Senin, 24 Oktober 2016
Sabtu, 15 Oktober 2016
23. takdir cinta
TAKDIR CINTA
Ceritera
ini fiksi, kalau ada kesamaannama,
tempat
dan lainnya dibuat hanya kebetulan,
entri
ini sambungan dari entri 22.
Oleh:
Ramli Nawawi
23. CINTA DALAM
PENANTIAN (2)
“Bagaimana ijin
nya mama tadi Na”, tanya Ali.
“lengkapnya
gini, kalau pergi jangan lama-lama ini lagi puasa”, jelas Ana.
”Okey”, bilang
Ali.
Ali dan Ana
keluar pintu bersamaan. Sementara Ali mengambil kendaraan di samping rumah, Ana
menunggu di pekarangan..
”Ayu Na naik”,
ajak Ali ketika kendarannya sudah di
samping Ana berdiri.
”Kemana ni Li”,
tanya Ana begitu ia sudah duduk di sadel di belakang Ali.
”Udah, pegang
erat-erat aja, nanti jatuh diambil orang”, jawab Ali.
”Kencangnya gini
ya”, bilang Ana sambil mencubit pinggang Ali.
”Aduuh, bukan
kencang cubitnya Na, tapi erat pegangnya”, bilang Ali sepontan.
”Ooh, gini”,
bilang Ana sambil melingkarkan tangannya ke pinggang Ali.
”Ya gitu Ana
sayang..”, puji Ali.
Kali ini Ali
membawa Ana pergi jalan-jalan tidak ke arah pusat kota, tapi ke arah pinggiran
kota Kandangan. Karena itu Ali mengarahkan kendaraannya belok kanan dari
pekarangan rumah Ana. Sampai di ujung Jalan Durian Sumur, Ali belok kiri memasuki Jalan Gerilya. Setelah
menempuh jarak kurang lebih setengah kilometer Ali menghentikan kendaraannya di
pekarangna luas bangunan sebuah sekolahan. Karena lagi libur puasa tidak ada
kegiatan di komplik sekolahan ini.
”Kok ada apaan
Li berhenti disini”, celetuk Ana.
“Tapi you
tahukan tempat ini”, sahut Ali.
“Ya tahulah,
tempat sekolah kita dulu”, bilang Ana.
”Ingat ya Na,
yang mana pintu ruang kelas you, dan masih ingat nggak yang mana pintu ruang
kelas aku”, tanya Ali.
”Masa sudah
lupa, bangunan kiri ni itu pintu yang ke
4 ruang kelas kami. Ruang kelas you itu bangunan yang menghadap jalan ni pintu
yang paling
tengah, di samping pintu itu dulu waktu istirahat you sering berdiri berduaan
dengan seorang cewe, ya ganti-ganti, tapi
ada yang istimewa waktu itu tampaknya”, balas Ana.
”You sering
perhatikan itu”, tanya Ali.
”You ge er ya
Li”, bilang Ana.
”Ge
er apa Na:”, tukas Ali.
”Ge er tu gede
rasa disukai banyak teman cewe”, sahut Ana.
”Tapi Ali kan
hanya pernah sekali menulis surat cinta, dan itu hanya untuk Ana”,.jelas Ali.
”You percaya kan
Li, Ana juga hanya pernah sekali membalas surat cinta, dan itu hanya untuk
Ali”, jawab Ana.
”Percaya lah,
karena Ali tahu waktu itu ada orang yang gagal mengharap cintanya Ana”, ujar
Ali.
Sudah lah Li, ya
di sekolah inilah dulu cinta kita tumbuh dan bersemi hingga kini, memang kadang
ada reak-reak masalah, tetapi kita selalu menang terhadap masalah kan Li”, jawab
Ana.
”Udah yu Li,
kita jalan yu, dikirain orang apa lama-lama berdiri di sini”, sambung Ana.
”Okey, ayu naik
Na dan pegang yang erat”, bilang Ali yang sudah di atas kendaraannya.
”Kemana lagi
Li”, bilang Ana sambil naik duduk di sadel di belakang Ali.
”Tenang Na, ini
kita ke Jalan Singakarsa yu, tapi coba lewat Jalan Pemuda”, jawab Ali.
”Nggak kelamaan
ya Li”, Ana mengingatkan pesan ibunya.
Ali tidak
menjawab pertanyaan Ana. Setelah melewati Jalan Parendra, Ali membelokkan
kendaraannya menuju Jalan Pemuda.
Ketika sampai
di ujung Jalan Pemuda sebelum
menyeberang perampatan jalan, Ana minta berhenti di tepi jalan persis di sampng
bangunan gedung Balai Rakyat.
”Apain Na berhenti di sini”, ujar Ali.
”You sudah lupa
ya, di bangunan ini kita pernah berhadir pada acara malam perpisahan sekolah
kita”, sahut Ana.
”Peristiwa apa
ya Na”, tanya Ali, padahal dia ingat semua.
”You kan nyanyi Cinta
Hampa di acara perpisahan itu”, ujar Ana.
”Waduh lupa
Na”, ujar Ali pura-pura lupa.
”Memang waktu
itu you benar mau meninggalkan Ana ya Li”, ujar Ana.
”Ali galau Na
waktu itu, karena Ana sejak rekreasi ke Pantai Takisung, Ana kayanya sudah tak acuh sama Ali”, jawab Ali.
”Ali kan mau
melanjutkan sekolah, tapi tak pernah bilang sama Ana’, jelas Ana.
”Wah itu peristiwa
lama, udah Na naik dulu, tujuan kita kan ke Jalan Singakarsa”, ujar Ali.
Tanpa bicara Ana
naik duduk di sadel kendaraan, hatinya sedih mengingat peristiwa itu. Selama
dalam perjalanan baik Ali maupun Ana tidak bicara apa-apa. Ketika melewati sebuah
rumah asrama puteri tempat tinggal Ana dulu, Ali berucap: “Asrama you dulu Na”,
kata Ali.
Ana
tidak merespon ucapan Ali. Ia justeru ingat kelanjutan peristiwa sehabis
selesai malam perpisahan sekolahnya dulu itu.
Setelah berjalan
kurang lebih lima belas menit, Ali menghentikan kendaraannya. Tapi karena rumah
asrama Inderakila tempat tingal Ali dulu tampak terkunci, Ali meneruskan ke
asrama Darmapala yang berjarak kurang lebih dua puluh lima meter di sebelahnya,
Ali berhenti di halaman asrama tersebut.
”Apain Li
singgah disini”, ujar Ana.
”Mau suwan sama
bibi asrama yang tinggal di bagian belakang asrama ni”, ujar Ali.
Bersamaan dengan
ucapan Ali, bibi asrama tampil di pintu papilyun asrama.
“Ali ya, lama
ngak kesini nih”, ujar bibi asrama.
“Kenal sama Ana
ya bi”, bilang Ali menunjuk ke arah Ana.
”Kenallah, yang
sering kan datang di asrama sebelah, tapi pernah juga dengan temannya kesini”,
jawab bibi.
”Silakan masuk,
ya silakan mau duduk dimana saja, tapi tak ada minuman kan lagi puasa nih”,
sambung bibi sambil meninggalkan Ali dan Ana.
”Santai disini
aja yu Na”, bilang Ali sambil mengajak Ana duduk di kursi di ruang tengah
asrama.
”Pernah ke
asrama ini ya Na”, sambung Ali setelah mereka duduk sejajar berdampingan.
”Ya pernah dulu
menemani kawan Ani menemui bapa asrama ini”, ujar Ana
”Tapi kalau ke
asrama sebelah sering kan Na”, sungka Ali.
”Seingat you Ana
berapa kali ya datang ke asrama you”, tukas Ana.
”Lupa, tapi yang
tak pernah terlupakan, you datang besoknya setelah acara malam perpisahan
dulu”, ujar Ali.
”Karena waktu
pulang acara malam perpisahan Ana minta you tunggu besoknya kan di asrama,
untuk memastikan apakah Ali tu memang akan meninggalkan Ana”, jelas Ana.
”Ya tak pernah
terlupakan, karena pertemuan itu menyelesaikan
kesalahpahaman antara kita”, bilang Ali.
”Iyakan Li,
kalau Ana tidak datang waktu itu, tidak ada Ana bersama Ali hari ini”, bilang
Ana yang waktu itu berusaha menyelamatkan cinta mereka.
”Takdir cinta
kita Na, tak akan terpisahkan”, ujar Ali sambil merapat ke Ana dan memeluknya.
”Puasa Li”ujar
Ana mengingatkan.
”Udah, pulang yu
Na, aku suwan dulu sama bibi”, kata Ali.
Ali masuk ke
belakang bagian asrama suwan sama bibi, sementara Ana keluar menunggu di
pekarangan. Sebentar Ali sudah juga di pekarangan. Ali menaiki kendaraannya,
dan minta Ana naik di belakangnya.
”Pegang Na”,
ujar Ali sambil memacu kendarannya, pulang ke rumah Ana.
(bersambung) i
Jumat, 14 Oktober 2016
proklamasi 17 mei 1949
MENGAPA DISUSUN DAN DIPROKLAMIRKAN
PROKLAMASI 17 MEI 1949
Oleh:
Drs. H. Ramli Nawawi
Pada
masa perjuangan menegakkan Proklamasi 17 Agustus 1945, di Kalimantan Selatan oleh
tokoh-tokoh pejuang di daerah ini telah dibentuk sebuah organisasi kemiliteran ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) Divisi
IV (A) Kalimantan Selatan. Organisasi ini merupakan bagian dari Markas Besar
ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan yang berkedudukan di Mojokerto (Jawa
Timur) dengan Panglimanya Letkol. Zakaria Madun dan sebagai Kepala Staf Mayor
Firmansyah. Pelantikan Markas Besar ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan ini
berlangsung di Palace Hotel Malang pada tanggal 4 April 1946. Untuk daerah
Kalimantan Selatan organisasi ini disebut Divisi IV (A), karena untuk Divisi IV
(B) direncanakan untuk daerah Kalimantan Timur, dan Divisi IV (C) untuk daerah
Kalimantan Barat.
ALRI
Divisi IV (A) Kalimantan Selatan ini merupakan kesatuan tingkat Batalyon dengan
nama Batalyon Gerakan Rahasia ALRI Div. IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan. Peresmian
berdirinya Batalyon ALRI Div. IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan ini pada tanggal 18 Nopember 1946 oleh Letkol.
Asli Zuchri dan Letda Mursyid utusan dari Markas Besar ALRI Divisi IV Mojokerto.
Sebagai Komandan Batalyon dilantik Hassan Basry.dan Batalyon ALRI Divisi IV (A)
ini berkedudukan di Kandangan.
Bersamaan
dengan terbentuknya Batalyon Gerakan Rahasia ALRI Divisi IV (A) Pertahanan
Kalimantan ini, Belanda mulai melancarkan operasi kolonialnya. Menjelang Agresi
Militer I (2-7-1947) yang dilancarkan di Jawa dan Sumatera, di Kalimantan
Selatan tentara dan polisi Nica Belanda melancarkan aksi pembersihan terhadap
satuan gerilya yang berkedudukan di sekitar Lapangan Terbang Samsudin Noor dan
menggagalkan usaha sabotage yang dilancarkan pasukan gerilya kota di sekitar
pelabuhan Banjarmasin.
Sementara
itu Persetujuan Linggarjati yang ditandatangani
pada bulan Maret 1947 menetapkan bahwa
Belanda hanya mengakui de facto Republik Indonesia atas Jawa-Madura dan
Sumatera, sedangkan daerah lainya termasuk Kalimantan Selatan tetap berada
dalam penjajahan Belanda.
Akibat
politik dari Persetujuan Linggarjati Kalimantan Selatan terputus dengan
Republik Indonesia yang beribukota di Yogyakarta. Karena Kalimantan Selatan
berada di luar Republik Indonesia, maka jabatan gubernur Kalimnantan yang
dijabat Ir. Pangeran Muhammad Noor dihapuskan. Demikian pula hubungan Batalyon
ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan juga terputus dengan Markas
Besar ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan yang waktu itu pindan ke Tuban. Bahkan Markas Besar ALRI
Divisi IV Pertahanan Kalimantan di Tuban dibubarkan. Sebagai gantinya dibentuk
Brigade IX dari Seberang dengan komandannya Mayor Firmansyah.
Dalam situasi demikian maka tokoh-tokoh pejuang
Kalimantan Selatan hanya ada satu pilihan yaitu harus mengorganisir kekuatan
sendiri, kalau tidak dihancurkan oleh musuh. Dalam situasi putusnya hubungan dengan Markas Besar ALRI Divisi IV yang
kemudian berubah menjadi Brigade IX tersebut, maka pada pertengahan tahun 1947
untuk kelanjutan perjuangan di Kalimantan Selatan terbentuk Markas Besar
berkode RX-8 Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan.
Organisasi
Markas Besar RX-8 ini dipimpin oleh Hassan Basry sebagai Komandan Batalyon,
sedangkan Kepala Stafnya dipegang oleh H. Abrani Sulaiman,.dengan pusat Markas
Besarnya di Birayang.
Dengan
dibentuknya organisasi baru ini perjuangan bersenjata di Kalimantan Selatan
ditingkatkan serta melakukan tindakan terhadap faktor-faktor yang melemahkan perjuangan,
seperti pembersihan mata-mata atau kaki
tangan Belanda,
Organisasi
baru ini juga kemudian berhasil merangkul kekuatan di luar ALRI dengan
membentuk organisasi gabungan, yaitu: Sentral Organisasi Pemberontak Indonesia
Kalimantan (SOPIK). Sehingga organisasi kemiliteran ini kemudian dikenal dengan SOPIK Divisi
IV. Sebagai Komandan Batalyon dan Kepala Stafnya tetap dipegang Hassan Basry
dan H. Abrani Sulaiman.
Kegiatan operasional militer dari Markas Besar
SOPIK ALRI Divisi IV dimulai dengan melakukan pencegatan terhadap konvoi truk
tentara Belanda di Hambawang Pulasan. Pertempuran ini langsung dipimpin oleh
Kepala Staf H. Abrani Sulaiman dan merupakan pertempuran yang terbanyak
mendatangkan korban dari pihak Belanda. Sebuah truk dari konvoi tersebut dapat
ditembak dan jatuh terbalik masuk jurang yang mengakibatkan semua tentara
Belanda dalam truk tersebut sekaligus tewas. Dari pihak ALRI dua orang gugur
bernama Made Kawis, satu orang lagi tertangkap dan langsung ditembak mati oleh
Belanda.
Setelah peristiwa pertempuran Hambawang Pulasan
tersebut kontak senjata antara SOPIK
ALRI Divisi IV dengan Belanda terus terjadi. Menghindari serangan Belanda
kedudukan Markas Besar SOPIK juga kemudian berpindah-pindah dari Haruyan ke
Pagat, Haliau dan Hantakan, seterusnya di mana ada Pimpinan Umum dan Kepala Staf
di situlah kedudukan Markas Besar. Serta sekaligus menjalankan taktik perang
gerilya, yakni dengan menyerang tiba-tiba dan kemudian menghilang. Penyergapan
musuh dengan tiba-tiba berupa penghadangan yang dikenal dengan istilah
“penyanggulan”.
Sejak bubarnya Markas Besar ALRI Divisi IV
Pertahanan Kalimantan yang berkedudukan di Tuban (Jawa Timur) yang merupakan
induk ALRI Divisi IV (A) Peratahanan Kalimantan Selatan, sehingga di daerah ini
sampai dengan terbentuknya Markas Besar SOPIK ALRI Divisi IV, usaha untuk
melakukan penyusunan dan penyempurnaan organisasi territorial di daerah Kalimantan
Selatan terus dilakukan. Sementara perlawanan terhadap Belanda terus dilakukan
dengan membentuk Sektor-Sektor dan Pangkalan-Pangkalan yang siap berhadapan
dengan tentara Belanda.
Kalau di daerah de fakto RI Jawa dan Sumatera Belanada melancarkan Aksi
Militer II (19 Desember 1948) dengan menyerbu Ibukota RI Yogyakarta, maka di
Kalimantan Selatan 3 hari sebelumnya yakni tanggal 16 Desember 1948 NICA
Belanda menyatakan daerah ini dalam
keadaan SOB (Staat van Oorlogen Beleg). Selanjutnya Belanda melakukan
penangkapan terhadap tokoh-tokoh pejuang dan tokoh-tokoh pimpinan rakyat yang
oleh Belanda dicurigai. (bersambung)
Untuk
menandingi tindakan Belanda melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh pejuang
di daerah Kalimantan Selatan, Pimpinan Umum Markas Besar RX-8 SOPIK ALRI Divisi
IV Petahanan Kalimantan Selatan tanggal 25 Desember 1948 memerintahkan serangan
umum setentak tanggal 1 Januari 1949. Untuk menambah senjata beberapa satuan
lebih dulu melakukan penyerangan terhadap pos-pos Belanda yang terpencil,
seperti terhadap Onderneming Hayup tanggal 27-12-1948, pos Belanda Amuntai
28-12-1948, Paringin 29-12-1948.
Selanjutnya
Serangan Umum dilaksanakan tanggal 1 Januari serangan atas Haruai, Negara 2
Januari, Tanjung 3 Januari, Ampah dan Tamiang Layang 4 Januari, Lapangan Kandis
9 Januari, Sungai Tabuk 9 Januari, Wawai 14 Februari, Tebing Rimbah 17
Februari, serta beberapa tempat lainnya. Penyerangan atau penghadangan terhadap
konvoi militer Belanda di Tungkap Rantau banyak menimbulkan korban kedua belah
pihak.
Di
tengah-tengah berkecamuknya perang perlawanan terhadap Belanda ini Pimpinan Umum menunjuk Gt. Abdurrahman
(Gusti Aman) sebagai korektor untuk memperbaiki susunan organisasi Markas Besar
RX-8 SOPIK ALRI Divisi IV. Gusti Aman mengajak Munir untuk berangkat ke
pedalaman dalam tugasnya sebagai Korektor Susunan, dengan membawa Konsep
Rehabilisasi Divisi IV ALRI (A)
Pertahanan Kalimantan Selatan.
Pada
pertengahan bulan Februari 1949 diadakan rapat anatara pimpinan-pimpinan
gerilya
ALRI
Divsi IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan. Hasilnya Markas Besar RX-8 Divisi
IV (A) Peratahanan Kalimantan Selatan membentuk beberapa Markas Daerah yang
membawahi Markas-Markas Pangkalan, dan tiap Markas Pangkalan mempuyai
Seksi-Seksi.dengan berbagai tugas masing-masing. Di samping itu berusaha
mengadakan hubungan dengan Pemerintah RI atau Pemerintah Darurat di Sumatera
dengan jalan apapun.
Dalam bulan Maret 1949 berlangsung Rapat Umum
bertempat di Malutu. Rapat ini dihadiri oleh utusan-utusan dari daerah-daerah
di Kalimantan Selatan. Dalam rapat ini Budhigawis sebagai Komisaris Gerakan
menjelaskan hal-hal mengenai organisasi, susunannya, dan rencana perjuangan
selanjutnya.
Selanjutnya terjadi beberapa kali rapat-rapat
terbatas dalam rangka penyusunan organisasi. Kemudian pada tanggal 9 ke 10 Mei 1949 berlangsung rapat di Durian
Rabung (Padang Batung) yang dihadiri Pimpinan Umum Hassan Basry, Kepala Staf H.
Abrani Sulaiman, Korektor Susunan Gusti Aman, P. Arya (Munir), Setia Budi, dan
R. Sukadani. Karena terjadi kontak senjata rapat diteruskan besoknya di Pagat
Batu, di mana Pimpinan Umum memberi petunjuk agar segala yang direncanakan dan
telah dimulai perencanaannya, yakni program perjuangan dan program perbaikan ALRI
Divisi IV tersebut, diteruskan di mana saja, dan apabila telah menjadi
keputusan/kebulatan pendapat supaya dibawa kepada Pimpinan Umum di Niih untuk
mendapatkan keputusan terakhir.
Setelah
itu kelompok berpisah menjadi 3 bagian. Kelompok Hassan Basry ke Niih, Kelompok
H. Abrani Sulaiman dan Budhigawis menuju Kalinduku, Haruyan, dan kelompok Gusti
Aman, P. Arya, dan Hasnan Basuki ke Mandapai, Telaga Langsat, Haruyan.
Tiba di Telaga Langsat Gusti Aman, P. Arya dan
Hasnan Basuki meneruskan penyusunan program kerja. Susunan yang dihasilkan Pemerintahan
berbentuk Gubernur Tentara, yaitu pemerintahan berbentuk militer sesuai dengan
situasi perang. Karena pada saat itu sudah diketahui pula tentang adanya Pemerintahan
Darurat di Sumatera (karena Yogyakarta Ibukota RI diduduki Belanda), maka perlu
suatu pernyataan atau proklamasi bahwa di Kalimantan Selatan telah berdiri
suatu Pemerintahan Militer sebagai persiapan menghadapi gagalnya Pemerintahan
Darurat di Sumatera serta gagalnya Pemerintahan Pelarian di New Delhi. Sehingga
Kalimantan dipersiapkan untuk dijadikan pusat Pemerintahan Republik Indonesia
sebagai usaha kelanjutan menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Selanjutnya
dalam rapat lanjutan tanggal 15 dan 16 Mei 1949 di Telaga Langsat yang juga
kemudian dihadiri H. Abrani Sulaiman dan
Romansi, dibahas rumusan tentang teks proklamasi, personalia pemerintahan,
program kerja bidang politik dan ekonomi yang akan dijalankan.
Teks
proklamasi disusun bersama oleh Gusti Aman, P. Arya, H. Abrani Sulaiman dan
Budhigawis. H. Abrani Sulaiman menambahkan kata-kata “Kalau perlu diperjuangkan sampai tetesan darah yang
penghabisan “. Lengkapnya proklamasi berbunyi:
PROKLAMASI
Merdeka!
Dengan
ini kami rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan, mempermaklumkan berdirinya
Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI melingkupi seluruh daerah Kalimantan Selatan
menjadi bagian dari Republik Indonesia untuk memenuhi isi Proklamasi 17 Agustus
1945, yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta.
Hal-hal yang bersangkutan dengan pemindahan kekuasaan akan dipertahankan dan
kalau perlu diperjuangkan sampai tetesan darah yang penghabisan.
Tetap
Merdeka.
Kandangan, 17 Mei IV Rep….
Atas nama Rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan
dtt
Hassan Basry
Pagi-pagi
tanggal 17 Mei 1949 Teks Proklamasi serta berkas Susunan Personalia
Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI dibawa untuk ditandatangani Pimpinan Umum
Hassan Basry yang berada di Niih oleh Gusti aman, P. Arya, Hasnan Basuki dan
seorang pembantu bernama Dahlan. Pukul 5 sore rombongan tiba di Niih dan
berjumpa dengan Pimpinan Umum Hassan Basry yang didampingi ajudannya Tobelo.
Rombongan menyerahkan barkas Proklamasi dan berkas-berkas lainnya untuk
dipelajari dan ditandatangani oleh Pimpinan Umum Hassan Basry.
Proklamasi
17 Mei tidak ditandatangani dan dibacakan pada tanggal 17 Mei itu, tetapi
sekitar 3 hari kemudian dengan acara selamatan yang sederhana. Atas permintaan
Pimpinan Umum Hassan Basry teks Proklamasi dibacakan oleh P. Arya di hadapan
Pimpinan Umum Hassan Basry dan pimpinan AlRI lainnya. P. Arya yang pernah
diwawancarai juga lupa tanggalnya yang tepat. Selain teks Proklamasi yang harus
ditanda tangani oleh Pimpinan Umum Hassan Basry juga surat-surat penting antara
lain surat Kepada Delegasi Pemerintah RI di Jakarta, surat Kepada Anggota Dewan
Banjar yang dianggap progresif, dan berkas-berkas berkaitan dengan Pemerintahan
Militer ALRI yang baru dibentuk.
Teks
Proklamasi 17 Mei 1949 secara resmi dibacakan oleh Pimpinan Umum Hassan Basry
dalam suatu upacara di Mandapai yang dihadiri oleh Pasukan Penggempur, anggota
Markas Pangkalan terdekat dan masyarakat setempat. (HRN) .
Langganan:
Postingan (Atom)