Selasa, 25 Maret 2014

TAKDIR CINTA



(Ceritera ini fiksi, kalau ada kesamaan nama, tempat dan lainnya dibuat hanya kebetulan, entri ini sambungan  dari entri posting  tgl. 23 Januari 2014),  oleh: Ramli Nawawi.

17. LIKA-LIKU KESEPAKATAN CINTA (1)
Seperti biasa sekitar pukul satu siang Ana dengan kendaraannya tiba di rumah setelah selesai mengajar di sekolahnya. Ketika ia memasuki pekarangan rumahnya, Ana melihat ada mobil di rumah sebelah milik pamannya yang biasanya kosong, karena pemiliknya lebih banyak tinggal di Banjarmasin.
Setelah masuk rumah dan berganti pakaian di kamarnya, Ana menemui ibunya yang sedang menyiapkan makan siang untuk mereka.
”Sudah siap Na, makan yu...”, sapa ibunya mengajak Ana makan bersama.
”Sebentar ma, tadi di sekolah belum sempat shalat”, jawab Ana sambil terus ke tempat mengambil wudhu dekat kamar mandi.
”O ya, selesaikan shalat dulu, mama tunggu”, bilang ibunya.
”Ya ma”, jawab Ana singkat.

Selesai mengambil wudhu Ana langsung masuk kamarnya dan melaksanakan shalat Zuhur. Setelah selesai berdoa dan mengganti pakaian shalatnya, ia keluar kamar menemui ibunya yang sudah duduk di kursi meja makannya.
”Masak apa ma”, sapa Ana kepada ibunya sambil duduk di kursi makan berhadapan dengan ibunya.
”Lihat dan terka sendiri nih”, sahut ibunya sambil menyenduk nasi ke piring di depannya.
”Wah masak sayur asam ya ma, enak nih”, cetus Ana sambil mencermati sayur masakan ibunya.
”Sudah, makan yang banyak Na supaya kamu tidak kelihatan kurus”, bilang ibunya.
”Ya ma”, jawab Ana sambil menyenduk nasi ke piringnya. Ana terkesan dengan ucapan ibunya, apa memang  saat ini ia tampak kurus. padahal ia makan tetap seperti pursi biasa. Apa iya aku tampak kurus, nanti akan kutanyakan kepada Ali bila ia datang menemuiku, kata hatinya.

”Oo ya Na, apa sudah kau lihat ada mobil di samping rumah pamanmu tu”, tanya ibu Ana membuka percakapan, sambil melihat Ana yang diam dan juga belum menyuap nasi di piringnya.
”Ya ma, tadi lihat ada”, jawab Ana sepontan, besamaan dengan sadarnya dari lamunan hatinya tadi, ”paman datang sendiri ma”, sambung Ana.
”Sendiri, tadi langsung datang menemui mama”, jawab ibunya.
”Bagaimana ma”, tanya Ana, ia ingin tahu apa sudah bicara soal hubungan dengan masalah kedatangan utusan orang tua Ali.
”Ya habis bicara menanya tentang rumah pamanmu yang lama ditinggalkan sebelah itu, dan mama bilang selalu diawasi dan dijagakan, akhirnya pamanmu tanya juga soal hubungan kamu dengan Ali itu”, jelas ibunya.
”Apa bilang paman ma”, desak Ana.
”Pamanmu tanya siapa teman dekat kamu itu, bagaimana orang tuanya, dan sebagainyalah”, jawab ibunya.
”Lalu?”, desak Ana lagi ingin tahu benar.
”Mama ya ceritera seperti yang mama tahu dari kamu dan yang mama lihat langsung bagaimana kedekatan kamu dengan Ali lah”, sahut mama.nya Ana.
”Paman juga tanya tentang Ali ya ma”, tanya Ana serius, takut pamannya salah penilaian tentang Ali.
”Ya mama juga bilang, Ali itu teman sekolah Ana, tapi saat ini ia meneruskan sekolahnya tiga tahun lagi, Ana sudah akrab dengan dia dan sering menamu ke rumah ini, Ana juga sudah pernah menamu ke rumah orang tua Ali, lalu dua minggu yang lalu ada utusan orang tua Ali ingin membuat ikatan resmi antara Ali dengan kamu, begitulah”, jelas ibunya.
”Bagaimana riaksi paman ma”, ujar Ana.
“Pamanmu bilang ya kalau Ana sanggup menunggu dan yakin pertunangan nanti itu bisa saling menjaga kelangsungannya, kita restui sajalah, bilang pamanmu”, ujar ibunya.

Ana tidak menanyakan apa-apa lagi kepada ibunya, hanya ia merasakan matanya basah dan tanpa terucapkan hatinya ia bersyukur kepada Allah yang telah memberi jalan lurus terhadap perjalanan cintanya bersama Ali.
“Ada pesan paman apa ma selanjutnya”, tanya Ana.
“Beliau bilang esok juga harus pulang ke Banjarmasin, dan kalau sudah ditentukan hari bakal ada pertemuan utusan orang tua Ali untuk keluarga kita bisa diberi kabar saja, itu saja tadi permntaan pamanmu”, ujar ibunya.
“Maksudnya apa ya ma?”, bilang Ana.
”Mungkin nih, bibimu atau Arta anaknya mau ikut hadir dalam pertemuan nanti”, sungka ibunya.

Ana diam lagi, ia berpikir semoga keikutsertaan mereka nanti juga tidak menjadi duri perintang dalam pertemuan nanti, mengingat memang ada gelagat dari di antara bibinya, saudara mamanya yang tidak menyukai hubungan dia dengan Ali
”Sudah Na, sudah selesai kan makannya”, ujar ibunya melihat Ana tampak masih diam.
”O ya ma”, sahut Ana sedikit terkejut, ”Sudah ma, Ana aja yang memberesin semuanya, mama biar istirahat saja”, ujar Ana.
”Oh gitu, giliranmu yang kerja Na”, bilang ibunya sambil bangkit dari duduk dan menuju kursi tempat istirahat di teras pavilliun samping rumah..
”Beres aja ma”, sahut Ana bersemangat.                  

Sambil bekerja memberesi piring-piring dan gelas yang habis dipakai selesai makan dan mencucinya, hati Ana terus berpikir bagaimana kelanjutan jalan pertemuan antara utusan keluarga Ali dengan keluarganya nantinya. ”Semoga cepat berlanjut dan berjalan mulus lah”, gumamnya.
Ana juga tidak akan mendesak ibunya, bahkan ia juga berjanji dalam hatinya tidak akan menanyakan kapan dan bagaimana ibunya menghubungi pihak keluarga Ali dan menetapkan kapan pertemuan akan berlangsung.
Selesai menyimpan lauk pauk dan nasi yang masih ada di meja makan ke lemari makan, Ana berjalan menuju teras pavilliun di mana ibunya masih beristirahat.
”Tidur aja yu ma”, ajak Ana yang melihat ibunya masih duduk santai.
”Sebentar lagi Na, masih terasa panas nih”, jawab ibunya.
“Ana duluan ya ma”, bilang Ana sambil berjalan menuju kamarnya dan kemudian merebahkan badannya.
”Aku tidak akan kirim surat dulu kepada Ali tentang perkembangan yang sudah terjadi, biar nanti kalau sudah beres semua baru aku ceritera dan mudahan nanti dia datang menamu sehingga aku bisa ceritera langsung”, gumam Ana.
Secara tak sengaja Ana teringat masa-masa perkenalannya dengan Ali, kadang ia tersenyum bila terbayang hal-hal lucu yang mereka alami, juga merasa bersyukur bisa mengatasi peristiwa-peristiwa kesalahpahaman yang juga pernah terjadi di antara mereka berdua. Kenangan lama dan panjang ini kemudian membuat ia terlelap tidur di sore hari itu.       

Berbeda dengan ibunya yang masih duduk di kursi di teras pavilliun rumahnya. Tadinya ibunya pada saat berpikir dalam menghadapi rencana pertunangan Ana ini, sempat teringat almarhum bapaknya Ana yang meninggal ketika Ana baru berumur empat tahun. Seandainya bapaknya Ana masih ada, tentu ibunya tidak berpikir sendirian dalam menghadapi persoalan Ana  anak mereka.
Tapi ibunya yang sudah biasa menghadapi sendiri berbagai masalah dalam membesarkan dan membimbing anak-anaknya kemudian bisa saja menetapkan langkah yang akan dilakukan. Agar persoalan Ana ini sebaiknya hanya menjadi persoalan dalam keluarga, maka ibunnya Ana cukup menugaskan saudara perempuan Ana untuk mengundang keluarga orang tua Ali yang ada di Jalan Merdeka untuk merundingkan kapan pertemuan antara wakil kedua keluarga Ana dan Ali bisa dilangsungkan.
”Sudah itu saja dulu”, gumamnya. Ibunya Ana juga kemudian bangkit menuju kamarnya. Sebelum masuk kamar dia melihat pintu kamar Ana sudah tertutup rapat. ”Aku coba tidur juga”, bilang ibunya Ana sambil merebahkan badannya.    

Pada sore itu paman Ana tampak sibuk menamu ke rumah-rumah bibi Ana yang tinggal di kota Kandangan. Paman Ana yang bernama H. Hanafi tersebut seorang pengusaha yang tinggal di Banjarmasin. Dia paman Ana yang tertua, kemudian ada tiga saudara perempuan ibunya Ana. Sedangkan ibunya Ana adalah yang paling bungsu di antara lima bersaudara.

Sore hari menjelang Magrib tampak ada mobil masuk ke pekarangan rumah pamannya. Kebetulan Ana yang sudah rapi setelah tidur sore itu sedang berada di pekarangan rumahnya.
Setelah pamannya memarkir mobilnya dan turun dari mobil langsung berjalan menemui Ana. Melihat pamannya berjalan menuju ke arahnya, Ana sepontan juga berjalan ke arah pamannya.
”Assalamualaikum, paman”, Ana lebih dahulu menyapa paman nya dan mencium tangan pamannya.
”Wa alaikum salam Na, apa kabar nih”, sahut pamannya.
“Alhamdulillah, baik paman”, sahut Ana pendek.
”Sudah kerja kan, bagaimana”, tanya pamannya lagi.
”Sudah paman, tapi masih belajar lah jadi guru”, sahut Ana.
”Mengapa tadinya tidak langsung melanjutkan sekolahnya lagi”, tanya pamannya lagi.
”Insya Allah nanti mengikuti pendidikan jalur kursus saja paman, juga sama tiga tahun juga”, jelas Ana.
”Ujar ada kawan kamu yang sering menamu, kini langsung melanjutkan sekolahnya”, sungka pamannya. 
Ana tersipu malu, ia hanya senyum.
”Sudah yakin ya Na pilihannya, dan memang sudah yakin bisa melalui waktu tiga tahun, mungkin ada cobaan-cobaan dalam waktu cukup lama itu”, tanya paman Ana sambil senyum.
”Insya Allah paman”, jawab Ana pendek.
”Sudah yu masuk rumah, sudah hampr Magrib nih”, bilang paman Ana mengakhiri percakapan mereka.
”Baik paman”, jawab Ana sambil mereka sama-sama berjalan menuju pintu rumah masing-masing.

Pada malamnya sehabis menjalankan shalat Isya, Ana minta ijin ibunya untuk tidur lebih duluan. Disamping merasa bahagia dengan mendapat restu dari pamannya, hatinya juga masih bertanya-tanya tentang lika-liku yang mungkin terjadi sebelum sampai kepada kesepakatan antara pihak keluarganya dengan keluarga Ali.
”Ya Allah, berikanlah jalan kemulusan dalam menuju pertunangan aku dengan Ali”, bisik hatinya berulang-ulang, hingga membawanya tertidur.

Sudah terbiasa seperti sewaktu tinggal di asrama dulu, Ana selalu bangun lebih pagi dari teman-temannya. Ia selalu menyempatkan sesegeranya menjalankan shalat Subuh setelah mendengar azan yang dikumandangkan di salah satu surau dekat asramanya dulu. Demikian juga saat Ana sudah tinggal bersama ibunya, juga kebetulan rumah Ana tidak jauh dari Masjid Jami yang ada di kotanya, sehingga setiap azan berkumandang di masjid tersebut selalu terdengar sampai ke rumahnya.

Sudah juga terbiasa bangun lebih pagi bagi Ana sehingga ia tidak pernah terlambat tiba di sekolah tempatnya mengajar. Tapi hari itu ada sesuatu yang tak pernah diduganya. Pada saat anak-anak istirahat belajar, Ana lagi berada di ruang guru bersama-sama dengan guru-guru lainnya, Kepala Sekolah memanggilnya untuk menghadapnya. Kepala Sekolah memberi tahu kalau beliau telah menerima SK kepindahan ke sekolah yang berada di kota. Karena sekolah yang bakal dipimpinnya itu masih kurang jumlah gurunya, beliau menawarkan kepada Ana apakah Ana mau ikut pindah ke sekolah yang baru itu bersama dia. Karena letak sekolah yang ditawarkan tersebut lebih dekat dengan tempat tinggalnya, Ana spontan saja menerima tawaran tersebut. Sehingga jelas Kepala Sekolah awal bulan nanti Ana sudah bertugas di sekolah yang baru tersebut.
Tawaran kepindahan tempat bekerjanya yang saat itu berada di desa  untuk pindah ke sekolah di kota yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya tersebut, saat makan malam disampaikannya kepada ibunya.
”Teman-teman guru kamu tidak ada yang iri ya Na”, reaksi ibunya.
”Teman-teman guru Ana kayanya sudah tahu ma, karena waktu Ana kembali ke ruang guru, beberapa mereka langsung bilang ”diterima tawarannya ya Na”, kata mereka. Jadi kayanya Kepala Sekolah sudah lebih dahulu berbicara kepada mereka”, jelas Ana.
”Mungkin ada pertimbbangan-pertimbangan mengapa kamu yang diajak pindah”, tukas ibunya.
”Yang Ana tahu ma di sekolah itu selain Ana hanya ada satu guru perempuannya, dan dia rumahnya dekat sekolah tersebut, sedangkan yang lainnya semua laki-laki”, sambung Ana.
”O kalau begitu pertimbangannya mungkin untuk keselamatan dan keamanan kamu di jalan  pulang-pergi yang jaraknya cukup jauh”, bilang ibunya.
”Memang kayanya begitu ma, dan tawaran itu sudah lebih dahulu dibicarakan bapak dengan teman-teman guru laki-laki, yang diantara mereka juga rumahnya ada yang lebih jauh daripada Ana”, ujar Ana.

”Sudahlah Na, semoga nanti berjalan mulus aja. Juga Na, mama  tadi menyuruh Ruhma kakakmu, pergi ke rumah  keluarga Ali yang tinggal di Jln. Merdeka memberi tahu kapan bisa bertemu dengan mama. Kenyataannya begitu Ruhma bertemu dengan keluarga Ali di rumah mereka,  sepupunya Ali langsung bersama Ruhma datang menemui mama. Sudah ada kesepakatan waktu pertemuan pihak keluarga Ali akan datang nanti di minggu pertama bulan depan ini. Tentang harinya masih akan dibicarakan dulu di keluarga Ali, sesudah itu kepastian harinya baru nanti akan dibicarakan lagi bersama mama. Kan pesan pamanmu kemaren bibimu atau Arta sepupumu yang di Banjarmasin mungkin ingin ikut dalam pertemuan itu nanti”, jelas mamanya Ana.
”Oh jadi mama tadi sudah lakukan semua itu”, tukas Ana.
”Ya mama juga tidak ingin nanti dikira oleh keluarga Ali seperti sengaja membuat masalah ini dibiarkan begitu saja”, bilang ibu Ana.
”Ya ma, semoga semuanya lancar ya ma”, kata Ana, yang merasa bangga akan dukungan ibunya untuk segera selesainya masalah ini.
”Sudah Na, kita beresi you ini”, bilang ibunya sambil menunjuk makanan yang masih ada di atas meja makan. 
”Ya ma”, bilang Ana pendek.
      
(bersambung)

FATWA



(FATWA
Cuplikan dari tabloid Republika 24 juli 2009

Apakah sebenarnya riba itu?
Dijelaskan oleh Syekh Yusuf Qardhawi, cendekiawan Muslim terkemuka asal Mesir, bahwa bunga yang diambil oleh penabung di bank adalah riba yang diharamkan, karena riba adalah semua tambahan yang disyaratkan atas pokok harta.

“Artinya, apa yang diambil seseorang tanpa melalui usaha perdagangan dan tanpa berpayah-payah sebagai tambahan atas pokok hartanya, maka termasuk riba, dan tidak boleh disedekahkan,”tandasnya.

Sejatinya, keharaman bunga juga telah ditetapkan dalam berbagai forum dan lembaga Islam, baik nasional maupun internasional. Majma’ul Buhuts-al-Islamy di Al-Azhar, Mesir misalnya, sudah memutuskan hal ini pada Mei 1965.

Majma’al Fiqh al-Islamy negara-negara OKI yang berlangsung di Jeddah tanggal 22-28 Desember 1985 juga serupa. Keputusan dari Dar Al-Itfa, kerajaan Arab Saudi, bahkan sejak tahun 1979.
bahwa bunga yang diambil oleh penabung di bank adalah riba yang diharamkan.
Dari dalam negeri, ada Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2000 yang menyatakan bunga tidak sesuai dengan syari’ah. Juga keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun 1967 di Sidoarjo yang menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya Lembaga Perbankan yang sesuai dengan kaedah Islam. (keliping).         

Kamis, 20 Maret 2014

PERIHAL KEBERADAAN NILAI BUDAYA ORANG BANJAR (Kalimantan Selatan)



 PERIHAL KEBERADAAN NILAI BUDAYA ORANG BANJAR
(Kalimantan Selatan)
Oleh: Drs. H. Ramli Nawawi

 Dalam hal mengungkap berbagai nilai budaya yang sejak dulu berkembang di masyarakat Banjar. Apakah aspek budaya itu masih utuh atau sudah mengalami modefikasi, dan apakah juga nilai-nilainya tidak bergeser sebagaimana makna yang dikandungnya.
Aspek-aspek budaya dimaksud setidak-tidaknya terdapat dalam unsur-unsur budaya: 1.unsur kepercayaan, 2.unsur kemasyarakatan, 3.unsur ekonomi, 4.unsur teknologi, 5.unsur pengetahuan, 6.unsur bahasa, 7.unsur seni.
 Perlu pula disadari bahwa dari kebudayaan tiap suku bangsa, termasuk kebudayaan Banjar, terdapat aspek budaya yang telah dinyatakan sebagai Kebudayaan Nasional.  Secara lengkap yang disebut Kebudayaan Nasional adalah setiap karya orang Indonesia dari suku bangsa manapun yang mempunyai sifat khas dan bermutu tinggi sehingga sebagian besar orang Indonesia lainnya mau mengidentifikasikan diri serta merasa bangga dengan hasil karya orang tersebut.
Aspek-aspek budaya dari berbagai suku yang dapat diterima oleh umumnya suku-suku bangsa lainnya dimaksud biasa disebut sebagai “puncak-puncak kebudayaan daerah”. Puncak-puncak dari kebudayaan daerah inilah yang dinamakan Kebudayaan Nasional. Sementara indikator aspek-aspek budaya yang disebut sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah, seperti: a. komunikatif, dapat diterima oleh sebagian besar suku bangsa lainnya, b. merupakan kebanggaan nasional, c. mengandung nilai-nilai Pancasila, d. mencerminkan kualitas, mutu, e. menuju tumbuhnya rasa persatuan dan kesatuan, f. terbuka untuk pengayaan, penyempurnaan, g. sebagai ungkapan identitas Indonesia.
Puncak-puncak budaya daerah yang diakui sebagai Kebudayaan Nasional ini meliputi berbagai unsur budaya, antara lain: motif pakaian, bentuk bangunan, organisasi kemasyarakatan, peralatan hidup, bahasa, seni, dll.
Dalam hal melakukan pembinaan dan pengembangan Kebudayaan Banjar, maka aspek-aspek Budaya Banjar yang telah termasuk sebagai Budaya Nasional perlu dikenalkan dan diwariskan kepada masyarakat dan generasi  muda Banjar, agar di kelak kemudian hari tidak justeru hidup dan berakar di luar bumi dan masyarakat Banjar.      
            Perlu juga disadari bahwa setiap suku bangsa mempunyai kebanggaan budaya masing-masing. Mungkin pula ada daerah-daearah yang ketika masyarakatnya  dihadapkan pada pilihan-pilihan berdasarkan kepentingan apalagi masalah keyakinan, maka orang akan terbawa pada kenyataan munculnya “in group” dan “out group” (kelompok dalam dan kelompok luar). Bahkan dari 24 etnis yang tercatat saat ini yang mendiami berbagai daerah di Indonesia, juga tampaknya ada daerah-daerah yang sebagian masyarakatnya memiliki sikap yang dinamakan “etnosentris”. Kelompok masyarakat ini mempunyai kecenderungan untuk menganggap segala sesuatu yang termasuk dalam kebiasaan-kebiasaan kelompoknya sebagai sesuatu yang terbaik, apabila dibandingkan dengan kebiasaan-kebiasaan kelompok di luarnya. Maka ketika ada kelompok orang Banjar berada di daerah perantauan dalam situasi dimaksud, sejauh mana keberadaan aspek-aspek budaya Banjar, apakah luntur atau justeru menjadi semakin kukuh dan tetap berkembang.
       Berbicara perihal kelompok-kelompok keberadaan orang Banjar yang saat ini sudah  berdiam di berbagai daerah di Indonesia, “madam ka banua orang” meninggalkan daerah kelahiran, umumnya mempunyai latar belakang yang beragam Memang orang madam ke benua orang sudah terjadi sejak zaman Kerajaan Banjar dulu. Sementara keperluan madam seseorang, baik sendiri bersama keluarga atau kelompok lainnya, sebabnya bermacam-macam.
        Kalau pada masa Kerajaan Banjar orang madam umumnya semula berawal dari keperluan berdagang dan kemudian sebagian menetap di kota perdagangan. Ada pula karena terdampar atau sengaja singgah di kota-kota pelabuhan sepulang dari menunaikan ibadah haji ke Mekah. Dalam zaman penjajahan ditambah lagi dengan mencoba mencari penghidupan yang lebih baik, atau menghindar dari tuntutan-tuntutan kewajiban yang dibebankan penguasa setempat, dan ada juga yag bersekolah ke daerah-daerah yang memiliki pesantren agama yang dikenal kesuhurannya, atau alasan lainnya. Sedangkan waktu revolusi merebut kemerdekaan ada pula mereka yang madam untuk menghindar dari kejaran dan penangkapan-penangkapan tentara Belanda. Mereka kelompok-kelompok yang madam dalam masa-masa tersebut di atas,  merupakan komunitas orang Banjar yang saat ini terdapat di berbagai daerah di Indonesia.
         Sedangkan tentang kegiatan dan usaha komunitas warga Banjar keturunan mereka yang madam zaman Kerajaan Banjar dan zaman penjajahan mungkin sudah beragam sebagaimana penduduk asli setempat. Yang perlu diungkap dalam kehidupan komunitas Banjar keturunan ini sejauhmana karakter kekhasan budaya Banjar masih terdapat dalam pola kehidupan mereka.
         Satu hal yang perlu dicatat bahwa orang Banjar dikenal masyarakat luar sebagai orang agamis. Memang dalam sejarah sejak Kerajaan Banjar lahir, Islam mulai berkembang di banua Banjar. Bahkan Islam di Negeri Banjar mencapai puncak ketenaran ketika mendapat pembinaan dan penyebarannya yang dilakukan oleh Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari seorang ulama Banjar setelah mendalami pengetahuan keislaman selama 32 tahun di Mekah dan Madinah. Karena itulah maka baik masyarakat zaman Kerajaan Banjar, maupun masyarakat Banjar zaman penjajahan, serta masyarakat Banjar zaman kemerdekaan, tetap dikenal sebagai masyarakat agamis.
          Lalu bagaimana karakter masyarakat agamis, ajaran Islam mengajarkan dan mewariskan sikap berhati-hati (wara’) dengan apa yang menjadi hak diri pribadi dan hak orang lain. Namun masyarakat Banjar sejak zaman Kerajaan Banjar juga dikenal sebagai masyarakat dagang yang mewariskan kelompok kebebasan berkompetisi. Kedua karakter masyarakat Banjar tersebut yakni wara’ dengan hak pribadi dan hak orang lain serta bebas dalam berkompetisi, memberikan gambaran bahwa orang Banjar aslinya berkarakter jujur. Selain itu apakah masyarakat Banjar mewarisi karakter masyarakat feodal zaman Kerajaan Banjar, tampaknya tidak banyak mempengaruhi perkembangan budaya   masyarakat Banjar. Karakter masyarakat feodal yang menonjolkan asal usul dan asesori diri serta memandang martabat dari peranan dan kekuasaan, tampaknya tidak terwariskan karena memang tokoh sentralnya (sultan atau raja) tak berlanjut sejak dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Belanda sejak abad ke 19, juga tidak sejalan dengan ajaran Islam yang dianut masyarakat, yang memandang manusia sama di hadapan Allah kecuali dari segi ibadahnya.
Di beberapa daerah atau kota-kota besar di berbagai propinsi di Indonesia tampaknya sudah sejak lama ada wadah komunitas orang Banjar. Mereka memberi nama organisasi dengan tidak meninggalkan label Banjar. Bagi komunitas perantau yang telah terwadahi ini umumnya aspek-aspek Budaya Banjar masih hidup dan terjaga, karena sering teraktualisasi dalam kesempatan- kesempatan pertemuan yang mereka lakukan, walaupun tentu saja terbatas pada apa-apa saja yang sempat diwariskan oleh nenek-kakek mereka.
        Ada juga komunitas Banjar di perantauan yang diikat dengan kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti kegiatan pengajian, yasinan, dan lainnya. Bahkan ada daerah-daerah yang mempunyai masjid yang dibangun warga Banjar sendiri, walaupun kemudian dalam pengelolaannya dilakukan bersama-sama dengan masyarakat penduduk sekitarnya, sebagai bukti bahwa masyarakat Banjar tidak berkarakter in-group dan out-group. Sebagai pribadi-pribadi yang berasal dari daerah Banjar Kalimantan Selatan yang dikenal agamis dan berpengatahuan keagamaan yang cukup, umumnya di manapun mereka bermukim akan diminta bahkan dipercaya untuk memimpin kegiatan keagamaan.
                 Kita mungkin belum pernah mendengar ada komunitas Banjar di perantauan yang keberadaannya ditolak masyarakat setempat. Tetapi kalau kasus-kasus individu orang Banjar diperantauan mungkin suatu kekecualian, karena kita sadari juga bahwa ada orang-orang Banjar yang melenceng dari karakter budaya asalnya.
          Perlu juga digambarkan ketika keturunan warga Banjar di perantauan dalam pembauran telah terjadi kawin-mawin dengan suku-suku asal daerah lain. Memang tidak dapat dimungkiri akan terjadi akulturasi budaya antara kedua pendukung budaya. Banyak hal yang bisa terjadi bagi keturunan mereka, seperti bahasa yang banyak dipakai dalam rumah tangga, istilah-istilah pengganti nama yang dipakai, sejauh mana kesanggupan mengenalkan dan mewariskan budaya Banjar bagi generasi penerusnya, dan sebagainya.

(HRN: Harap naskah ini tidak diposting kr blog lain).           


Sabtu, 08 Maret 2014

BUKU-BUKU HASIL KARYA DRS. H. RAMLI NAWAWI

 KARYA-KARYA TULIS YANG DITERBITKAN

Buku-Buku Karya Tulis Sendiri:
  
1.Dewan Banjar, Penerbit Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang  Banjarmasin, ISBN: 979-9464-02-1, th. 2000.

2.Peranan Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari Dalam Penyebaran Ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama'ah di Kalimantan Selatan, Penerbit Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional (BKSNT) Yogyakarta, ISBN: 979-8971-02-7, th. 1998.

3.Ekspedisi Laut Dari Jawa Ke Kalimantan Selatan Pada Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-1949), Penerbit BKSNT Yogyakarta, ISBN: 979-8971-01-9, th.1998.

4.Masjid Ampel, Sejarah, Fungsi dan Peranannya, Penerbit dalam Laporan Penelitian Jarahnitra, No. 018/P/1999, th. 1999.

5.Kehidupan Suku Bukit Loksado Di Kalimantan Selatan, Penerbit MSI Cabang Banjarmasin, ISBN: 979-9464-01-3, th. 2000.

6.Perjuangan Kaum Republikein Menuju Negara Kesatuan Republik Indonesia di Kalimantan Selatan, Penerbit MSI Cabang Banjarmasin, ISBN: 979-9464-00-5, th. 2001.

7..Masjid Besar Semarang Peranannya Dalam Pengembangan Islam, Penerbit MSI  Cabang Yogyakarta, ISBN: 979-9419-10-7, th. 2001.

8.Kiprah Perjuangan Tentara Pelajar dan Peranan Unsur Supra Natural Pada Masa Perang Kemerdekaan di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1945-1949, Penerbit MSI Cabang Yoyakarta, ISBN:979-9419-09-3, th. 2001.

9.Pondok Pesantren Tahaffudzul Qur'an Semarang Perkembangan dan Peranannya, Penerbit MSI Cabang Yogyakarta, ISBN: 979-9419-16-6. th. 2004.

10.Masjid Gala Peninggalan Sunan Bayat Keadaan dan Peranannya (1980-2002), Penerbit MSI Cabang Yogyakarta, ISBN: 979-9419-15-8, th. 2004.
  
11.Dugderan Di Semarang Suatu Kajian Sejarah Tradisi Budaya Sebagai Aset Wisata, Penerbit MSI Cabang Yogyakarta, ISBN: 979-9419-17-4, th. 2004.

12.K.H. Abdullah Umar Al Hafdz, Kehidupan, Pengabdian dan Pemikirannya,  Laporan Penelitian BKSNT Yogyakarta, th. 2004.

13.Quwwatul Islam Masjid Para Pedagang Banjar Di Kota Yogyakarta, Laporan Penelitian BKSNT Yogyakarta, th. 2005.


Sebagai Ketua Tim Penulis Buku-Buku:

1.Sejarah Sosial Daerah Kalimantan Selatan, Penerbit Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional (IDSN) Jakarta, 1984.

2.Tata Kelakuan Di Lingkungan Pergaulan Keluarga Dan Masyarakat Daerah Kalimantan Selatan, Penerbit Peroyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah (IDKD) Banjarmasin,  1984.

3.Sejarah Kota Banjarmasin, Penerbit Proyek IDSN Jakarta, 1986.

4.Tingkat Kesadaran Sejarah Siswa SMTA dan Masyarakat di Propinsi Kalimantan Selatan, Penerbit Proyek IDSN Jakarta, 1986.

5.Peralatan Produksi Tradisional dan Perkembangannya Daerah Kalimantan Selatan, Penerbit Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya (IPNB) Banjarmasin, 1989..

6.Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945-1949) Daerah Kalimantan Selatan, Penerbit Proyek IPNB Banjarmasin, 1991.

7.Sejarah Pendidikan Daerah Kalimantan Selatan, Penerbit Proyek Penelitian, Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya (P3NB) Banjarmasin, 1992.

8.Sejarah Pengaruh Pelita Terhadap Kehidupan Masyarakat Pedesaan Di Kalimantan Selatan, Penerbit Proyek IDSN Jakarta, 1993.

.9.Dampak Sosial Budaya Akibat Menyempitnya Lahan Pertanian Kelurahan Pelambuan Propinsi Kalimantan Selatan, Penerbit Proyek P3NB Banjarmasin, 1993.
  
10.Sisitem Kepemimpinan Dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Kalimantan Selatan, Penerbit Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya (P2NB) Banjarmasin, 1994.

Sebagai Anggota Tim Penulis Buku-Buku:

1.Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme Dan Kolonialisme Di Kalimantan    Selatan, Penerbit Proyek IDSN Jakarta, 1983.
2.Upacara Tradisional Upacara Kematian Daerah Kalimantan Selatan, Penerbit  Bagian Proyek P3NB Banjarmasin, 1992.

3.Pembinaan Disiplin Di Lingkungan Masyarakat Kota Banjarmasin, Penerbit Bagian Proyek P2NB Banjarmasin, 1994.

4.Sejarah Perjuangan Rakyat Menegakkan Kemerdekaan Republik Indonesia Di Kalimantan Selatan (Periode 1945-1949), Penerbit Pemda Tinkat 1 Kalimantan Selatan, 1994.

5.Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Kualitas sumber Daya Manusia Daerah Kalimantan Selatan, Penerbit Bagian Proyek P2NB Banjarmasin, 1995.

   6.Integrasi Nasional Suatu Pendekatan Budaya Daerah Kalimantan Selatan, Penerbit Bagian Proyek P2NB Banjarmasin, 1996.

   7.Dampak Globalisasi Informasi Dan Komunikasi Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Di Daerah Kalimantan Selatan, Penerbit Bagian Proyek P2NB Banjarmasin, ISBN 979-95571-1-9, th.1998.

     (HRN: Buku-buku sebagian ada di Perpustakaan Daerah Banjarmasin dan di Balai Pelestarian Jarahnitra  Yogyakarta)