Kamis, 31 Desember 2015

sistem kekerabatan bubuhan




Sistem Kekerabatan Bubuhan
(disusun : Ramli Nawawi)
Pada masyarakat Kalimantan Selatan sistem kekerabatan yang berlaku adalah sistem bilateral, yakni kedudukan seorang suami dan isteri pada suatu keluarga adalah sama. Berbeda dengan sistem kekerabatan baik yang menurut garis ayah maupun garis ibu. Dalam masyarakat Banjar suatu keluarga yang baru membangun rumah tangga tidak harus terikat tinggal bersama pihak keluarga perempuan atau keluarga laki-laki. Tetapi diakui dalam bidang-bidang tertentu sistem kekerabatan di daerah ini menurut garis ayah, misalnya dalam hal wali untuk perkawinan seorang anak perempuan atau pembagian harta waris yang mengacu pada ajaran Islam.

Dalam masyarakat suku bangsa Banjar mengenal adanya kelompok yang sangat kuat kesatuannya. Hal ini masih dapat dirasakan atau ditemui hingga sekarang. Kesatuan itu biasa disebut dengan perkataan ”bubuhan”, rasa kesatuan dan sifat gotong royongnya kuat sekali.

Pengertian bubuhan kalau dalam ilmu antropologi sama dengan keluarga luas, yaitu suatu keluarga yang terdiri dari lebih dari keluarga inti yang seluruhnya merupakan sistem kesatuan sosial yang sangat erat yang biasanya tinggal dalam satu rumah atau satu pekarangan. Tetapi sejak zaman penjajahan  bubuhan-bubuhan tidak lagi tinggal dalam satu rumah atau pekarangan melainkan telah menyebar ke pemukiman yang saling berjauhan.

Biasanya seseorang yang terpandang, mungkin karena memiliki kekayaan atau kedudukan yang tinggi dalam kehidupan sosial masyarakat kemudian dipakai menjadi nama bubuhan, misalnya bubuhan Muhammad Arsyad Al Banjari, seorang ulama besar Kalimantan Selatan.

Diantara kelompok bubuhan ini ada yang percaya bahwa mereka dapat   menarik garis keturunan bilateral sampai pada tokoh zaman dahulu yang sulit ditelusuri silsilahnya dengan urut. Tokoh tersebut dipercaya menurunkan Sultan-Sultan Banjar atau seorang pejabat kesultanan.

Ada juga kelompok bubuhan yang mempunyai benda-benda pusaka yang menjadi lambang keunggulan, atau sumber air keramat yang berfungsi menghubungkan bubuhan mereka dengan tokoh tertentu melalui ceritera atau legenda. Misalnya legenda sumur datu, dipercaya sebagai tempat Datu Taruna menyimpan harta pusaka.

 Sekarang konsep bubuhan ini berkembang lebih luas lagi menjadi ikatan bubuhan daerah asal. Misalnya bubuhan Kandangan, bubuhan Rantau,  bubuhan Barabai. bubuhan Amuntai, Bubuhan Tanjung, dan lainnya berdasarkan daerah tempat mereka lahir dan dibesarkan. Bahkan bagi mereka yang tinggal atau bermukim di perantauan tetap mengaku sebagai ”bubuhan orang Banjar”, yang terhimpun dalam suatu organisani kerukunan keluarga Banjar di daerah mereka bermukim. (HRN).  

Rabu, 30 Desember 2015

amalan yang dapat memasukkan seseorang ke syorga




AMALAN YANG DAPAT MEMASUKKAN SESEORANG KE SYORGA
(Hadits Bukhari-Muslim)
Dari Abu Hurairah ra,: Bahwa seorang Arab desa (Badui) telah mendatangi Nabi saw, lalu bertanya: Ya Rasulullah, tunjukkanlah aku akan amalan (perbuatan atau ibadah yang jika aku mengerjakannya (dengan baik) dapat memasukkan aku ke syorga. Nabi saw, menjawab: Hendaklah engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya akan sesuatu, engkau hendaklah bershalat, memnunaikan zakat yang diwajibkan serta berpuasa Ramadhan. Orang itu lalu mengatakan: Demi diriku yang di tangan (kekuasaan Allah) sungguh aku tidak akan menambah selain ini saja. Dan ketika orang itu telah pergi. Maka bersabdalah Nabi saw,: Barang siapa yang berkeinginan untuk melihat laki-laki dari penduduk syorga itu maka lihatlah orang itu. (HR. Bukhari-Muslim).

Senin, 30 November 2015

UPACARA ARUH GANAL



UPACARA ARUH GANAL

(dokumentasi retual suku Bukit Desa Pipitak Jaya)

Oleh: Ramli Nawawi

Upacara ini disebut Aruh Ganal. Aruh ada kaitannya dengan kata ruh, dan ganal artinya besar. Maksudnya adalah upacara selamatan besar untuk  memuja para ruh, menghormati para ruh nenek moyang, ruh leluhur, ruh kayu-kayuan, ruh tumbuh-tumbuhan, ruh binatang ternak, ruh segala hantu, dan ruh segala macam pengganggu manusia dan kehidupan manusia.
Upacara Aruh Ganal ini diadakan sehubungan dengan telah berhasilnya panen yang baik dengan hasi yang lumayan, serta keselamatan seluruh warga desa sekitarnya. Meskipun upacara ini berhubungan dengan para ruh, tetapi tidak ada hubungannya dengan kematian, karena upacara ini bukan upacara kematian. Upacara lebih mendekati pada upacara kesyukuran  dengan cara mengundang para ruh leluhur dan ruh-ruh  pengganggu untuk diberi sesajin..
Jadi upacara ini merupakan rasa kesyukuran karena para ruh leluhur penjaga desa telah menjaga mereka dari segala macam mara bahaya, dan upacara ini juga merupakan harapan agar para ruh jahat pengganggu jangan mengganggu kehidupan mereka.
Warga Pipitak Jaya yang mendiami desa yang terletak di dataran tinggi Pegunungan Meratus dalam wilayah Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan ini umumnya masih menganut kepercayaan lama yakni kepercayaan Kaharingan. Sementara ada yang memeluk agama Isalam dan Protestan umumnya dari warga pendatang.
Kehidupan bermasyarakat diatur oleh lembaga adat yang dikepalai oleh seorang Ketua Adat dan dibantu oleh Penghulu Adat. Ketua Adat berperan menjaga kelestarian adat secara umum, sedangkan Penghulu Adat yang juga sebagai seorang Balian berperan dalam kegiatan upacara tradisional seperti Aruh Adat tersebut.
Tugas seorang Balian juga berperan mengurusi perkawinkan warga desa. Sementara apabila terjadi pelanggaran adat akan diputuskan oleh rapat adat yang diketuai Kepala Adat yang juga akan memutuskan hukuman pelanggaran adat tersebut.

(bersambung).       









     

TAKDIR CINTA (20)



TAKDIR CINTA
Ceritera ini fiksi, kalau ada kesamaan nama, tempat dan lainnya dibuat hanya kebetulan, entri ini sambungan dari entri 19 
Oleh: Ramli Nawawi

20. CITRA CINTA
Seminggu sudah berlalu Ali disibukkan menempuh ujian ulangan umum semua  mata pelajaran yang telah diterima  selama enam bulan semestran pertama. Ulangan umum selama seminggu dengan setiap hari menghadapi materi soal-soal dua mata pelajaran yang dijadwalkan, telah membuat Ali terkonsentrasi untuk segera ingin tahu hasilnya. Kalau dari hasil jawab ulang yang dilakukan Ali dari soal-soal ulangan yang diceknya dengan catatan yang pernah diterimanya, hasilnya menurut Ali semuanya umumnya baik, kecuali untuk mata pelajaran bahasa Inggris, Ali merasakan ada kekurangannya.

Di minggu ketiga ini Ali dan juga kawan sekolahnya sama–sama santai di rumah kost masing-masing menunggu penyerahan  buku raport hasil ulangan umum yang telah mereka lakukan.

Baru dua hari Ali santai di rumah kostnya, pagi hari ketiga ada  tamu kawan sekelas Ali datang menemuinya. Ali diajak ke sekolah untuk menghadiri rapat Pegurus OSIS. Dalam rapat yang berlangsung hari itu, Ali  dimintai pendapat oleh Ketua OSIS menanggapi ada usulan  beberapa  anggota pengurus OSIS lainnya tentang keinginan melakukan kunjungan persahabatan ke Sekolah Guru di Banjarmasin.

“Aku mendukung saja”, bilang Ali pendek.
Dukungan Ali ini ternyata diikuti oleh semua anggota pengurus OSIS lainya Karena itu Ketua Pengurus OSIS di sekolahannya memutuskan  akan berangkat melakukan kunjungan persahabatan tersebut pada hari Ahad minggu depan, persis di awal bulan depan ini. Ali sadar kalau hari Minggu depan ini ia ada janji dengan Ana akan memenuhi permintaan Ana untuk menemuinya.

Sehabis rapat masing-masing anggota pengurus OSIS mendapat bagian tugas yang harus diurus dan dipersiapkan untuk kelancaran kunjungan persahabatan tersebut. Sebenarnya Ali sehabis rapat nanti berencara menemui Ketua OSIS untuk minta izin tidak akan ikut dalam perjalanana wisata ini. Tetapi keinginnannya itu terpaksa dibatalkannya karena Ali mendapat tugas untuk menyiapkan beberapa siswa yang bisa mengisi acara kesenian pada malam pertemuan dengan siswa-siswi sekolah yang dikunjungi nanti.

Rapat yang dilaksanakan hari Selasa itu kemudian membuat Ali pada malamnya bergegas membuat surat untuk Ana bahwa ia terpaksa tidak bisa datang menemuinya.
”Ana sayangku, aku harap you tidak marah ya kalau aku terpaksa banget tidak bisa memenuhi janjiku sesuai permintaan you bulan lalu”, bunyi kalimat pertama surat Ali.
Surat yang diposkan Ali pada pagi Rabu itu sudah ada  di meja belajar Ana yang ada di kamarnya, ketika Ana pulang mengajar pada hari Jumat siang.
”Nanti hari Sabtu ini sekolah mengadakan kunjungan persahabatan ke Sekolah Guru di Banjaramasin, sebenarnya aku sudah berencana minta izin untuk tidak ikut, tapi Ketua OSIS minta aku menyiapkan siswa-siswi yang akan mengisi acara malam kesenian yang akan diadakan malam Minggu itu”, jelas bunyi surat Ali.
”Resiko ya Li jadi Ketua Seksi Kesenian”, gumam Ana menanggapi bunyi surat Ali.
”Na, rombongan pulang rencana pada pagi Senin karena pada hari Minggunya ada pertandingan Persahabatan basket dan voly”, sambung surat Ali.
”Ngga apa-apa Li, tapi nggak lingkit dengan siswi yang kau pilih untuk nyanyi atau deklamasi itu kan”, gumam Ana menghawatirkan.
”Ana sayang cukup yaaa, aku pasti segera datang  sehabis kembali di Barabai nanti, kan Senin nanti  you sudah libur mengajar juga kan?,  ”Dari yang mencintai you ”. Tanda tangan – Ali”, tulis Ali menutup suratnya..
”Aku ngerti Li, dan you sudah memberi tahu, aku sudah bangga, dan tetap selalu mencintai you Li”, gumam Ana sambil melipat surat Ali dan memasukkan ke amplopnya.         
Ketika Ana keluar kamar berjalan menuju tempat wudhu untuk melaksanakan shalat Zuhur, ia berpapasan dengan ibunya yang keluar dari ruang bagian dapur.
”Ada tadi Na surat kuletakkan di meja di kamarmu”, sapa ibunya Ana.
”Sudah saya baca ma”, sahut Ana pendek.
Ibunya Ana tidak tanya lagi tentang surat itu, dan Ana juga langsung menuju tempat wudhu. Selesai shalat Ana  keluar kamarnya maksud menemui ibunya. Ketika Ana  melihat ibunya sudah duduk menghadapi meja makan, tanpa mendengar ada ajakan ibunya untuk makan Ana langsung saja duduk berhadapan dengan ibunya. Sementara ibunya Ana sudah mulai menyenduk nasi ke piringnya.
”Ana sudah agak lapar ni ma”, cetus Ana sambil mulai menyenduk nasi ke piringnya.
“Ya makan nya jangan lupa Bismillah”, diingatkan ibunya.
“Ya ma”, jawab Ana pendek.

Walau ibunya Ana tahu kalau surat yang datang itu dari Ali, tapi sudah biasa  ibunya Ana tidak ingin tahu apa isi surat dari Ali tersebut. Kecuali Ana yang bilang biasanya kepada ibunya, bahwa Ali bilang dalam suratnya kalu ia baik-baik saja.

Dalam kesempatan makan bersama ibunya ini, Ana bilang kalau hari Sabtu nanti hari belajar terakhir, mulai Ahad dan seterusnya akan libur panjang bersamaan dengan libur bulan puasa Ramadhan.

“Kalau gitu nanti kamu yang banyak kerja bersama ibu siapin macam-macam
selama bulan puasa”, ujar ibunya.
“Siap ma, dan nih habis makan mama istirahat aja, Ana beresan ma”, tanggap Ana. 
(bersambung)

Jumat, 30 Oktober 2015

FIRMAN ALLAH



FIRMAN ALLAH                                                                                                                                 

Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan

memelihara kelaminnya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa 

nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung/kerudung ke dadanya. 

(QS. Nur, 31)


                                                                            

Selasa, 27 Oktober 2015

Senin, 26 Oktober 2015

Popinsi Kalimantan Selatan warna merah.

                                                                  Propinsi Kalimantan Selatan warna merah, merupakan bagian kecil dari wilayah Kalimantan Bagian Selatan.

Rabu, 30 September 2015

Empat Perkara



EMPAT PERKARA

Ada  empat perkara, barang siapa memilikinya Allah akan membangun untuknya  rumah di surga, dan dia dalam naungan cahaya Allah yang Maha Agung.

 Satu yaitu apabila pegangan teguhnya selalu "Laa ilaha illallah". 

Dua yaitu apabila dia  memperoleh kebaikan dia mengucapkan "Alhamdulillah".

Tiga yaitu apabila dia berbuat salah (dosa) dia mengucapkan "Astaghfirullah",   

Empat jika dia ditimpa musibah dia berkata "Inna lillahi wainna Ilaihi raiuun". 

(HR Adailami).

Perang Barito (1859-1905)



PERANG BARITO ( 1859-1905)

Oleh:
Ramli Nawawi

Yang dimaksud dengan Perang Barito sebetulnya adalah kelanjutan dari Perang Banjar yang yang meletus sejak tahun 1859 sejak dimulainya penyerangan terhadap benteng Belanda pada tambang batubara Oranye Nassau Pengaron.

Perang Barito berlangsungdi sepanjang Sungai Barito yang merupakan urat nadi lalu lintas sampai ke pedalaman Dengan demikian perang ini tidak terpisah dari hakekat perang sebelumnya  ialah mengusir p 1862enjajah Belanda, dan perang melawan orang kafir. Dalam perang Barito terlihat peranan Pabgeran Antasari lebih besar karena dapat menyatukan sebagian besar suku Dayak di Kalimantan Tengah sekarang.

Sejak tahun 1863 memang kekuatan pejuang di Kalimantan Selatan dan hal ini  terlihat seperti berikut.
1.     Tanggal 24 September 1861, Jalil yang bergelar Adipati Anom Dinding Raja  tewas dalam pertempuran menghadapi Belanda di medan pertempuran.
Tundakan. Kematian nya besar artinya bagi daerah Amuntai, meskipun dalam hal ini  semangat perang  masih berlangsung dengan semangat yang tinggi di bawah pimpinan  lainnya.

2. 28 Pebruari 1862 telah menjadi tawanan Belanda hal ini besar pengaruhnya, sebab dia lah yang dianggap sebagai sultan yang sah dari Kerajaan Banjar. Tanggal 3 Maret 1862 Pangeran dengan seluruh keluarga, menantu famili terdekat,, anak-anak, ikut  dalam pembuangan ke Cianjur.

3. Tanggal 19 Oktober 1863 , Sultan Kuning yang terkenal dengan Gerakan Muningnyadan yang terbanyak mempunyai anak bua tertangkap dalam sebuah pertempuran menghandapi. Dengan tertangkap dalam sebuah pertempuran menghadapi Belanda. Dengan tertaangkapnya Sultan Kuning hilanglah tokoh pimpinandari daerah Muning dan banyak pengaruhnya bagi perjuangan dalam Perang Banjar.

4. Tanggal 27 Pebruari 1864, Demang Leman seorang pimpinan yang gagah berani fertangkap dalam sebuah pertempuran dan dijatuhi hukuman gantung di Martapura.

Dengan melemahnya perjuangan ini,Pangeran Antasari yang memang sebelumnya telah memusatkan perjuangandi daerah Barito, meneruskan perjuangan dengan sebuah semb oyan yang terkenal: "Haram manyarah waja sampai ka puting".
(Sumber: Sejarah Perlawanan Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme di Kalimantan Selatan).
 .

Senin, 31 Agustus 2015

TAKDIR CINTA



TAKDIR CINTA

Oleh: Ramli Nawawi

(Ceritera ini fiksi, kalau ada kesamaan nama, tempat dan lainnya dibuat hanya kebetulan, entri ini sambungan dari enteri 18

19. JANJI KESETIAAN CINTA

“Li, you mau dengar ceritera, nggak”, bunyi  kalimat pertama surat Ana, begitu Ali membacanya setelah mengeluarkan dari amplopnya. Surat yang dialamatkan ke rumah kostnya Ali itu, tadi setelah diterima ibu kostnya kemudian diletakkannya di atas meja belajar di kamar Ali. Begitu Ali masuk kamar sepulangnya dari sekolah, ia melihat surat Ana dan langung membukanya dan membacanya.

”Kalau aku nembak langsung dengan pertanyaan, tanpa salam cinta dan sayang segala, ayoo terka mengapa?. Kalau you kan juga pernah datang menemui aku tanpa berita lebih dulu, sengaja sekali-sekali buat kejutan, you bilang”, bunyi surat Ana.

Ali senyum setelah membaca kalimat kedua dari surat Ana tersebut. ”Maksud Ana dalam suratnya ini yang langsung nembak tanya tanpa didahului salam cinta dan sayang ini, sepertinya sama dengan kedatangan aku menemui dia tanpa kabar lebih dulu”, gumam Ali.
    
”Ceriteranya...?, nanti dulu. Sibuk ya Li,  tapi nggak lupa kan janjinya akan datang pada hari Minggu di awal bulan depan ini”, tanya Ana dalam suratnya.
”Pasti nggak lupa lah.....Ana sayang”, gumam Ali.

”Aku selalu berdo’a Li untuk you dan untuk kita, semoga selalu diberi kesehatan, mendapatkan kemudahan dalam melaksanakan tugas kita, dan yang juga penting semoga selalu dilindungi dan sanggup menghindar dari godaan-godaan”, harap Ana..

Surat Ana yang saat itu dibaca Ali hanya satu lembar, tidak seperti biasanya sekurangnya ada dua lembar. Dalam surat Ana kali ini ia menulis tentang kecurigaannya kalau surat Ali yang diterimanya terakhir tampaknya sudah dibuka dan dibaca seseorang sebelum disamapaikan ke alamat rumahnya.
”Bagian tutup amplopnya tampak agak kotor dan sudah tidak rapi”, tulis Ana.”Dulu juga aku pernah terima surat dari you yang keadaannya serupa. Nggak apa-apa Li kalau memang ada orang iri sama kita dan bisa melakukannya, kan dalam surat kita tak ada yang sangat rahasia dan merugikan orang lain”, jelas Ana dalam suratnya.

Selebihnya dalam surat Ana yang ditulisnya di selembar kertas buku tulis tanpa timbal balik itu,.Ana hanya menulis bahwa ada beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh perwakilan kedua pihak keluarga mereka.
”You mau kan tahu sampai dimana hasilnya?, ya datanglah dulu baru nanti aku ceritera”, tulis Ana lagi dalam suratnya.
”Tahu nih, kangen mau ketemu kan, sama saja Na memang sebulan saja tak bersama dengan you sudah terasa sangat lama”, gumam Ali.
”Yang pasti surat ini tak perlu dibalas, you kutunggu hari Minggu depan ini seperti biasa di rumah”, tulis Ana menutup suratnya, dan mencantumkan tanda tangan di bawah tulisan: Cium mesra dari kekasih you, Ana.

Selesai membaca surat Ana tersebut, Ali memasukkan surat Ana kembali ke amplopnya dan menyimpannya di map khusus surat-surat dari Ana.
”Aku akan datang hari Minggu ini menemui you Ana sayangku”, janjinya Ali.

Ali kemudian melepas pakaian sekolahnya, dan menggantinya dengan pakaian kebiasaan pakaian rumah. Kemudian keluar kamar menuju tempat wudhu. Di atas meja makan Ali melihat hidangan makan siang untuknya sudah disiapkan ibu kosnya. Ibu yang ada di ruang dapur melihat Ali berjalan menuju tempat wudhu, mengingatkan Ali:
”Li makan siang kamu sudah siap tuh”, ujar ibu kost.
”Ya bu sebentar mau shalat dulu”, jawab Ali.

Selesai shalat Zuhur dan berdoa, Ali keluar kamar untuk makan siang. Waktu Ali sedang makan tersebut, ibu kost menyapanya.

”Li, tadi tukang post mengantar surat, alamatnya untuk kamu jadi ibu letakkan saja di atas meja di kamarmu”, ujar ibu kost memberitahukan.
”Ya bu, sudah saya baca bu”, sahut Ali.
“Dari Ana kan Li, tetap berlanjut saja ya Li”, komentar ibu kost.
”Kok ibu tahu”, sahut Ali.
“Kan ibu sering terimakan surat untuk kamu yang diantar tukang post, pengirimnya kan selalu Ana”, jelas ibu kost.
”Teman lama bu sejak di sekolah yang dulu di Kandangan”, jelas Ali juga.
”Nah Li kalau kamu sudah punya pilihan, apalagi sudah saling janji, pesan ibu nih hati-hati, banyak gadis cantik lu disini, jangan kau hianati Ana yang juga mencintai kamu itu”, pesan ibu kostnya Ali.
”Ya bu, Insyaalah, semua teman-teman perempuan di sekolah bagi saya tidak lebih dari teman biasa”, janji Ali.
”Ya ibu hanya mengingatkan”, ujar ibu kost mengakhiri pembicaraannya.

Setelah selesai makan siang tersebut Ali masuk kamar. Sebentar membaca  daftar pelajaran untuk hari Senin lusa, kemudian ia menyiapkan buku-buku sesuai jadwal mata pelajaran untuk hari Senin tersebut. Selesai menumpuknya di atas meja belajarnya, Ali merebahkan diri di divan tempat tidurnya. Sudah kebiasaan Ali menyiapkan buku-buku untuk pelajaran hari berikutnya, termasuk pada malam harinya membaca mengulangi materi-materi pelajaran yang telah diajarkan gurunya.

”Surat Ana tadi mengingatkan aku, memang bulan lalu ketika aku bertamu ke rumahnya ada kesepakatan aku akan datang pada hari Minggu pertama di bulan depan ini.menamu ke rumahnya. Katanya ia akan ceritera perkembangan kesepakatan antara kedua pihak orang tua kami. Memang Ana bilang akan selalu mengikuti perkembangan lika-liku menuju kesepakatan pertunangan kami, dan ia janji akan ceritera  kepadaku. Ada juga tercetus  keinginan Ana yang maunya bisa selalu bersama dalam waktu cukup lama, maka aku janji akan datang pada hari minggu bulan depan ini. Walau pun sebenarnya Minggu pertama bulan depan nanti akan ada libur sementeran dan juga bertepatan dengan libur bulan suci Ramadhan. Yang ingin selalu lama kita bersama tersebut bukan you saja, sama Na aku juga”, renung Ali sambil tiduran di divan tempat tidurnya. Renungan Ali mengingat berbagai peristiwa manis yang dialaminya bersama Ana, berakhir dengan datangnya kantuk yang membawanya terlelap di sore hari Sabtu awal bulan tersebut

Pada pagi hari Minggu sesuai dengan janjinya juga sesuai bunyi suratnya Ana, Ali sengaja bangun lebih awal dari hari biasa. Maklum hari ini ia akan menyempatkan ikut naik bus keberangkatan pertama jurusan Barabai-Banjarmasin. Kemaren Ali sudah bilang kepada ibu kostnya kalau pada hari Minggu ini ia akan pulang kampung menemui orang tuanya dan akan kembali sore itu juga. Karena itu sebelum jam tujuh pagi ibu kost sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Ali. Sehingga tanpa tergesa-gesa semua kegiatan rutinitas pada waktu pagi termasuk kewajiban agamanya ia selesaikan dengan nyaman.tanpa merasa terbebani. Belum jam tujuh pagi Ali sudah berada di stasiun bus, sehingga Ali bisa segera naik bus yang jadwal keberangkatan pukul 07.00 pagi.

Demikian juga dengan Ana yang yakin bahwa Ali akan datang pada hari Minggu ini, pagi itu dilaluinya dengan kegiatan pagi yang menyenangkan. Pagi itu memang pagi ceria bagi Ana, karena selain seseorang yang selama ini mencintai dan dicintainya akan datang dan bersamanya, juga kegembiraan dengan berita resminya pertunangna mereka yang akan disampaikannya sendiri kepada Ali.

Kurang beberapa menit jam 09.00, ketika bus sampai di perempatan Jalan Pos, Ali minta bus berhenti, dan ia turun di tepi jalan tersebut. Hanya dengan berjalan sekitar 40 meter memasuki Jalan Durian ke utara, Ali sudah memasuki pekarangan luas rumah Ana.

Ana  satu jam yang lalu sudah siap menanti Ali. Ada perasaan  rindu yang sempat dirasakan Ana, sehingga ia menulis surat yang diterima Ali mengingatkan kalau Ali janji akan datang pada awal bulan ini Sudah biasa juga Ana selalu ingin tampak cantik dalam penampilannya, sehingga untuk bersama dengan Ali ia sengaja ingin terlihat lebih cantik khusus untuk orang yang dicintainya. Ana masih berada di kamarnya. Ada lemari kaca baru di kamar Ana sejak seminggu yang lalu. Lemari ini khusus berisi beberapa macam barang yang terdiri dari pakaian, selendang, hingga sendal dan asesores-asesores lainnya lengkap yang umum biasa disebut sebagai barang ”patalian” bagi mereka yang resmi bertunangan. Ana sekali-sekali melerek barang-barang tersebut. Sementara di jari kelengkengnya tangan kirinya melingkar cincin emas yang di bagian dalamnya ada tulisan nama Ali.

Sementara Ana masih terlena dengan ingatan bagaimana keluarga Ali sepuluh hari yang lalu, datang ke rumahnya membawa beberapa bungkusan berhias berisi barang-barang patalian, yang disambut oleh beberapa orang dari pihak keluarganya, ketika pandangannya tertuju ke jam dinding di atas meja belajarnya yang menunjukkan hampir jam sembilan, ia bergegas ke ruang tamu. Kebetulan bersamaan itu Ana melihat dari jendela depan, ada seseorang masuk pekarangan rumahnya. Memang ketika ia membuka pintunya rumahnya Ali sudah berada di depan teras rumahnya.

Begitu kedua mata mata mereka bertemu, tak satu dari kedua mereka saling menyapa. Ana yang biasa begitu ramah menyapa kedatangan Ali, atau Ali dengan sapaan goyonnya bertanya apa ia boleh masuk, tapi pertemuan keduanya kali ini diawali dengan saling senyum penuh cinta. Ketika Ali telah berada di teras dan masih sama membisu, Ana langsung membimbing tangan Ali kemudian duduk berdampingan di kursi tamu panjang yang juga sering mereka tempati berdua.      
”Lagi puasa ya Na”, tanya Ali melihat cara Ana menyambut kedatangannya saat ini.
Ali memperhatikan Ana hari itu memang tampak dandanannya lebih cantik dari biasa..Juga matanya tampak biasa ceria. Karena Ana memandangnya tidak lebih dari senyum manis karena itu tertlontar pertanyaan Ali kalau Ana sedang puasa.
”Nggak Li, hari ini sengaja aku ingin you yang lebih dulu bertanya sesuatu”, jawab Ana.
“Oh ya, ingat nih, mengapa nembak langsung tanpa salam cinta dan salam sayang,  surat yang datang”, kata Ali mengulang bunyi awal surat Ana.
”Nah itu Li sayang pertanyaan yang kutunggu, mengapa aku tak bicara dulu”, cetus Ana.
”Ya maaf ya Ana sayang, you sangat cantik pagi ini, ceritera dong manis’, goda Ali sambil merapatkan duduknya ke samping Ana.
”Betul nih ingin tahu”, sahut Ana sambil menatap mata Ali.
Begitu selesai pertanyaan Ana, sebelum menjawab Ali mencium pipi kanan Ana yang licin kemerahan. Ana hanya diam.
”Sudah sampai mana kesepakatannya ya Na”, bilang Ali ingin mengetahui ceriteranya Ana.
”Lihat apa ini Li”, cetus Ana sambil memperlihatkan cincin emas yang melingkar di jari manis tangan kirinya.
Ali yang sejak tadi belum sempat memperhatikan ada cincin di jari manis Ana, langsung terpikir apa ia itu cincin pertunangan mereka.
”Jadi sudah resmi?”, ucap Ali setengah ragu.
“Nih jawabnya Li, mau cium pipi aku yang sebelahnya kan”,  bilang Ana sambil menatap mata Ali dan memiringkan pipi kanannya kepada Ali.
Ali tidak langsung mencium pipi Ana, ia langsung merangkul Ana, dan baru kemudian  mencum pipi kanan Ana.
”Jadi begini ceriteranya Li, semuanya baru tuntas hari Minggu yang lalu. Sementara  pertemuan dan kesepakatan-kesepakatan antara mama dengan tante you Ramlah semua itu berlangsung sewaktu aku sedang tidak ada di rumah lagi masih mengajar. Selama ini mama juga paling bilang tadi tantenya Ali datang, kita sudah beresin pesan cincin. Hari lain bilang sudah beresin kesepakatan antaran patalian”, jelas Ana.
”Syukur Na, itu artinya orang tua kita sepenuhnya merestui kita”, tanggap Ali
”Tapi nih di rumah you ada lu cincin seperti ini. Kalu ini di bagian dalamnya ada nama you, yang itu nama aku. Ya ngerti aja Li untuk you tak perlulah selalu dipakai di jari, nggak usah di pakai ke sekolah, hanya untuk momen-momen lainlah”, pinta Ana.
Kalau you ke sekolah mengajar pakai nggak Na”, sungka Ali.
”Kalu aku setiap pergi  ke manapun pasti pakai cincin ini Li”, tegas Ana.
”Mantap you Na”, puji Ali.
”Pasti Li”, jawab Ana dan kini Ana yang mencium pipi kanan Ali,  .

”Li, sebentar ya aku ambil minuman”, bilang Ana sambil bangkit dan masuk ke ruang dalam.
Sebentar juga Ana sudah kembali membawa minuman seperti biasa, dua gelas teh dan satu stoples kue.
”Mama nggak ada di rumah,  biasa kalau lagi tak ada kegiatan main ketempat kakak, disana rami Li ada keponakan-keponakan, tadi jam delapanan lebih setelah nyiapin untuk makan siang seadanya lalu pergi. Dekat jadi jalan kaki aja”, jelas Ana..
”You bilang kalau aku akan datang menamu”, tanya Ali.
”Kalau nggak sangat perlu, walau you sudah janji akan datang, aku nggak bilang sama mama takut you nggak datang, kalu suda ada baru aku bilang”, jelas Ana lagi.
”Ternyata untuk berbuat you selalu pakai pertimbangan, salut aja nih”, puji Ali.
”Sudah lah Li, muji terus nih hari ini”, sahut Ana
”Ayo minum dulu sama-sama, kuenya juga, sudah itu kita pergi...., maunya kemana Li”, sambung Ana.
”Jalan ke luar..., tapi nanti mama datang rumah dikunci, tanpa minta izin lagi, gimana?”, Ali kasih pertimbangan
”Kunci rumah?, setiap pergi mama selalu bawa kunci double. Tentang izin?, kalau pergi dengan you nggak pernah kan mama melarang”,jelas Ana.
”Okey, kalau gitu”, setujunya Ali.

”Sebentar Li, tunggu ya.....”, bilang Ana sambil berdiri untuk masuk kamar.
Hanya sebentar Ana kembali ke kamar tamu dengan dandanan lebih cantik.
”Tampak cantik ni nanti di mana-mana ditaksir orang lho”, komentar Ali.
“Nggak lah Li, kan sudah you yang punya. Ayo Li, pergi yu”, ajak Ana
Ali menuruti ajakan Ana. Setelah mereka di teras, Ana mengunci pintu depan rumahnya.  Ali mengambil kenderaan Ana yang sudah sejak tadi diparkir di samping rumah depan papilyon rumah.

Ketika keduanya sudah berada di atas kedaraan, belum ada bicara soal tujuan.
”Kelilingnya area mana Na”, tanya Ali.
“Terserah you Li”, jawab Ana pendek.
”Sekarang aku ajak cari makan aja deh”, tukas Ali.
”Masa Li, di rumah aja nanti, pasti mama selalu siap dengan makan siang”, sahut Ana.
”Sekali-sekali bolehkan makan berdua bukan di rumah”, pinta Ali.
”Tapi bukan nggak pernah kan Li”, Ana mengingarkan.
”Kalau dulu status kita berdua beda dengan sekarang, hari ini kita berdua sudah resmi bertunangan’, jelas Ali.
”Oky, dimana Li”, sahut Ana singkat.

Ali menghentikan jalan kendaraannya, tidak jauh dari kerumunan orang yang mau menonton pemutataran film hiburan hari Minggu di salah satu bioskop di kota Kandangan.
”Pilih Na, selesai makan nonoton film, atau selesai makan menemani aku ke kampung sebentar nemui orang tua”, Ali menawarkan pilihan kepada Ana.
”Pilih yang kedua, untuk you demi orang tua”, Ana memutuskan pilihan tanpa ragu.
”Makasih Na, sekarang pilih lagi: masakan ikan, soto Banjar,  ketupat Kandangan, atau ada usul yang lain”, tanya Ali lagi.
”Yang enak ringan aja”, sahut Ana.
”Apa itu Na”, tanya Ali.
“Soto Banjar”, kata Ana singkat.
”Setuju Na, soto Banjar dan sate ayamnya kan”, jelas Ali.
”Okey bangat”, cetus Ana singkat.
”Kalau begitu kita berangkat ke Rumah Makan di Jalan Panglima Batur”,
”Pegang Na nanti you kececer di jalan, takut nanti you dikira belum ada yang punya, langsung diambil orang”, seloroh Ali.
Ana tidak menjawab, hanya bersamaan dengan berjalannya kendaraan, Ana berpengang ke pinggan Ali mulai dengan mencobitnya.
”Aduuh Na”, bilang Ali agak nyaring spontan tak sadar.

Sepuluh menitan kendaraan Ali sudah memasuki Rumah Makan yang menyediakan Soto Banjar dan sate ayamnya.
Karena hari itu baru hampir jam sebelasan pengunjung rumah makan hanya berisi tiga meja saja. Ali mengajak Ana menuju meja dekat dinding agak masuk ke dalam. Ali memesan dua porse besera sate ayamnya dan dua teh panas manis, yang diiyakan Ana, kepada pelayan yang mencatat menu pesanan mereka.

Selang lima menitan pesanan sudah siap dan diletakkan di meja mereka.
”Silakan..”, kata pelayan setelah selesai meletakan pesanan Ali.
”Makasih”, kata Ali singkat.

”Wah satu porse banyak ni Li”, komentar Ana sambil menyenduk kuah di piring soto yang dihadapinya.
”Tenang Na, takut gemuk ya, udah makan sebisa nya saja nggak apa-apa”, saran Ali.
”Kalu aku gendut you masih suka ya Li”, sungka Ana sambil mulai menikmati jenis makanan yang termasuk kesukaannya..
Ali yang sudah lebih dahulu menikmati makanan yang disebut soto Banjar ini,  tersedak mendengar ocehan Ana.
”Minum dulu Li”, saran Ana mendengar Ali kesedak.
”Banyak makan gendut?, nggak juga paling gemuk, kalu you sedikit tambah gemuk kan  tetap seksi, banyak  lu nanti yang melirik”, komentar Ali.
”Nggak ...nggak mau, dan tolong itu nanti you yang habisin satenya”, bilang Ana.
”Tenang Na, mari kita terusin dulu makannya”. ajak Ali.

Terakhir ternyata Ana masih mensisakan sotonya, sementara Ali bisa menghabiskan satenya yang masih tersisa karena lagi-lagi Ana hanya menyantap beberapa tusuk satenya.
”Bagaimana Na”, tanya Ali setelah mereka selesai menikmati soto dan sate pesanan Ali.
”Enak Li, tapi aku nggak bisa menghabiskan Li, bagiku  porsinya ternyata lebih dari cukup”, jawab Ana.
”Sudahlah nggak apa-apa. Mari yu Na”, ajak Ali.
Ali sebentar singgah di kasir. Setelah menyelesaikan pembayaranharga pesananya, Ali dan Ana ke luar rumah makan.
”Jadikan Na menemani aku sebentar ke kampung”, tanya Ali
”Jadi lah Li”, jawab Ana.
Dengan berboncengan kendaraan mereka meluncur ke kampung  menuju rumah orang tua Ali.  Selama di jalan keduanya tak banyak bicara. Jarak tujuh km sampai ke rumah orang tua Ali tidak lebih dari setengah jam.
”Sudah nyampai Na”, ujar Ali begitu kendaraan mereka berhenti di pekarangan rumah Ali.
”Sepi Li, jendela tertutup, lagi pergi ya”, komentar Ana.
Berdampingan dengan rumah orang tua Ali terdapat rumah saudara perempuan Ali.
Ali pergi ke rumah saudaranya, dan naik ke teras rumah yang pintunya terbuka.
”Assalamulaikum”, Ali mengucapkan salam.
”Alaikum salam”, terdengar jawaban dari ruang dalam rumah, bersamaan dengan munculnya saudara perempuannya.
”O.. Li, kamu datang”, sapa kakak perempuannya.
”Itu dengan Ana”, bilang Ali sambil menunjuk Ana yang masih berdiri dekat kenderaan di pekarangan rumah.
”Aduuh Li, sebentar aku ambilkan kunci rumah sebelah”, bilang kakaknya.
Setelah menyapa Ana  dan bersalaman , kakak Ali membukakan pintu rumah orang tuanya.
”Mau ke rumah aku, atau disini”, tanya kakak Ali.
”Disini saja”, bilang Ali sambil masuk dan membuka dua buah jendela tang tertutup.
”Baru kemaren Li, abah mama serta kakek dan nenek itu pergi ke Gambur Banjarmasin, kebetulan ada pesan supaya kesana karena padi sudah panen”, jelas kakak Ali.
Ana yang sejak tadi ikut masuk ber sama Ali dan kakaknya, ia duduk di kursi meja tulis punya Ali.    
”Ana mau ikut ke rumah sebelah?, ajak kakak Ali.
”Disini aja ka temani Ali, sebentar juga katanya tadi juga mau pulang”, jawab Ana.
”Kapan ka pulangnya abah mama, kakek nenek juga”, tanya Ali.
”Tak tahu, katanya kemaren sebentar saja”, jelas kakak Ali.    .
”Sudah ya aku ke rumah sebelah”, sambung kakak Ali.

Ali masuk ke ruang tengah dan menemukan lemari semua terkunci. Keadaan perabut rumah masih bersih karena baru saja ditinggalkan pergi. Ketika Ali kembali keruang tamu, ia masih duduk di kursi meja belajar membaca buku kecil catatan kepunyaan Ali.
”Ada catatan macam-macam nih”, komentar Ana.
“Kalu catatan-catatan yang ada di atas meja tu, tak ada yang rahasia”, bilang Ali.
“Jadi ada catatan-catatan  yang disimpan yang rahasia ya Li”, tukas Ana.
“Ada.....”, jawab Ali yang sedang berdiri dekat kursi duduk Ana.
”Tentang kita, atau tentang you  dengan pilihan lain ya Li”, sungka Ana.
”Tentang kita.... ya ada satu dua lah, tentang dengan pilihan lain....enggak punya pilihan lain kok”, jelas Ali.
”Tentang peristiwa kesalah pahaman  antara kita dulu kali, ada berapa catatan Li”, tanya Ana serius ingin tahu.
”Di dalam lemari meja ini banyak buku, ada juga kumpulan surat cinta you dulu, dan ada buku kecil seperti yang you baca itu, lemari dan laci meja tu terkunci tuh”,  jelas Ali.
”Catatan nggak enak itu mau tetap disimpan ya Li”, tanya Ana.
”Maunya you gimana”; tanya balik Ali.
”Kita kan sudah punya cincin nih”, bilang Ana sambil menunujukkan jarinya kepada Ali,”I ni tanda kita saling setia kan Li, jadi peristiwa-peristiwa lalu tentang kesalahpahaman dan sebagainya tu kita buang aja Li”, saran Ana.
”Pendapat brilian dari....bulan yang lalu pacar, hari ini sudah jadi tunangan......, pasti setuju Na’, jawab Ali.
”Tapi maaf ya manis....., karena lemari mama semua terkunci aku nggak bisa menemukan cincin untuk aku”, bilang Ali        
”Untuk you enggak pakai cincin, Ana tetap percaya yang katanya sejak dulu nggak punya pilihan lain”, ledek Ana,
”Nggak yakin ya Na”, tanya Ali.
“Kalau dulu memang ada, nggak apa-apa juga Li”, goda Ana.
”Tapi kalu dulu ada yan simpati banget mengapa ditolak Na”, balas goda Ali,
”Ya karena Takdir Cinta Nya memang hanya  untuk bersama Ali lah”, jawab Ana. 
”Alhamdulillah, ditakdirkan punya tunangan cantik lahir bathin”, ucapan syukur dari Ali.
”Tapi jangan lupa Ali gantengku, langkah cinta kita masih cukup jauh, karena itu pertunangan kita yang baru resmi ini perlu ada janji kesetiaan cinta di hati kita berdua”, ujar Ana.
Ana bangkit dari duduk dan berdiri di hadapan Ali, seketika mereka berpandangan dan kemudian berpelukan mesra.
”Li sudah pulang aja yu’, bilang Ana setelah saling melepas pelukannya,
”Ya..”, bilang Ali singkat.
Ali lebih dulu menutup jendela yang tadi dibukanya. Kemudian mereka keluar ke teras. Ali mengunci pintu rumah, kemudian menyerahkan kunci kepada kakanya di rumah sebelah.
”Sudah mau pulangan”, sapa kakak Ali.
”Ya ka”, jawab Ana pendek.
Ali mengambil kenderaan, sudah siap Ana duduk di boncengan, mereka kembali menuju kota dilepas oleh kakak Ali.

Selama di jalan baik Ali maupun Ana tak banyak bicara. Paling Ana kadang mengingatkan agar Ali hati-hati ketika ada kendaraan lain yang suka memotong jalan. Kurang dari setengah jam kendaraan mereka sudah memasuki pekarangan rumah Ana.

Sementara Ali memarkir kendaran ke samping rumah, Ana sudah mencoba membuka pintu depan rumahnya. Pintu masih terkunci, mama Ana masih dirumah kakak Ana.
”Masuk Na, mama kayanya belum pulang”, ujar Ana.
Gelas teh dan stoples kue yang tadi di hidangkan Ana masih ada di atas meja.
”Aku ganti sebentar tehnya”, kata Ana sambil membawa gelas teh yang kosong. ke dapur.
Ketika Ana masuk kembali dengan membawa dua gelas air teh, Ali masih duduk santai.
”Lelah ya Li”, tanya Ana.
”Kalau bersama you itu tak lelahnya”, jawab Ali.
”Aku siapkan makan ya Li”, Ana menawarkan makan siang.
”Baru dua jam di rumah makan soto, masa makan lagi”, tolak Ali.
”Kalau gitu kita minum aja dulu”, ajak Ana sambil menyudurkan teh yang baru dibuatnya ke meja di depan Ali.
Setelah menghabiskan minuman dan mencicipi kue yang di hidangkan Ana, Ali terpikir untuk mampir ke temapat tante Ramlah di Jalan Merdeka, untuk bersilaturrahmi.
”Aku pinjam kenderaan mau sebentar ke tempat tante Ramlah”, ujar Ali.
”Sekarang...?”, tanya Ana.
Ya”, bilang Ali singkat.
Ana melepas Ali yang berangkat ke jalan Merdeka. Tiba di tempat tante ramlah, pintu depannya masih terbuka. Setelah memarkir kendaraannya Ali megetuk pintu dan mengucapkan salam.
Assalamualaikum, yang langsung ada jawaban Alaikum salam. Tante Ramlah menyilakan Ali masuk.
”Lama Li  kamu nggak mampir ke tempat tante”, ujar tante Ramlah.
”Sejak di Barabai memang kurang punya kesempatan tante”, ujar Ali.
”Banyak sibuknya ya Li”, komentar tante.,”Duduk Li”, sambung nya sambil mengajak Ali di duduk di kursi tamu.
”Sudah mampir di rumah Ana”, tanya tante lagi.    
 ”Ya sudah tante”, jawab Ali.
”Alhamdulillah ya Li, tadi proses sampai resminya pertunangan kamu dengan Ana sangat lancar, ya berkat kemauan ibu Ana juga yang sangat mendukung”, ujar tante Ramlah.
”Terima kasih juga kepada tante yang banyak berkorban macam-macam, mama dan abah yang banyak minta bantuan kepada tante”, ujar Ali.
”Li aku siapkan makan ya”, tawar tante.
”Nggak tante, ini tadi sudah makan sama Ana, tadi baru mampir juga sebantar ke kampung, tapi abah mama kebetulan ke Gambut Banjar”, jelas Ali.
”Kalau gitu sebentar aku ambil minuman”, ujar tante.
”Juga ngga tante, ini sebentar aja mau kembali ke tempat Ana mengantar kendaraannya, nanti langsung pulang ke Barabai, tapi ni mau numpang shalat saja dulu”, ujar Ali.
”Oh gitu, mari masuk, sana tempat wudhu, nanti disini tempat shalatnya ”, kata tante.
Selesai wudhu Ali melaksanakan shalat di sajadah yang sudah disipakan tante Ramlah.
Selesai shalat Ali kembali ke ruang tamu, dimana ada tante Ramlah yang telah menyiapkan minuman untuk Ali.
”Silakan mimum Li dan kue itu seadanya”, bilang tante kepada Ali.
”Terima kasih tante”, ucap Ali sambil menikmati hidangan yang disediakan tante.
”Paman masih di toko ya tante ”, tanya Ali.
”Ya itu nanti jam empatan lebih baru pulang”, jelas tante,
“Anu tante, ini mau permisi aja, singgah dulu di tempat Ana, rencana langsung naik bus ke Barabai”, ujar Ali.
“Ya Li hati-hati di jalan, salam ya sama Ana dan mamanya”, ujar nante pesan kepada Ali.
“Ya tante, Asalamualaikum”, bilang Ali sambil menaiki kendaraannya.
”Alaikum salam ”, jawab tante Ramlah.

Begitu kendaraan Ali masuk ke halaman rumah Ana, tunangan Ali ini sudah berdiri di teras rumahnya.
“Ditungguin ya Na”, sapa Ali.
“Sudah, letakkan dulu kendaraannya ke samping sana”, pinta Ana.
”Tapi tampilannya tampak sudah lain”, komentar Ali begitu sudah berdiri di teras bersama Ana.
”Ngga hanya ganti baju aja, udah masuk yu”, ajak Ana ke kursi tamu.
”Mama sudah kembali”, tanya Ali.
“Sudah, juga sudah ceritera semua perjalanan kita tadi”, bilang Ana.
”Betul...ceritera semuaaa...”, goda Ali.
”Yang Ali ku nakal-nakal.... tentu nggak lah Li”, tukas Ana.
”Pintar you Na”, komentar Ali.
“Tadi mama juga nanya apa  sudah disiapin makan sama-sama, dan aku bilang kata Ali kebetulan lagi jalan-jalan sekali-sekali singgah di rumah makan lah”, terang Ana kepada Ali.
”Tadi di rumah tante Ramlah juga mau disiapan makan, tapi juga kubilang sudah tadi sama Ana”, bilang Ali.
”Apa aja di rumah tante”, tanya Ana.
”Kan tujuan ketempat tante Ramlah hanya suwan dan menyampaikan ucapan terima kasih aja, kan beliau tadinya yang wira-wiri sampai berlangsungnya dan resminya pertunangan kita kan”, jelas Ana.
”Li you mau shalat Zuhur, bisa you wudhu aku bawa ke tempat wudhu.”, ajak Ana.
”Sudah Na, tadi salat Zuhur di tempat tante Ramlah”, bilang Ali.

Bersamaan dengan selesainya ucapan Ali, mama Ana sudah berdiri di pintu yang menghubungkan ruang tamu dan ruang dalam rumah.
“Kapan dari Barabai nya nak Ali”, sapa mama nya Ana,
”Tadi pagi naik bus ma”, jawab Ali sambil agak menunduk.
”Sebentar Na, itu ada yang dikirimin Rusma ambil di dapur”, pinta mama kepada Ana.
Ana masuk ke dalam mengikuti mamanya ke ruangan dapur. Tak lama Ana muncul lagi mebawa minuman dan sejenis kue kiriman yang dibawa mamanya dari tempat Rusma kakaknya,
”Nah ini Li, you harus cobain”, pinta Ana sambil meletakkan dua piring yang berisi sejenis bubur.
”Apa itu Na, tapi kayanya aku pernah cicipin tapi lupa namanya”, bilang Ali.
”Namanya Li bubur hintalu karuang, ayu coba Li”, ajak Ana.
”Ya aku suka Na, tapi jarang ada warung yang menjual ini”, sahut Ali.
”Ini memang jarang ada di warung, biasanya dijual dijajakan oleh ibii-ibu berjalan keliling sekitar kampng, atau sering juga dibuat orang sekeluarga untuk mereka sekeluarga saja”, jelas Ana.
”Nih sudah kuhabisin Na”, ujar Ali.
”Mau lagi..., aku ambilin di dalam masih ada kok”, bilang Ana.
”Udah-usah Na, ini sudah jam empat sore lewat, bisanya mulai setengah lima sudah ada bus yang lewat. Jadi yaa mau pamit kembali dulu ke Barabai. Bulan depan sudah libur semesteran dan juga bertepatan dengan puasa Ramadhan, kalau Ana suka kita banyak waktu untuk bersama”, jelas Ali panjang lebar.   
”Aduh.. panjang lebar amat pidatonya”, komentar Ana.
”Bagaimana...dan juga mau pamit sama mama”, ujar Ali.
”Sebentar aku bilang dulu sama mama”, kata Ana sambil masuk ke dalam mau bilang sama mamanya.
Sebentar Ana dan mamanya sudah masuk ke ruang tamu, Ali berdiri kemudian menyalami mamanya Ana, ”Permisi ma ini sudah mau pulang”, bilang Ali.
”Yaa nak Ali hati-hati aja di jalan”, sahut mamanya Ana.
”Na mau ikut nggak nih”, canda Ali.
Ketika Ali sudah pakai sepatu dan akan pergi, Ana tetap mengikuti di sampingnya.
”You mau kemana Na, mau ikut”, tanya Ali.
“Tadi disuruh milih mau ikut atau nggak, ini milih ikut lah”.jawab Ana.
“Kalau mau ikut bawa koper Na, aku nggak punya pakaian untuk you”, seloroh Ali.
“Ikut sampai persimpangan itu saja Li, tempat nunggu bus”, bilang Ana.
”Setia banget you Na, sayang disini.... kalau nggak aku akan cium pipi kanan-kirimu Na”, bilang Ali.
”Udah.., tuh busnya sudah datang”, ujar Ana.
Ali melambaikan tangannya sebagai tanda akan ikut naik bus tersebut. Sehingga bus berhenti tepat di tempat Ali dan Ana berdiri.
”Na aku pergi dulu”, bilang Ali sambil memeluknya.
”Ingat Li awal bulan depan sudah semesteran, aku tunggu”, bilang Ana.
”Ya Na selamat tinggal”, bilang Ali sambil naik ke pintu bus.
”Selamat jalan Li”, jawab Ana bersamaan dengan ditutupnya pintu bus dan bergerak menuju tempat study Ali kota Barabai.

(bersambung)   .
      
        






 
 
.