Minggu, 26 Juli 2009

Na...ini Joglo nya RT 10 Citra Ringin Mas, kelindung pohon tuh....


niih...lagi pasang2...nyambut 17-an


selesaiii.... ayoo..ngombeee,,,,,


eh tuh, keluar lagi..,mangan ya...,foto dulu ya....


nah...baru mejeng...


mejeng lgi nih.....lengkap...


Perum Citra Ringin Mas

PERUM CITRA RINGIN MAS

Mau ke Perum Citra Ringin Mas?. Mudah aja lo, kalu mau lewat Jalan Reng Road Utara masuk aja ke Jalan Tajam Raya, itu jalan ke arah utara yang terdapat k.l. 50 m di barat Pusat Perkulakan MAKRO yang jual berbagai macam keperlan hidup tu. Nanti anda melewati Pasar Stand, terus k.l. 1,5 km ke utara ada perempatan belok ke timur (ke kanan) kalau tak salah ini Jalan Tajem baru. Terus aja jalan, setelah dua kali belok kiri jalan nyampailah di Perum Pertamina, dari sini tanya ajalah.

Lewat Jalan Solo juga bisa, itu di km 11 ada Jalan Bulog (karena di jalan ini ada Gudang Bulog), terus melewati universitas nih UKRIM sampai mentok, belok kanan-kiri-kiri-kanan, terus aja nyampai pula di Perum Pertamina. Terus aja k.l. 300 m ketemu dengan pohon Beringin besar (konon ini makanya diberi nama Citra RINGIN Mas). Belok aja kanan 100m-an ketemu Gapura Blok A dan Blok B, masuk lagi ada Blok CD dan EF. Tapi masuk kompleks ini bisa juga lewat belakang, itu k.l. 100 m sebelum nyampai pohon beringin, di samping tukang kayu ada jalan baru belok kanan (timur) juga lebih mudah nyampai ke Blok EF.

Tuh di atas tu fotonya sebagian dari warga Blok EF yang tadi lagi pasang-pasang umbul2 nyambut 17-an lah. Blok EF ni walaupun rumahnya hanya 20 buah, 15 rumah E dan 5 rumah F, tapi ini walau hanya 20 rumah punya Rt sendiri lo, RT 10. Tadi sudah lihat kan kerakatmupakatan warga RT yang kecil ini, iya ngga mas Bagyo.

Mau ke Pasar Terapung, carter aja perahu di samping jembatan Antasari ini


Ibu-ibu bawa hasil kebun atau belanja ke Pasar Terapung?


"Pasar Terapung", dari pameran foto


Sabtu, 25 Juli 2009

Pasar Terapung

PASAR TERAPUNG
Oleh: Drs. H. Ramli Nawawi
Pasar Terapung Kalimantan Selatan memang unik di benak masyarakat luar Kalimantan. Kalau kita lagi berada di luar daerah tidak jarang ditanya apa tidak takut jatuh masuk air. Pertanyaan yang memberi kesan bahwa mereka banyak memperhatikan dan tertarik dengan keadaan sebenarnya dari Pasar Terapung yang mereka sering lihat di tayangan televisi tersebut.

Keberadaan Pasar Terapung di muara Kuwin memang tumbuh bersamaan dengan adanya komune-komune yang secara tetap mendiami daerah sekitarnya. Karena itu kalau kita melihat ke belakang, Kuwin adalah perkampungan yang menjadi pusat hunian awal masyarakat dagang yang mendiami kawasan ini.

Pedagang-pedagang Melayu memang ada sejak sebelum terbentuknya Kerajaan Banjar, mereka membuat pemukiman di sekitar muara Kuwin. Mereka hidup berdampingan dengan suku-suku Dayak yang ada di sekitarnya. Masing-masing kelompok dipimpin oleh seorang kepala suku yang disebut Patih.

Di samping Patih Masih (Masih dalam bahasa Ngaju berarti Melayu) pimpinan kelompok orang Melayu, terdapat pula Patih Kuwin, Patih Balit, Patih Muhur, dan Patih Balitung. Dengan demikian di areal muara Sungai Kuwin dan sekitarnya terdapat lima kelompok suku bangsa yang hidup berdampingan secara damai. Keberadaan masyarakat dan kontak antar kelompok yang mendiami lokasi yang menjadi cikal bakal kota Kerajaan Banjar inilah yang melahirkan pasar di muara Sungai Kuwin, yang sekarang dikenal sebagai Pasar Terapung.

Pasar yang berlangsung di atas berpuluh-puluh perahu berbagai jenis ini lahir secara alamiah. Kondisi alam Banjar yang dikenal sebagai negeri beribu sungai ini memang waktu dulu hanya memiliki prasarana transportasi sungai. Sehingga barang dagangan berupa hasil bumi dan kebun yang dibawa penduduk dari arah hulu sangat mudah dibawa dengan menggunakan perahu.


Demikian pula para pedagang di muara Sungai Kuiwn yang menjual barang-barang seperti kain, barang pecah belah, tembakau dan lain sebagainya yang diperoleh dari pedagang dari Jawa, Makassar, maupun beberapa pelabuhan di Sumatera, untuk bisa cepat dan mudah mendapat pembeli juga menggelar dagangannya dengan perahu di sungai.

Demikian pasar di muara Sungai Kuwin bertambah semakin hidup dan ramai ketika lahir Kerajaan Banjar dengan dirajakannya Pangeran Samudera oleh para patih yang dipelopori oleh patih Masih pada tahun 1526.

Pasar di atas perahu yang kemudian termasuk dalam kawasan Bandar Masih yang menjadi pusat Kerajaan Banjar termasuk salah satu aset sebuah ibukota kerajaan, di samping sebuah istana menghadap lapangan atau pekarangan luas, serta sebuah masjid.

Kini kita hanya ditinggali warisan berupa sebuah Masjid Sultan Suriansyah dan Pasar Terapung. Sementara keberadaan istana sudah hilang karena terbuat dari bahan kayu yang bisa jabuk dan terbakar. Sedangkan sebuah lapangan atau pekarangan luas hilang dalam perjalanan jaman karena banyak orang perlu areal tanah untuk bangunan rumah.

Pasar di atas air yang kini disebut sebagai Pasar Terapung memang sudah berlangsung lama. Ketika pemerintah menetapkan sektor pariwisata sebagai aset untuk meningkatkan devisa negara, maka sejak tahun 1980-an Pasar Terapung ikut mendapat perhatian untuk dijual kepada wisatawan baik domestik maupun wisatawan mancanegara.

Pasar Terapung kemudian menjadi terkenal menasional. Faksi-faksi yang berkepentingan ikut memanfaatkan aset unik ini. Dalam perkembangan kemajuan pembangunan dan teknologi hingga saat ini sudah pula tersedianya jalan darat yang menjangkau pedesaan dan mudahnya mendapatkan kendaraan bermotor membuat adanya alternatif lain untuk memasarkan barang dagangan dari pedesaan, maupun untuk membeli barang keperluan lainnya.

Namun orang Banjar terutama mereka yang mendiami pemukiman yang berada di sepanjang muara Sungai Barito dan sekitarnya tetap akan berkegiatan jual beli hasil bumi dan barang–barang keperluan hidupnya lewat parasarana transportasi air, dan tetap akan menghidupkan kegiatan Pasar Terapung yang bagi orang luar keberadaannya unik ini. (HRN).

Senin, 20 Juli 2009

Di Jabal Rahmah Makkatul Mukarramah


Memahami makna Rajab

MEMAHAMI MAKNA RAJAB

Kita saat ini tengah berada dalam bulan Rajab tahun 1430 H, yakni bulan yang mempunyai makna tersendiri bagi setiap umat Islam. Karena pada bulan ini 14 abad yang lalu terjadi peristiwa besar Isra Mi’raj Nabi Muhammad Saw.

Isra adalah perjalanan Nabi Muhammad Saw di malam hari dari Masjidil Haram Mekah sampai ke Masjidil Aqsa Palestina. Sedangkan Mi’raj berarti naik dari bumi sampai ke Syitratil Muntaha. Dalam rangka memenuhi panggilan Allah Azza wa Jalla.

Peristiwa Isra Mi’raj ini telah diabadikan Allah Swt dalam firman-Nya:
“Maha suci Allah yang telah menjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui (Al-Isra:1)

Peristiwa Isra Mi’rajnya Nabi Muhammad Saw yang terjadi hanya dalam satu malam tersebut adalah peristiwa yang berada di luar jangkauan akal manusia. Karena itu peristiwa Isra Mi’raj merupakan pemantapan iman umat Islam dari sejak zaman Muhammad hingga sekarang. Bagi seseorang yang beriman kepada Rasul Muhammad Saw, maka dia tidak sangsi akan kebenaran segala penghabaran Rasulnya. Walaupun yang diberitakan tersebut di luar jangkauan daya pikir manusia biasa.

Karena itu peristiwa Isra Mi’raj merupakan ujian Allah Swt terhadap keimanan seseorang yang terjadi pada jaman Nabi Muhammad Saw, yakni sejauh mana seseoranng dapat yakin hatinya terhadap sesuatu yang gaib, yang terjadi atas semata-mata kekuasaan Tuhan. Peristiwa Isra Mi’raj berfungsi dalam memisahkan mana muslim yang mukmin, dan mana muslim yang hatinya penuh keraguan.

Memang tujuan Allah Swt mengisrakan dan memi’rajkan Muhammamd Saw, Allah hendak memperlihatkan kepada Rasul Nya tentang tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Nya, memperlihatkan tentang keajaiban ciptaan Nya.

Juga untuk menenangkan hati Rasul, yang ditinggalkan wafat paman beliau Abu Thalib pembela beliau menghadapi orang-orang Qurais penentangnya, dan wafatnya isteri beliau Khadijah yang membela beliau dalam suka dan duka, juga untuk penenang hati beliau karena walau sudah 11 tahun berda’wah masih sedikit pengikut beliau.

Selain itu peristiwa isra mi’rajnya Nabi Muhamad Saw tersebut di jaman kita saat ini bagi kaum muslimin juga merupakan ujian Allah Swt terhadap keimanan umat yang mewarisi keislaman yang di syiarkan Muhammad Saw pada 14 abad yang lalu itu. Apakah seseorang merupakan orang yang yakin akan kekusaan Allah yang tak terbatas, atau ia seorang yang ragu terhadap kejadian yang dikehendaki Allah Swt yang tak terjangkau oleh ratio manusia tersebut.

Demikian juga ketika terjadi berbagai musibah melanda bumi, melanda segolongan umat manusia, maka itu juga merupakan seleksi yang memisahkan antara orang-orang muslim yang ingat dan sadar akan kekuasaan Allah, sehingga mereka tergolong orang-orang yang sabar, dan kemudian meningkatkan ketaqwaannya dan ibadahnya, serta berdoa dan meminta pertolongan hanya kepada Allah Swt.

Sementara mereka yang lupa kepada Allah Swt, akan semakin jauh kepada Allah, maka mereka meminta pertolongan dan berdoa dengan mempersembahkan sesaji, sehingga mereka termasuk golongan orang yang ingkar (musyrik) kepada Allah Swt.

Dengan memahami makna Rajab bulan diisrakan dan dimi’rajkannya Rasul Muhammad Saw pada 14 abad yang lalu itu, semoga kita termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapatkan berkah dan hidayah Allah Swt.

Bukan termasuk golongan orang-orang yang tidak yakin akan kekuasaan-Nya, sehingga tidak selalu berdoa meminta kehidupan bahagia, dan tidak meminta perlindungan dari berbagai bala benccana kepada-Nya. Padahal Allah Swt adalah pemilik dan pengatur alam semesta ini. (HRN, dari berbagai sumber).

Jumat, 17 Juli 2009

Mappanre Tasi upacara tradisional masyarakat pantai Pagatan (Kalsel). Foto Sanro (pimpinan upacara/pici putih menerima sesajen dari tetuha masyarakat.


Sanro turun panggung menuju ke laut


Perahu Sanro dan perlengkapan upacara serta kapal2 lainnya menuju agak jauh ke laut


Sanro meletakkan/menenggelamkan sesajen ke laut


Masyarakat yang hadir saat upacara Mappanre tasi


Mappanre Tasi upacara tradisional

MAPPANRE TASI’
Upacara Tradisional Masyarakat Pantai Pagatan
Kalimantan Selatan

Upacara tradisonal pesta laut Mappanre Tasi’ adalah upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat nelayan di Pagatan, ibu kota Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (dulu ketika rekaman ini dibuat tahun 1990 Pagatan masih sebagai ibu kota Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Kotabaru). Upacara tradisional ini diselenggarakan secara turun temurun sejak ratusan tahun yang lalu.

Menurut informasi dan data yang dikumpulkan kegiatan yang dilaksanakan secara terbuka dan melibatkan masyarakat sekitarnya dimulai pada tahun 1901. Ketika itu pelaksanaannya diprakarsai oleh Kepala Toa (Kepala Desa) yang pertama di Desa Pejala bernama La Muhamma. Kemudian oleh para penerusnya upacara ini ditradisikan setiap tahun yang kegiatannya dilaksanakan pada minggu pertama bulan April.

Sejak ditetapkannya tanggal 6 April 1969 sebagai Hari Nelayan, maka pelaksanaannya disesuaikan dengan hari nelayan tersebut. Namun apabila bulan April bersamaan dengan bulan suci Ramadhan, maka waktunya dapat digeser ke bulan berikutnya.

Pesta laut Mappanre Tasi’ sebagai suatu tradisi dalam pelaksanaannya diadakan sesajen dan sesembahan lainnya berupa ayam, telor, pisang, nasi ketan, ayam hitam dan kuning, serta peralatan upacara sesuai dengan ketentuan yang pernah dilakukan. Berikut ini urut-urutan pelaksanaan kegiatan upacara Mappanre Tasi’ pada hari puncaknya yang direkam Bidang Sejarah dan Nilai Tradisional pada tanggal 6 Mei 1990.

Pagi sekitar pukul 09.00 WIT, rombongan Sanro (dukun) dengan diiringi tabuhan rebana (tarbang) membawa kelengkapan upacara adat memasuki tempat upacara dan menempati ruang panggung yang telah disediakan. Pembukaan acara diawali dengan tarian Tapung Tawar sebagai ucapan selamat datang untuk para tamu yang hadir atau diundang. Selesai tarian, makanan dan kelengkapan upacara adat lainnya oleh tetuha adat/sesepuh kampung diserahkan kepada Sanro yang memimpin upacara. Selesai penyerahan Sanro beserta pengikut upacara yang membawa sesajen dan kelengkapan upacara diberangkatkan ke laut sebagai acara puncaknya.

Untuk menuju ke laut, Sanro dan pengikutnya menaiki perahu gandeng berhias yang secara khusus dibuat dan diikuti oleh beberapa perahu/kapal lainnya. Tempat yang dituju lokasinya telah ditentukan beberapa mil ke laut berdasarkan komando Sanro yang memimipin upacara. Sesampainya di lokasi, dinyalakan pedupaan yang sudah disiapkan.

Menandai dimulainya upacara puncak ini dibunyikan petasan sebanyak tiga kali. Menurut kebiasaan pada saat persiapan upacara yang dilakukan oleh Sanro, maka peserta upacara yang menumpang di perahu/kapal lain diharuskan mengelilingi perahu Sanro berturut-turut tiga kali. Sementara itu Sanro asyik membaca doa-doa (atau mantra).

Persemabahan atau kegiatan yang dilakukan di laut adalah menyembelih ayam hitam yang darahnya dialirkan ke permukaan laut. Kemudian nasi ketan diletakkan di permukaan laut sebagai simbol penyerahan berupa sajian. Kalau pada tahun-tahun yang lalu semua sesajen dibenamkan ke laut, maka kini hal itu tidak demikian lagi. Semua benda atau makanan, termasuk sesajen berupa ayam hitam yang disembelih selesainya upacara dimakan bersama-sama. Upacara di laut ini berlangsung kurang lebih tiga jam.

Berbeda pula dengan pelaksanaan tahun sebelumnya, bahwa ketika ayam hitam selesai disembelih langsung dibenamkan ke laut dan bersamaan dengan itu para peserta upacara pun menceburkan dirinya bersama semua barang sesajen yang dibawa. Mereka tidak boleh meninggalkan tempat upacara sebelum ayam yang dibenamkan ke laut itu timbul mengapung di permukaan. Apabila ayam persembahan itu telah mengapung di permukaan laut, maka mereka berebut untuk mengambilnya, dan uapacara pun dinyatakan selesai.

Namun pelaksanaan tahun 1990 tersebut hal-hal seperti diungkapkan di atas sudah semakin di kurangi, terutama yang dianggap menimbulkan pertentangan dan bisa dikatakan merusak aqidah agama (Islam) yang mereka anut. Sehingga kegiatan yang dilakukan tidak lebih hanya berupa upacara adat biasa sebagai tanda kesyukuran. Dengan kata lain upacara Mappanri Tasi’ adalah pesta nelayan yang merupakan salah satu sisi budaya daerah.

Dengan demikian pada penyelenggaraan sebagaimana telah disaksikan, selain sekadar memenuhi tradisi yang sudah diadatkan, juga acaranya pun disesuaikan dengan kepentingan kepariwisataan untuk menunjang pantai Pagatan sebagai obyek wisata.

Berdasarkan pengalaman yang demikian itu, pelaksanaannya saat berlangsungnya upacara ini lebih ditekankan kepada bentuk perayaan pestanya, yaitu dengan mengadakan berbagai hiburan rakyat dan perlombaan, seperti asinan (bahagaan), musikiri/kecapi, sepak bola, paduan suara, permainan layang-layang, melukis, demontrasi memasak/membakar ikan, peragaan busana tenun Pagatan, perahu hias, keterampilan pasir, naik pinang, tarik tambang putri, katir, lari karung, mengambil uang di pepaya, meniti tali, lepa-lepa dan lomba dayung.

Demikianlah upacara Mappanre Tasi’ yang secara harfiah berarti memberi makan laut itu sesungguhnya tidak dimaksudkan untuk upacara keagamaan yang berbau syirik. Upacara ini dilakukan hanyalah untuk menunaikan adat yang telah ditradisikan dan untuk memperjelas identitas mereka sebagai masyarakat nelayan yang sumber kehidupannya adalah bergulat di laut. (Sumber: Laporan inventarisasi Bidang Jarahnita tahun 1990).

Minggu, 05 Juli 2009

Ketika bersama staf Bidang Sejarah dan Nilai Tradisional


Sejarah mendidik orang bertindak arif

SEJARAH MENDIDIK ORANG BERTINDAK ARIF

Oleh: Drs. H. Ramli Nawawi

Mungkin sebagian banyak orang Indonesia tahu tentang ungkapan “sejarah adalah cermin kehidupan”. Maksudnya apabila seseorang belajar dan memahami sejarah, ia akan bisa mengetahui kesalahan-kesalahan atau kekurangan-kekurangan suatu tindakan yang perlu diperbaiki, atau sebaliknya tentang kebenaran dan keunggulan yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan, bahkan dipakai untuk bertindak ke depan.

Sementara itu untuk menentukan sikap ke depan, tanpa melihat kenyataan-kenyataan yang dihadapi saat ini, tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan. Demikian juga dalam mempelajari dan memahami keadaan masa kini, tidak akan tepat tanpa mengetahui dan memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya.

Karena itu dalam pendidikan sejarah dikenal “sistem tiga deminsi”, yakni dengan membahas peristiwa-peristiwa masa lalu, kemudian menganalisa peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung (masa kini), maka orang akan melihat gambaran gambaran masa yang akan datang. Dengan demikian orang yang belajar sejarah dengan benar akan dapat membuat kemungkinan-kemungkinan yang harus dilakukan untuk memasuki masa depan.

Tidak bisa dimungkiri juga bahwa ada kaitan berantai antara satu generasi dengan genarasi berikutnya. Umumnya apa yang diwarisi generasi masa kini adalah hasil perjuangan, tindakan, atau prilaku generasi sebelumnya. Sehubungan dengan hal tersebut sejarah bisa mewariskan kebanggaan bagi generasi berikutnya, atau sebaliknya mewariskan suatu kebencian terhadap pendahulunya.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, mungkin bisa kita simak bagaimana sikap dan tindakan mereka yang dikatagorikan sebagai putra-putra terbaik bangsa pada masa hidupnya. Kita mengenal tokoh-tokoh seperti Jenderal Sudirman, Jenderal A. Yani, Ki Hajar Dewantara, dan beberapa tokoh lainnya yang berjasa bagi bangsa Indonesia ini, bukankah mereka itu mewariskan kebanggaan di hati anak cucunya, bahkan di hati bangsa Indonesia pada umumnya.

Tetapi bagi mereka yang keliru langkah, seperti mereka yang terlibat Gerakan 30 September/PKI, yang melakukan korupsi uang negara, atau dicap masyarakat sebagai penjahat, dan lain sebagainya, bukankah mereka yang termasuk kelompok ini setelah meninggalnya mereka itu mewariskan kebencian bagi bangsa pada umumnya, terutama bagi anak cucu mereka sendiri. Turunan dari mereka yang keliru langkah pada masa hidupnya ini tentu akan mewarisi pandangan sinis dari masyarakat.

Menyadari bahwa sejarah akan mewariskan kebanggaan atau kebencian terhadap dirinya, bahkan sadar pula bahwa tidak hanya kebencian tetapi juga penderitaan bagi pewaris mereka yang salah langkah pada masa hidupnya itu, maka bagi orang-orang yang mengerti sejarah hal itu adalah suatu pendidikan yang bisa membuat orang berlaku arif dalam berbuat dan bertindak dalam hidupnya. (hrn: dari berbagai sumber).