HASIL WAWANCARA
KETERANGAN YANG DIBERIKAN:
1. Syekh Muhammad Arsyad adalah seorang pembaharu di zamannya. Hal itu
dapat dibuktikan dalam kitab-kitab karangan beliau, bahwa tidaklah beliau begitu
saja menyalin sesuatu pendapat dari kitab yang terdahulu, kecuali sesudah
beliau lakukan penelitian ”kuat atau tidaknya” pendapat tersebut. Sebagai ulama
di zaman itu beliau seorang pemberani dalam tindakannya, merubah dan menentang
faham yang telah berkembang sebelumnya.
2. Sezaman dengan Syekh Muhammad Arsyad ini telah berkembang faham Wihdatul
Wujud yang bersumber dari Al Hallaj. Syekh Muhammad Arsyad menentang faham
tersebut. Hal itu dapat dilihat daridukungan beliau terhadap karya Nuruddin Ar
Raniry, yaitu kitab ”Shirathul Mustqim” yang ditulis dalam rangka menentang
faham Al Hallaj yang dikembangkan oleh Hamzah Fansyuri di Aceh. Isi kitab
Shirathul Mustaqim tersebut beliau
tuliskan di tepi kitab ”Sabilal Muhtadin” hasil karya beliau.
3. Islam yang masuk ke Indonesia ini
adalah menurut Mashab Imam Syafi’i, karena itu diduga masuknya dari Gujarat. Syekh
Muhammad Arsyad adalah seorang yang termasuk dalam aliran ”mujtahid mazhab”,
karena beberapa faham beliau terdapat perbedaan dengan penganut-penganut mazhab
Syafi’i. Hal seperti ini juga dilakukan oleh Imam Nawawi dan Imam Gazali, yang
keduanya terkenal sebagai penganut aliran tersebut.
4. Sebelum Syekh Muhammad Arsyad menyebarkan Islam di daerah ini, sudah ada pula orang-orang
Arab yang datang ke daerah ini untuk berdagang. Diantara para pedagang Arab tersebut
terdapat suku Arab ”Baalwi” (Sayyid keturunan puteri Rasulullah, Siti Fatimah).
Mereka ini menggunakan gelar”Sayyid”. Dari mereka inilah secara tidak langsung
berkembang faham Syi’ah sampai ke daerah ini, sebagai akibat fanatisme mereka
itu yang sangat mengagungkan Saidina Ali dan turunannya. Para Sayyid itu
mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam Keraton Banjar. Pengaruh mereka
terhadap keraton ini sudah ada sejak zaman Sultan Suriansyah. Dan hal inipun
dibasmi oleh Syekh Muhammad Arsyad.
5. Di daerah ini dikenal ” hukum perpantangan” yang bersumber dari Syekh
Muhammad Arsyad. Beliau melihat bahwa dalam masyarakat Banjar utamanya, suami
isteri mempunyai andil yang sama dalam membina kehidupan keluarga. Pada umumnya
orang Banjar suami dan isteri sama-sama bekerja. Kehidupan ini jelas dapat
dilihat dalam keluarga petani. Sehubungan dengan itu Syekh Muhammad Arsyad
berpendapat bahwa dalam hal bercerai atau salah seorang meninggal dunia, maka
hak milik yang diperoleh selama berumah tangga itu dibagi dua lebih dahulu,
selanjutnya baru dilakukan pembagian menurut hukum waris dalam Islam yang
biasa. Dan ini satu-satunya pendapat yang tidak pernah difatwakan oleh
ulama-ulama di negeri lain, ataupun oleh Imam Syafi’i sendiri
6. Di daerah ini pada umumnya aliran Thariqat (seperti yang bersumber dari
Sofi Al Hallaj, dan lain-lainnya), tidak dapat tumbuh secara terbuka, karena
brtentangan dengan faham Sultan yang mengikuti fatwa-fatwa dari Syekh Muhammad
Arsyad Al Banjari. Juga karena pengaruh-pengaruh Syekh Muhammad Arsyad dalam
masyarakat Banjar itu dapat membendung faham-faham tersebut.
7. Dalam pengajian-pengajian di daerah ini umumnya diajarkan:
1. Ilmu Fiqh, menggunakan kitab Sabilal Muhtadin, karya Syekh Muhammad
Arsyad Al Banjari.
2. Ilmu Tasauf, menggunakan kitab Sairus Salikin karya Syekh Abdus Samad Al
Falimbangy, yang telah dibuat sadurannya oleh Syekh Muhammad Arsyad dengan nama
Kanzul Ma’rifah.
8. Syekh Muhammad Arsyad dalam ajaran beliau ”tidak memisahkan Syari’at dan
hakekat”. Sebab syaria’at dan hakekat bukan dua hal yang berpisah. Syaria’at
tanpa hakekat adalah kosong, dan hakekat tanpa syari’at adalah fasik.
9. Untuk menyesuaikan tahun Hijriah ke tahun Masehi dapat ditempuh cara:
(a) menghitung selisih kedua perhitungan tahun itu, dengan mengingat bahwa
tahun Hijriah dimulai pada tahun 622 Masehi, dan (b) bahwa setiap 33 tahun,
perhitungan tahun Hijriah ditambah 1 (satu) tahun karena bulan Hijriah hanya
terdiri dari 29 dan 30 hari saja.
(HRN: Maaf naskah ini jangan
dicopy ke blog lain). .