Jumat, 24 Januari 2014

PULAU KAMBANG



(Sebuah pulau kecil di muara Sungai Barito)

Pada sekitar tahun 1698 pedagang-pedagang Inggeris membuka kantor dagang di Banjarmasin. Hubungan Inggeris dengan kerajaan Banjar tidak begitu baik. Untuk menghancurkan kekuasaan Inggeris ini, raja Banjar bergantung kepada tenaga penduduk asli golongan Biaju di daerah Barito.
Menurut laporan Hamilton tahun 1757 pada waktu malam hari telah turun ke muara Carucuk ini orang Biaju sekitar 3.000 orang. Mereka menyerang loji dan benteng-benteng Inggeris, sedangkan sisanya menghancurkan kapal-kapal yang berada di sungai Barito.
Menurut ceritera orang-orang tua, bangkai kapal-kapal Inggeris itu lambat laun ditumpuki oleh aliran lumpur dari sungai Barito sehingga menimbulkan sebuah pulau, di tengah-tengah sungai Barito. Pulau inilah yang kemudian dinamakan orang Pulau Kambang.
Istilah Pulau Kambang ini ada dua versi:
Versi pertama mengatakan bahwa tanah yang baru muncul di permukaan air itu mengambang atau menguap. Makin lama makin luas, sehingga pulau itu dinamakan Pulau Kembang atau Pulau Maluap.
Versi yang kedua mengatakan lain lagi. Setelah pulau itu muncul di permukaan air dan ditumbuhi hutan dia menjadi kediaman sekelompok monyet. Orang desa sekitarnya menganggap bahwa monyet-monyet itu tidak lain dari pada orang halus yang memakai sarungan monyet. Kelompok monyet ini dipimpin seekor yang besar sekali. Ia diberi nama si Angggur.
Pulau yang baru muncul ini kemudian dijadikan orang tempat bernazar. Mereka datang ke pulau ini membawa sajen seperti pisang, telor, nasi ketan dan sebagainya. Dan ini selalu disertai mayang pinang dan kembang-kembang. Sajen ini biasanya diberikan kepada kawanan monyet yang ada di pulau tersebut. Pulau tempat berhajat dan menanbur kembang itu disebut orang Pulau Kembang (Kambang).
 (Sumber: M. Idwar Saleh, BANJARMASIH, Proyek Pengembangan Permuseuman Kalsel, 1982).