali akan datang ia hanya merapikan dandanannya. Baru sempat duduk sebentar di kursi di kamarnaya, Ana mendengar ada kendaraan masuk pekarangan rumahnya. Ali melihat ada kendaraan Ana di samping rumah, Ali juga langsung memarkir kendaraannya di samping rumah Ana.
”Kayanya ada orang asing datang”, sambut Ana yang sudah berdiri di teras ketika Ali sudah ada di depan teras rumah.
Ali tidak menjawab, ia langsung melepas sepatunya, dan naik teras di mana Ana berdiri menantinya.
”Silakan masuk Ana sayang”, bilang Ali sambil memegang tangan Ana.
”O..ya, untuk hari inii tamunya itu Ana atau Ali”, sambung Ana.
”Hampir saja, kalau tadi aku yang duluan datang, ya tamunya you, tapi karena you yang duluan datang ya Ali lah tamunya”, ujar Ali.     
”Nyindir nih....:”, bilang Ana sambil keduanya bersamaan duduk berdampingan di kursi panjang yang biasa mereka lakukan.
”Nggak”, bilang Ali pendek.
”Ana tahu bukan itu jawabannya yang ada di hati you”, ujar Ana.
”Yang benar aku mestinya bilang apa”:, sungka Ali.
”Kecewa kan, you datang Ana nggak ada di ruamah”, ujar Ana menatap wajah Ali.
”Sedikit saja....”, bilang Ali.
”Iyakan .....Ali kasihku ...., tapi Ali ku kan sudah libur lama, kok nggak ada beritanya, apalagi menemui tunanganya”, balas Ana.
Ali tidak menjawab, ia hanya memandangi wajah Ana sambil menggenggam tangan tunangannya.
Ana juga hanya menunduk, ia telah berkata jujur, kalau ia tadinya kecewa mengapa ketika dalam suasana libur panjang, bahkan telah berada di kota yang sama, tapi malah tak ada beritanya.
Setelah beberapa saat tidak ada saling bicara, Ali kembali menggenggam tangan Ana yang masih duduk di sampingnya.
”Rindu ya Na”, ucap Ali singkat.
Ana hanya menjawab dengan senyuman.
”Inikan baru hampir jam sepuluh, kita jalan you Na”, ajak Ali.
Ana yang sudah terlepas kecewanya terhadap Ali, langsung mengiyakan, dan lalu bangkit minta ijin kepada ibunya.
”Bagaimana”, bilang Ali begitu Ana sudah masuk kembali ke ruang tamu
”Pesan mama ini puasa, jadi pergi jangan lama-lama”, ujar A na.   
(bersambung)

Senin, 26 September 2016

berakhirnya kekuasaan belanda di kalimantan selatan



BERAKHIRNYA KEKUASAAN BELANDA
DI KALIMANTAN SELATAM

Disusun oleh: Drs. H.Ramli Nawawi

Dalam tahun 1941, jauh sebelum pecah Perang Pasifik, orang-orang Jepang yang tinggal di Kalimantan Selatan telah dipanggil pulang ke tanah airnya. Bertahun-tahun mereka telah tinggal di daerah ini, sebagai perintis dan pelaksana kolone ke V pemerintahnya. Jumlah mereka tidak banyak, terdiri dari pengusaha perkebunan Danau Salak dan Pelaihari, pengusaha paberik karet Nomura, pengusaha toko N.ABE dan Takara, dokter Kojen kan, dokter gigi Shogenyi, tukang cukur dan tukang potret.     

Untuk menghadapi perang Pasifik, Belanda sibuk dengan mobilisasi. Orang Belanda, Cina peranakan, orang Belanda, dimasukkan ke dalam Stadswacht (Pasukan Pengawal Kota), Luchtbeschermings Dienst atau LBD (Penjaga Bahaya Udara), Afweer en Vernielings Corp (AVC-Pasukan Pelawan dan Pengrusak) serta kesatuan lain di bawah KNIL.Mobilisasi ini terjadi di tiap-tiap kota seluruh daerah Hulu Sungai dan sebagai pusatnya  di Banjarmasin.Mereka mengadakan latihan perang-perangan sehingga betul-betul Belanda sudah siap jika Jepang datang.

Ketika perang pecah, panik memuncak, sebagian besar orang-orang sipil Belanda dan Cina mengungsi bersama KNIL, dengan kapal ke Jawa. Pada tanggal 8 Pebruari 1942, berangkatlah rombongan pengungsi terakhir dengan kapal TOBA yang diperlengkapi dengan pelampung dan rakit-rakit , tambahan apabila ditenggelamkan oleh musuh. Untuk pertama kali rakyat menyaksikan serangan Jepang terhadap Catalina Belanda di atas Barito.

Ketika Balikpapan jatuh sebagian tentara Jepang menerobos hutan-hutan ke arah Hulu Sungai Utara dan naik ke Muara Uya bagian ter utara dari Kalimantan Selatan dan berbatasan dengan Kalimantan Timur. Tentara Jepang tiba di Tanjung dengan berjalan kaki, ada juga yang bersepeda yaitu sepeda yang dirampas dari penduduk waktu dalam perjalanan . Jumlah tentara Jepang yang datang itu cukup banyak dan segar-segar. Ketika sampai di Tanjung tentara Jepang tersebut mencari Idar, sebab sejak zaman Belanda Idar menjabat sebagai Pembekal. Oleh pimpinan tentara Jepang tersebut, Idar harus membantu setiap datang tentara Jepang yang lewat nanti dengan diberi tanda merah dengan huruf  dan bahasa Jepang. Tentara Jepang ini hanya berhenti selama 3 hari, rombongan meneruskan perjalanan ke Amuntai. Kurang lebih dua minggu kemudian datang lagi rombongan tentara Jepang. Mereka yang datang ini naik kuda, jadi tidak berjalan kaki. Sebagaimana tentara yang terdahulu, tentara inipun menemui Idar, dan karena sudah ada ban merah di lengan Idar, hubungan dengan Jepang tersebut berjalan dengan lancar.

Tentara Jepang tiba di Amuntai secara mendadak, tidak lewat jalan raya, tapi jalan sungai dengan perahu. Sehari sebelum tentara Jepang ini masuk kota, pemerintah Belanda membumihanguskan beberapa gudang karet, gudang beras dan yang bersifat vital lainnya. Belanda memperkirakan tentara Jepang yang datang tidak berdaya karenannya. Tentara Belanda, Polisi, Stadswacht  dan sebagainya tak berdaya sama sekali dan masing-masinng melarikan diri dengan membuang senjata ke sungai, sehingga Jepang masuk langsung bisa menyatukan diri denagan masyarakat.Masyarakat pinggiran kota di ajak ke kota mengangkut barang-barang dan membongkar toko segala bahan makanan, toko pakaian.  Dalam hal ini toko Cina menjadi sasaran pembongkaran.

Pada waktu itu yang memimpin kota Amuntai adalah seorang aspiran Controleur Belanda. Aspiran ini ditangkap Jepang dan ditembak, begitu pula dua orang polisi di muka jembatan Paliwara dan dilemparkan ke kali. Jepang menggunakan rumah Controleur tersebut sebagai asrama tentara Jepang. Tentara Jepang yang datang ke Amuntai ini mula-mula hanya 3 (tiga) orang yang menduduki kota Amuntai, kemudian datang lagi 5 (lima) orang dan yang tiga orang terdahulu datang berangkat lagi meneruskan perjalanan ke arah selatan, yaitu Barabai, begitu seterusnya silih berganti, dan seterusnya Banjarmasin.
(HRN, Peneliti Jarahnitra:  ”bersambung”)