Senin, 24 Oktober 2016

Sabtu, 15 Oktober 2016

23. takdir cinta



TAKDIR CINTA
Ceritera ini fiksi, kalau ada kesamaannama,
tempat dan lainnya dibuat hanya kebetulan,
entri ini sambungan dari entri 22.

Oleh: Ramli Nawawi

23. CINTA DALAM PENANTIAN (2)
“Bagaimana ijin nya mama tadi Na”, tanya Ali.
“lengkapnya gini, kalau pergi jangan lama-lama ini lagi puasa”, jelas Ana.
”Okey”, bilang Ali.

Ali dan Ana keluar pintu bersamaan. Sementara Ali mengambil kendaraan di samping rumah, Ana menunggu di pekarangan..
”Ayu Na naik”, ajak Ali ketika kendarannya sudah  di samping Ana berdiri.
”Kemana ni Li”, tanya Ana begitu ia sudah duduk di sadel di belakang Ali.
”Udah, pegang erat-erat aja, nanti jatuh diambil orang”, jawab Ali.
”Kencangnya gini ya”, bilang Ana sambil mencubit pinggang Ali.
”Aduuh, bukan kencang cubitnya Na, tapi erat pegangnya”, bilang Ali sepontan.
”Ooh, gini”, bilang Ana sambil melingkarkan tangannya ke pinggang Ali.
”Ya gitu Ana sayang..”, puji Ali.

Kali ini Ali membawa Ana pergi jalan-jalan tidak ke arah pusat kota, tapi ke arah pinggiran kota Kandangan. Karena itu Ali mengarahkan kendaraannya belok kanan dari pekarangan rumah Ana. Sampai di ujung Jalan Durian Sumur, Ali  belok kiri memasuki Jalan Gerilya. Setelah menempuh jarak kurang lebih setengah kilometer Ali menghentikan kendaraannya di pekarangna luas bangunan sebuah sekolahan. Karena lagi libur puasa tidak ada kegiatan di komplik sekolahan ini.
”Kok ada apaan Li berhenti disini”, celetuk Ana.
“Tapi you tahukan tempat ini”, sahut Ali.
“Ya tahulah, tempat sekolah kita dulu”, bilang Ana.
”Ingat ya Na, yang mana pintu ruang kelas you, dan masih ingat nggak yang mana pintu ruang kelas aku”, tanya Ali.
”Masa sudah lupa,  bangunan kiri ni itu pintu yang ke 4 ruang kelas kami. Ruang kelas you itu bangunan yang menghadap jalan ni pintu
yang paling tengah, di samping pintu itu dulu waktu istirahat you sering berdiri berduaan dengan seorang cewe, ya ganti-ganti, tapi  ada yang istimewa waktu itu tampaknya”, balas Ana.
”You sering perhatikan itu”, tanya Ali.
”You ge er ya Li”, bilang Ana.
”Ge er apa Na:”, tukas Ali.
”Ge er tu gede rasa disukai banyak teman cewe”, sahut Ana.
”Tapi Ali kan hanya pernah sekali menulis surat cinta, dan itu  hanya untuk Ana”,.jelas Ali.
”You percaya kan Li, Ana juga hanya pernah sekali membalas surat cinta, dan itu hanya untuk Ali”, jawab Ana.
”Percaya lah, karena Ali tahu waktu itu ada orang yang gagal mengharap cintanya Ana”, ujar Ali.
Sudah lah Li, ya di sekolah inilah dulu cinta kita tumbuh dan bersemi hingga kini, memang kadang ada reak-reak masalah, tetapi kita selalu menang terhadap masalah kan Li”, jawab Ana.
”Udah yu Li, kita jalan yu, dikirain orang apa lama-lama berdiri di sini”, sambung Ana.
”Okey, ayu naik Na dan pegang yang erat”, bilang Ali yang sudah di atas kendaraannya.
”Kemana lagi Li”, bilang Ana sambil naik duduk di sadel di belakang Ali.
”Tenang Na, ini kita ke Jalan Singakarsa yu, tapi coba lewat Jalan Pemuda”, jawab Ali.
”Nggak kelamaan ya Li”, Ana mengingatkan pesan ibunya.
Ali tidak menjawab pertanyaan Ana. Setelah melewati Jalan Parendra, Ali membelokkan kendaraannya menuju Jalan Pemuda.
Ketika sampai di  ujung Jalan Pemuda sebelum menyeberang perampatan jalan, Ana minta berhenti di tepi jalan persis di sampng bangunan gedung Balai Rakyat.
”Apain Na  berhenti di sini”, ujar Ali.
”You sudah lupa ya, di bangunan ini kita pernah berhadir pada acara malam perpisahan sekolah kita”, sahut Ana.
”Peristiwa apa ya Na”, tanya Ali, padahal dia ingat semua.
”You kan nyanyi Cinta Hampa di acara perpisahan itu”, ujar Ana.
”Waduh lupa Na”,  ujar Ali pura-pura lupa.
”Memang waktu itu you benar mau meninggalkan Ana ya Li”, ujar Ana.
”Ali galau Na waktu itu, karena Ana sejak rekreasi ke Pantai Takisung, Ana  kayanya sudah tak acuh sama Ali”, jawab Ali.
”Ali kan mau melanjutkan sekolah, tapi tak pernah bilang sama Ana’, jelas Ana.
”Wah itu peristiwa lama, udah Na naik dulu, tujuan kita kan ke Jalan Singakarsa”, ujar Ali.
Tanpa bicara Ana naik duduk di sadel kendaraan, hatinya sedih mengingat peristiwa itu. Selama dalam perjalanan baik Ali maupun Ana tidak bicara apa-apa. Ketika melewati sebuah rumah asrama puteri tempat tinggal Ana dulu, Ali berucap: “Asrama you dulu Na”, kata Ali.
Ana tidak merespon ucapan Ali. Ia justeru ingat kelanjutan peristiwa sehabis selesai malam perpisahan sekolahnya dulu itu.

Setelah berjalan kurang lebih lima belas menit, Ali menghentikan kendaraannya. Tapi karena rumah asrama Inderakila tempat tingal Ali dulu tampak terkunci, Ali meneruskan ke asrama Darmapala yang berjarak kurang lebih dua puluh lima meter di sebelahnya, Ali berhenti di halaman asrama tersebut.
”Apain Li singgah disini”, ujar Ana.
”Mau suwan sama bibi asrama yang tinggal di bagian belakang asrama ni”, ujar Ali.
Bersamaan dengan ucapan Ali, bibi asrama tampil di pintu papilyun asrama.
“Ali ya, lama ngak kesini nih”, ujar bibi asrama.
“Kenal sama Ana ya bi”, bilang Ali menunjuk ke arah Ana.
”Kenallah, yang sering kan datang di asrama sebelah, tapi pernah juga dengan temannya kesini”, jawab bibi.
”Silakan masuk, ya silakan mau duduk dimana saja, tapi tak ada minuman kan lagi puasa nih”, sambung bibi sambil meninggalkan Ali dan Ana.
”Santai disini aja yu Na”, bilang Ali sambil mengajak Ana duduk di kursi di ruang tengah asrama.
”Pernah ke asrama ini ya Na”, sambung Ali setelah mereka duduk sejajar berdampingan.
”Ya pernah dulu menemani kawan Ani menemui bapa asrama ini”, ujar Ana                                               
”Tapi kalau ke asrama sebelah sering kan Na”, sungka Ali.
”Seingat you Ana berapa kali ya datang ke asrama you”, tukas Ana.
”Lupa, tapi yang tak pernah terlupakan, you datang besoknya setelah acara malam perpisahan dulu”, ujar Ali.
”Karena waktu pulang acara malam perpisahan Ana minta you tunggu besoknya kan di asrama, untuk memastikan apakah Ali tu memang akan meninggalkan Ana”, jelas Ana.
”Ya tak pernah terlupakan, karena pertemuan itu menyelesaikan  kesalahpahaman antara kita”, bilang Ali.
”Iyakan Li, kalau Ana tidak datang waktu itu, tidak ada Ana bersama Ali hari ini”, bilang Ana yang waktu itu berusaha menyelamatkan cinta mereka.
”Takdir cinta kita Na, tak akan terpisahkan”, ujar Ali sambil merapat ke Ana dan memeluknya.
”Puasa Li”ujar Ana mengingatkan.
”Udah, pulang yu Na, aku suwan dulu sama bibi”, kata Ali.
Ali masuk ke belakang bagian asrama suwan sama bibi, sementara Ana keluar menunggu di pekarangan. Sebentar Ali sudah juga di pekarangan. Ali menaiki kendaraannya, dan minta Ana naik di belakangnya.
”Pegang Na”, ujar Ali sambil memacu kendarannya, pulang ke rumah Ana.
(bersambung)                                                                                                                                   i  

Jumat, 14 Oktober 2016

proklamasi 17 mei 1949



MENGAPA DISUSUN DAN DIPROKLAMIRKAN
PROKLAMASI 17 MEI 1949

Oleh:
Drs. H. Ramli Nawawi

Pada masa perjuangan menegakkan Proklamasi 17 Agustus 1945, di Kalimantan Selatan oleh tokoh-tokoh pejuang di daerah ini telah dibentuk sebuah organisasi kemiliteran  ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) Divisi IV (A) Kalimantan Selatan. Organisasi ini merupakan bagian dari Markas Besar ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan yang berkedudukan di Mojokerto (Jawa Timur) dengan Panglimanya Letkol. Zakaria Madun dan sebagai Kepala Staf Mayor Firmansyah. Pelantikan Markas Besar ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan ini berlangsung di Palace Hotel Malang pada tanggal 4 April 1946. Untuk daerah Kalimantan Selatan organisasi ini disebut Divisi IV (A), karena untuk Divisi IV (B) direncanakan untuk daerah Kalimantan Timur, dan Divisi IV (C) untuk daerah Kalimantan Barat.

ALRI Divisi IV (A) Kalimantan Selatan ini merupakan kesatuan tingkat Batalyon dengan nama Batalyon Gerakan Rahasia ALRI Div. IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan. Peresmian berdirinya Batalyon ALRI Div. IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan ini  pada tanggal 18 Nopember 1946 oleh Letkol. Asli Zuchri dan Letda Mursyid utusan dari Markas Besar ALRI Divisi IV Mojokerto. Sebagai Komandan Batalyon dilantik Hassan Basry.dan Batalyon ALRI Divisi IV (A) ini berkedudukan di Kandangan.

Bersamaan dengan terbentuknya Batalyon Gerakan Rahasia ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan ini, Belanda mulai melancarkan operasi kolonialnya. Menjelang Agresi Militer I (2-7-1947) yang dilancarkan di Jawa dan Sumatera, di Kalimantan Selatan tentara dan polisi Nica Belanda melancarkan aksi pembersihan terhadap satuan gerilya yang berkedudukan di sekitar Lapangan Terbang Samsudin Noor dan menggagalkan usaha sabotage yang dilancarkan pasukan gerilya kota di sekitar pelabuhan Banjarmasin.

Sementara itu Persetujuan Linggarjati yang ditandatangani  pada bulan Maret 1947  menetapkan bahwa Belanda hanya mengakui de facto Republik Indonesia atas Jawa-Madura dan Sumatera, sedangkan daerah lainya termasuk Kalimantan Selatan tetap berada dalam penjajahan Belanda.

Akibat politik dari Persetujuan Linggarjati Kalimantan Selatan terputus dengan Republik Indonesia yang beribukota di Yogyakarta. Karena Kalimantan Selatan berada di luar Republik Indonesia, maka jabatan gubernur Kalimnantan yang dijabat Ir. Pangeran Muhammad Noor dihapuskan. Demikian pula hubungan Batalyon ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan juga terputus dengan Markas Besar ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan yang waktu itu pindan ke Tuban. Bahkan Markas Besar ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan di Tuban dibubarkan. Sebagai gantinya dibentuk Brigade IX dari Seberang dengan komandannya Mayor Firmansyah.
Dalam situasi demikian maka tokoh-tokoh pejuang Kalimantan Selatan hanya ada satu pilihan yaitu harus mengorganisir kekuatan sendiri, kalau tidak dihancurkan oleh musuh. Dalam situasi putusnya hubungan dengan Markas Besar ALRI Divisi IV yang kemudian berubah menjadi Brigade IX tersebut, maka pada pertengahan tahun 1947 untuk kelanjutan perjuangan di Kalimantan Selatan terbentuk Markas Besar berkode RX-8 Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan.

Organisasi Markas Besar RX-8 ini dipimpin oleh Hassan Basry sebagai Komandan Batalyon, sedangkan Kepala Stafnya dipegang oleh H. Abrani Sulaiman,.dengan pusat Markas Besarnya di Birayang.

Dengan dibentuknya organisasi baru ini perjuangan bersenjata di Kalimantan Selatan ditingkatkan serta melakukan tindakan terhadap faktor-faktor yang melemahkan perjuangan, seperti pembersihan mata-mata  atau kaki tangan Belanda,
Organisasi baru ini juga kemudian berhasil merangkul kekuatan di luar ALRI dengan membentuk organisasi gabungan, yaitu: Sentral Organisasi Pemberontak Indonesia Kalimantan (SOPIK). Sehingga organisasi kemiliteran ini kemudian dikenal dengan SOPIK Divisi IV. Sebagai Komandan Batalyon dan Kepala Stafnya tetap dipegang Hassan Basry dan H. Abrani Sulaiman.

Kegiatan operasional militer dari Markas Besar SOPIK ALRI Divisi IV dimulai dengan melakukan pencegatan terhadap konvoi truk tentara Belanda di Hambawang Pulasan. Pertempuran ini langsung dipimpin oleh Kepala Staf H. Abrani Sulaiman dan merupakan pertempuran yang terbanyak mendatangkan korban dari pihak Belanda. Sebuah truk dari konvoi tersebut dapat ditembak dan jatuh terbalik masuk jurang yang mengakibatkan semua tentara Belanda dalam truk tersebut sekaligus tewas. Dari pihak ALRI dua orang gugur bernama Made Kawis, satu orang lagi tertangkap dan langsung ditembak mati oleh Belanda.

Setelah peristiwa pertempuran Hambawang Pulasan tersebut kontak senjata antara  SOPIK ALRI Divisi IV dengan Belanda terus terjadi. Menghindari serangan Belanda kedudukan Markas Besar SOPIK juga kemudian berpindah-pindah dari Haruyan ke Pagat, Haliau dan Hantakan, seterusnya di mana ada Pimpinan Umum dan Kepala Staf di situlah kedudukan Markas Besar. Serta sekaligus menjalankan taktik perang gerilya, yakni dengan menyerang tiba-tiba dan kemudian menghilang. Penyergapan musuh dengan tiba-tiba berupa penghadangan yang dikenal dengan istilah “penyanggulan”.

Sejak bubarnya Markas Besar ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan yang berkedudukan di Tuban (Jawa Timur) yang merupakan induk ALRI Divisi IV (A) Peratahanan Kalimantan Selatan, sehingga di daerah ini sampai dengan terbentuknya Markas Besar SOPIK ALRI Divisi IV, usaha untuk melakukan penyusunan dan penyempurnaan organisasi territorial di daerah Kalimantan Selatan terus dilakukan. Sementara perlawanan terhadap Belanda terus dilakukan dengan membentuk Sektor-Sektor dan Pangkalan-Pangkalan yang siap berhadapan dengan tentara Belanda.

Kalau di daerah de fakto RI  Jawa dan Sumatera Belanada melancarkan Aksi Militer II (19 Desember 1948) dengan menyerbu Ibukota RI Yogyakarta, maka di Kalimantan Selatan 3 hari sebelumnya yakni tanggal 16 Desember 1948 NICA Belanda  menyatakan daerah ini dalam keadaan SOB (Staat van Oorlogen Beleg). Selanjutnya Belanda melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh pejuang dan tokoh-tokoh pimpinan rakyat yang oleh Belanda dicurigai. (bersambung)

Untuk menandingi tindakan Belanda melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh pejuang di daerah Kalimantan Selatan, Pimpinan Umum Markas Besar RX-8 SOPIK ALRI Divisi IV Petahanan Kalimantan Selatan tanggal 25 Desember 1948 memerintahkan serangan umum setentak tanggal 1 Januari 1949. Untuk menambah senjata beberapa satuan lebih dulu melakukan penyerangan terhadap pos-pos Belanda yang terpencil, seperti terhadap Onderneming Hayup tanggal 27-12-1948, pos Belanda Amuntai 28-12-1948, Paringin 29-12-1948.

Selanjutnya Serangan Umum dilaksanakan tanggal 1 Januari serangan atas Haruai, Negara 2 Januari, Tanjung 3 Januari, Ampah dan Tamiang Layang 4 Januari, Lapangan Kandis 9 Januari, Sungai Tabuk 9 Januari, Wawai 14 Februari, Tebing Rimbah 17 Februari, serta beberapa tempat lainnya. Penyerangan atau penghadangan terhadap konvoi militer Belanda di Tungkap Rantau banyak menimbulkan korban kedua belah pihak.        

Di tengah-tengah berkecamuknya perang perlawanan terhadap Belanda  ini Pimpinan Umum menunjuk Gt. Abdurrahman (Gusti Aman) sebagai korektor untuk memperbaiki susunan organisasi Markas Besar RX-8 SOPIK ALRI Divisi IV. Gusti Aman mengajak Munir untuk berangkat ke pedalaman dalam tugasnya sebagai Korektor Susunan, dengan membawa Konsep Rehabilisasi Divisi IV ALRI  (A) Pertahanan Kalimantan Selatan.

Pada pertengahan bulan Februari 1949 diadakan rapat anatara pimpinan-pimpinan gerilya
ALRI Divsi IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan. Hasilnya Markas Besar RX-8 Divisi IV (A) Peratahanan Kalimantan Selatan membentuk beberapa Markas Daerah yang membawahi Markas-Markas Pangkalan, dan tiap Markas Pangkalan mempuyai Seksi-Seksi.dengan berbagai tugas masing-masing. Di samping itu berusaha mengadakan hubungan dengan Pemerintah RI atau Pemerintah Darurat di Sumatera dengan jalan apapun.

Dalam bulan Maret 1949 berlangsung Rapat Umum bertempat di Malutu. Rapat ini dihadiri oleh utusan-utusan dari daerah-daerah di Kalimantan Selatan. Dalam rapat ini Budhigawis sebagai Komisaris Gerakan menjelaskan hal-hal mengenai organisasi, susunannya, dan rencana perjuangan selanjutnya.

Selanjutnya terjadi beberapa kali rapat-rapat terbatas dalam rangka penyusunan organisasi. Kemudian pada tanggal 9 ke 10 Mei 1949 berlangsung rapat di Durian Rabung (Padang Batung) yang dihadiri Pimpinan Umum Hassan Basry, Kepala Staf H. Abrani Sulaiman, Korektor Susunan Gusti Aman, P. Arya (Munir), Setia Budi, dan R. Sukadani. Karena terjadi kontak senjata rapat diteruskan besoknya di Pagat Batu, di mana Pimpinan Umum memberi petunjuk agar segala yang direncanakan dan telah dimulai perencanaannya, yakni program perjuangan dan program perbaikan ALRI Divisi IV tersebut, diteruskan di mana saja, dan apabila telah menjadi keputusan/kebulatan pendapat supaya dibawa kepada Pimpinan Umum di Niih untuk mendapatkan keputusan terakhir.

Setelah itu kelompok berpisah menjadi 3 bagian. Kelompok Hassan Basry ke Niih, Kelompok H. Abrani Sulaiman dan Budhigawis menuju Kalinduku, Haruyan, dan kelompok Gusti Aman, P. Arya, dan Hasnan Basuki ke Mandapai, Telaga Langsat, Haruyan.             

Tiba di Telaga Langsat Gusti Aman, P. Arya dan Hasnan Basuki meneruskan penyusunan program kerja. Susunan yang dihasilkan Pemerintahan berbentuk Gubernur Tentara, yaitu pemerintahan berbentuk militer sesuai dengan situasi perang. Karena pada saat itu sudah diketahui pula tentang adanya Pemerintahan Darurat di Sumatera (karena Yogyakarta Ibukota RI diduduki Belanda), maka perlu suatu pernyataan atau proklamasi bahwa di Kalimantan Selatan telah berdiri suatu Pemerintahan Militer sebagai persiapan menghadapi gagalnya Pemerintahan Darurat di Sumatera serta gagalnya Pemerintahan Pelarian di New Delhi. Sehingga Kalimantan dipersiapkan untuk dijadikan pusat Pemerintahan Republik Indonesia sebagai usaha kelanjutan menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia.

Selanjutnya dalam rapat lanjutan tanggal 15 dan 16 Mei 1949 di Telaga Langsat yang juga kemudian dihadiri  H. Abrani Sulaiman dan Romansi, dibahas rumusan tentang teks proklamasi, personalia pemerintahan, program kerja bidang politik dan ekonomi yang akan dijalankan.

Teks proklamasi disusun bersama oleh Gusti Aman, P. Arya, H. Abrani Sulaiman dan Budhigawis. H. Abrani Sulaiman menambahkan kata-kata “Kalau perlu  diperjuangkan sampai tetesan darah yang penghabisan “. Lengkapnya proklamasi berbunyi:

                                                         PROKLAMASI
Merdeka!
Dengan ini kami rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan, mempermaklumkan berdirinya Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI melingkupi seluruh daerah Kalimantan Selatan menjadi bagian dari Republik Indonesia untuk memenuhi isi Proklamasi 17 Agustus 1945, yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta. Hal-hal yang bersangkutan dengan pemindahan kekuasaan akan dipertahankan dan kalau perlu diperjuangkan sampai tetesan darah yang penghabisan.
Tetap Merdeka.
                                                 
Kandangan, 17 Mei IV Rep….
Atas nama Rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan

      dtt
                                                         
Hassan Basry

Pagi-pagi tanggal 17 Mei 1949 Teks Proklamasi serta berkas Susunan Personalia Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI dibawa untuk ditandatangani Pimpinan Umum Hassan Basry yang berada di Niih oleh Gusti aman, P. Arya, Hasnan Basuki dan seorang pembantu bernama Dahlan. Pukul 5 sore rombongan tiba di Niih dan berjumpa dengan Pimpinan Umum Hassan Basry yang didampingi ajudannya Tobelo. Rombongan menyerahkan barkas Proklamasi dan berkas-berkas lainnya untuk dipelajari dan ditandatangani oleh Pimpinan Umum Hassan Basry.

Proklamasi 17 Mei tidak ditandatangani dan dibacakan pada tanggal 17 Mei itu, tetapi sekitar 3 hari kemudian dengan acara selamatan yang sederhana. Atas permintaan Pimpinan Umum Hassan Basry teks Proklamasi dibacakan oleh P. Arya di hadapan Pimpinan Umum Hassan Basry dan pimpinan AlRI lainnya. P. Arya yang pernah diwawancarai juga lupa tanggalnya yang tepat. Selain teks Proklamasi yang harus ditanda tangani oleh Pimpinan Umum Hassan Basry juga surat-surat penting antara lain surat Kepada Delegasi Pemerintah RI di Jakarta, surat Kepada Anggota Dewan Banjar yang dianggap progresif, dan berkas-berkas berkaitan dengan Pemerintahan Militer ALRI yang baru dibentuk.

Teks Proklamasi 17 Mei 1949 secara resmi dibacakan oleh Pimpinan Umum Hassan Basry dalam suatu upacara di Mandapai yang dihadiri oleh Pasukan Penggempur, anggota Markas Pangkalan terdekat dan masyarakat setempat. (HRN) .  
       


          

     

piagam tanda kehormatan