Kamis, 31 Desember 2015

sistem kekerabatan bubuhan




Sistem Kekerabatan Bubuhan
(disusun : Ramli Nawawi)
Pada masyarakat Kalimantan Selatan sistem kekerabatan yang berlaku adalah sistem bilateral, yakni kedudukan seorang suami dan isteri pada suatu keluarga adalah sama. Berbeda dengan sistem kekerabatan baik yang menurut garis ayah maupun garis ibu. Dalam masyarakat Banjar suatu keluarga yang baru membangun rumah tangga tidak harus terikat tinggal bersama pihak keluarga perempuan atau keluarga laki-laki. Tetapi diakui dalam bidang-bidang tertentu sistem kekerabatan di daerah ini menurut garis ayah, misalnya dalam hal wali untuk perkawinan seorang anak perempuan atau pembagian harta waris yang mengacu pada ajaran Islam.

Dalam masyarakat suku bangsa Banjar mengenal adanya kelompok yang sangat kuat kesatuannya. Hal ini masih dapat dirasakan atau ditemui hingga sekarang. Kesatuan itu biasa disebut dengan perkataan ”bubuhan”, rasa kesatuan dan sifat gotong royongnya kuat sekali.

Pengertian bubuhan kalau dalam ilmu antropologi sama dengan keluarga luas, yaitu suatu keluarga yang terdiri dari lebih dari keluarga inti yang seluruhnya merupakan sistem kesatuan sosial yang sangat erat yang biasanya tinggal dalam satu rumah atau satu pekarangan. Tetapi sejak zaman penjajahan  bubuhan-bubuhan tidak lagi tinggal dalam satu rumah atau pekarangan melainkan telah menyebar ke pemukiman yang saling berjauhan.

Biasanya seseorang yang terpandang, mungkin karena memiliki kekayaan atau kedudukan yang tinggi dalam kehidupan sosial masyarakat kemudian dipakai menjadi nama bubuhan, misalnya bubuhan Muhammad Arsyad Al Banjari, seorang ulama besar Kalimantan Selatan.

Diantara kelompok bubuhan ini ada yang percaya bahwa mereka dapat   menarik garis keturunan bilateral sampai pada tokoh zaman dahulu yang sulit ditelusuri silsilahnya dengan urut. Tokoh tersebut dipercaya menurunkan Sultan-Sultan Banjar atau seorang pejabat kesultanan.

Ada juga kelompok bubuhan yang mempunyai benda-benda pusaka yang menjadi lambang keunggulan, atau sumber air keramat yang berfungsi menghubungkan bubuhan mereka dengan tokoh tertentu melalui ceritera atau legenda. Misalnya legenda sumur datu, dipercaya sebagai tempat Datu Taruna menyimpan harta pusaka.

 Sekarang konsep bubuhan ini berkembang lebih luas lagi menjadi ikatan bubuhan daerah asal. Misalnya bubuhan Kandangan, bubuhan Rantau,  bubuhan Barabai. bubuhan Amuntai, Bubuhan Tanjung, dan lainnya berdasarkan daerah tempat mereka lahir dan dibesarkan. Bahkan bagi mereka yang tinggal atau bermukim di perantauan tetap mengaku sebagai ”bubuhan orang Banjar”, yang terhimpun dalam suatu organisani kerukunan keluarga Banjar di daerah mereka bermukim. (HRN).  

Rabu, 30 Desember 2015

amalan yang dapat memasukkan seseorang ke syorga




AMALAN YANG DAPAT MEMASUKKAN SESEORANG KE SYORGA
(Hadits Bukhari-Muslim)
Dari Abu Hurairah ra,: Bahwa seorang Arab desa (Badui) telah mendatangi Nabi saw, lalu bertanya: Ya Rasulullah, tunjukkanlah aku akan amalan (perbuatan atau ibadah yang jika aku mengerjakannya (dengan baik) dapat memasukkan aku ke syorga. Nabi saw, menjawab: Hendaklah engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya akan sesuatu, engkau hendaklah bershalat, memnunaikan zakat yang diwajibkan serta berpuasa Ramadhan. Orang itu lalu mengatakan: Demi diriku yang di tangan (kekuasaan Allah) sungguh aku tidak akan menambah selain ini saja. Dan ketika orang itu telah pergi. Maka bersabdalah Nabi saw,: Barang siapa yang berkeinginan untuk melihat laki-laki dari penduduk syorga itu maka lihatlah orang itu. (HR. Bukhari-Muslim).