Rabu, 19 Februari 2014

CERITA ANAK DESA



CERITA ANAK DESA

Digelandanginya malam hingga tua
Dengan harap hati melimpah-limpah
Dan hasrat yang menggelonjak merobek kulit

Dirangkulnya satu bayangan cita-cita
Dengan kegairahan hati penuh hasrat
Namun ia hanya tersungkur hampa

Dan malam lain kepergiannya ditangisi bayi
Ada kabar cahaya dalam jurang tengah rimba
Begitu citanya tetap melonjak-lonjak

Akhir malam dimulainyalah perjalanan
Dilepas tangis anak kekasih
Dimulainyalah langkah kejantanan

Kemudian diserusupinya semak perintang
Tiada hiraukan gatal dan pedihnya luka
Dibayangkannya fajar pagi serba keindahan

Berkat keteguhan hatinya menahan bisa
Ia pulag disuntingi pantulan irama baru
Serta elok-eloknya awan menyongsonginya


(by: ramli nawawi, album 29 Maret 1957)

(HRN: maaf jangan dicopy ke blog lain)

Kamis, 13 Februari 2014

SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI



SYEKH MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI

Oleh: Drs. H. Ramli Nawawi

Syekh Muhammad Arsyad adalah seorang pembaharu di zamannya. Hal itu dapat dibuktikan dalam kitab-kitab karangan beliau, bahwa tidaklah beliau begitu saja menyalin sesuatu pendapat dari kitab yang terdahulu, kecuali sesudah beliau lakukan penelitian ”kuat atau tidaknya” pendapat tersebut. Sebagai ulama di zaman itu beliau seorang pemberani dalam tindakannya, merubah dan menentang faham yang telah berkembang sebelumnya.

Sezaman dengan Syekh Muhammad Arsyad ini telah berkembang faham Wihdatul Wujud yang bersumber dari Al Hallaj. Syekh Muhammad Arsyad menentang faham tersebut. Hal itu dapat dilihat dari dukungan beliau terhadap karya Nuruddin Ar Raniry, yaitu kitab ”Shirathul Mustqim” yang ditulis dalam rangka menentang faham Al Hallaj yang dikembangkan oleh Hamzah Fansyuri di Aceh. Isi kitab Shirathul Mustaqim  tersebut beliau tuliskan di tepi kitab ”Sabilal Muhtadin” hasil karya beliau.

Islam yang masuk ke Indonesia ini adalah menurut Mazhab Imam Syafi’i, karena itu diduga masuknya dari Gujarat. Syekh Muhammad Arsyad adalah seorang yang termasuk dalam aliran ”mujtahid mazhab”, karena beberapa faham beliau terdapat perbedaan dengan penganut-penganut mazhab Syafi’i. Hal seperti ini juga dilakukan oleh Imam Nawawi dan Imam Gazali, yang keduanya terkenal sebagai penganut aliran tersebut.

Sebelum Syekh Muhammad Arsyad menyebarkan Islam  di daerah ini, sudah ada pula orang-orang Arab yang datang ke daerah ini untuk berdagang. Diantara para pedagang Arab tersebut terdapat suku Arab ”Baalwi” (Sayyid keturunan puteri Rasulullah, Siti Fatimah). Mereka ini menggunakan gelar”Sayyid”. Dari mereka inilah secara tidak langsung berkembang faham Syi’ah sampai ke daerah ini, sebagai akibat fanatisme mereka itu yang sangat mengagungkan Saidina Ali dan turunannya. Para Sayyid itu mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam Keraton Banjar. Pengaruh mereka terhadap keraton ini sudah ada sejak zaman Sultan Suriansyah. Dan hal inipun dibasmi oleh Syekh Muhammad Arsyad.

Di daerah ini dikenal ” hukum perpantangan” yang bersumber dari Syekh Muhammad Arsyad. Beliau melihat bahwa dalam masyarakat Banjar utamanya, suami isteri mempunyai andil yang sama dalam membina kehidupan keluarga. Pada umumnya orang Banjar suami dan isteri sama-sama bekerja. Kehidupan ini jelas dapat dilihat dalam keluarga petani. Sehubungan dengan itu Syekh Muhammad Arsyad berpendapat bahwa dalam hal bercerai atau salah seorang meninggal dunia, maka hak milik yang diperoleh selama berumah tangga itu dibagi dua lebih dahulu, selanjutnya baru dilakukan pembagian menurut hukum waris dalam Islam yang biasa. Dan ini satu-satunya pendapat yang tidak pernah difatwakan oleh ulama-ulama di negeri lain, ataupun oleh Imam Syafi’i sendiri

Di daerah ini pada umumnya aliran Thariqat (seperti yang bersumber dari Sofi Al Hallaj, dan lain-lainnya), tidak dapat tumbuh secara terbuka, karena brtentangan dengan faham Sultan yang mengikuti fatwa-fatwa dari Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Juga karena pengaruh-pengaruh Syekh Muhammad Arsyad dalam masyarakat Banjar itu dapat membendung faham-faham tersebut.

Dalam pengajian-pengajian di daerah ini umumnya diajarkan:
1. Ilmu Fiqh, menggunakan kitab Sabilal Muhtadin, karya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
2. Ilmu Tasauf, menggunakan kitab Sairus Salikin karya Syekh Abdus Samad Al Falimbangy, yang telah dibuat sadurannya oleh Syekh Muhammad Arsyad dengan nama Kanzul Ma’rifah.

Syekh Muhammad Arsyad dalam ajaran beliau ”tidak memisahkan Syari’at dan hakekat”. Sebab syaria’at dan hakekat bukan dua hal yang berpisah. Syaria’at tanpa hakekat adalah kosong, dan hakekat tanpa syari’at adalah fasik.

Untuk menyesuaikan tahun Hijriah ke tahun Masehi dapat ditempuh cara: (a) menghitung selisih kedua perhitungan tahun itu, dengan mengingat bahwa tahun Hijriah dimulai pada tahun 622 Masehi, dan (b) bahwa setiap 33 tahun, perhitungan tahun Hijriah ditambah 1 (satu) tahun karena bulan Hijriah hanya terdiri dari 29 dan 30 hari saja.

(Catatan: Semua isi naskah ini hasil wawancara saya dengan seorang Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Banjarmasin tahun 1976, waktu sebagai mahasiswa doktoral jurusan Sejarah Fkg UNLAM Banjarmasin).

(HRN: Maaf naskah ini jangan dicopy ke blog lain).     .