Oleh: Drs. H. Ramli Nawawi
Timbul tenggelamnya negara-negara nasional seperti Sriwijaya dan Majapahit memberikan cerminan kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia. Bagaimana Sriwijaya dapat menjadi negara besar dengan wilayah yang luas, demikian pula Majapahit berhasil mengembangkan kebudayaan yang tinggi di Nusantara, bukanlah semua itu suatu kebetulan belaka.
Faktor kepemimpinan yang dimiliki raja-raja atau penguasa-penguasa pada zamannya tersebut merupakan motor ke arah kejayaan suatu bangsa. Berbanggalah kita mempunyai pelaut-pelaut yang ulung pada zamann Sriwijaya dan zaman Majapahit. Kita tidak kalah hebat dengan bangsa-bangsa lain, baik yang di barat maupun yang di timur. Bahkan bumi Nusantara yang dahulu dikenal sebagai zamberut khattulistiwa, memiliki kekayaan alam yang menarik bangsa-bangsa Barat untuk datang ke Nusantara.
Tidak akan ada Amerika dan Australia kalau tidak ada orang Portugis dan Sepanyol yang tertarik dan bertetap hati untuk mencari Nusantara tersebut. Demikianlah Nusantara yang jaya dan masyhur ditemukan oleh orang-orang Portugis. Bangsa Eropah yang mengalami perkembangan pengetahuan dan teknologi sama-sama merasa berkepentingan dengan hasil bumi Nusantara. Bangsa Barat berdatangan ke Nusantara, mereka berdagang. Portugis, Sepanyol, Inggeris, Belanda bersaing di bumi Nusantara.
Dalam perjalanan sejarah Nusantara ini kemudian ada pemimpin-pemimpin Indonesia yang tetap pada prinsif bahwa Nusantara harus tetap menjadi miliknya orang Indonesia. Tetapi prinsif ini tidak begitu saja tumbuh pada semua orang Indonesia. Kita hebat tapi kita tidak mengembangkan scient yang mampu menumbuhkan nasionalisme. Karena itu kita mudah dimuslihati.
Kecuali mereka yang mempunyai prinsif, selalu teguh dan membakar semangat orang-orang sekitarnya. Timbullah gerakan-gerakan perlawanan rakyat seperti yang dipimpin Sultan Hasanuddin, Sultan Agung, Untung Surapati, Pangeran Antasari, Pangeran Diponegoro, dan lainnya yang mengangkat senjata. Mereka adalah pemimpin-pemimpin bersama rakyat yang teguh prinsif, bahwa Belanda penjajah harus diusir dari bumi Nusantara. Mereka para pemimpin rakyat ini kemudian hancur besama keteguhan hati mereka. Mereka pahlawan nasional, walaupun mereka bukan orang-orang yang mengantarkan Indonesia Merdeka secara langsung kepada generasi selanjutnya.
Negeri ini tidak kehabisan putera-putera terbaik yang hancur memepertahankan prinsif. Pada suatu kesempatan yang kemudian datang, anak bangsa ini bangkit serentak. Orang Timur tidak selalu kalah dengan orang Barat. Osterse Renaissance melahirkan pergerakan-pergerakan kemerdekaan di Indonesia. Partai-partai politik dan organisasi-organisasi lainnya disusun secara modern dengan sistem organisasi. Kegagalan atau kekeliruan pimpinan tidaklah menghentikan perjuangan mencapai tujuan. Patah tumbuh hilang berganti. Prinsif, organisasi, kepemimpinan politik dan teknologi merupakan faktor-faktor dominan untuk menghadapi imperialisme dunia.
Demikianlah kemerdekaan ini tidak lahir begitu saja. Mungkin kemerdekaan Indonesia 1945 tidak akan ada tanpa ada putera-putra terbaik seperti Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, Ki Hajar Dewantara, Dr. Tijpto Mangunkusumo, Dr. Setia Budi, H. Saman Hudi, HOS Tjokroaminoto, Tan Malaka, Syahrir, Soekarno, Hatta, Sartono, M. Yamin, dan banyak lainnya yang tidak tersebutkan satu persatu.
Kemerdekaan negeri ini sangat mahal, ia ditebus dengan darah dan penderitaan. Revolusi telah mewariskan beribu makam pahlawan. Berjuta manusia yang rela mati karena meneriakkan kata “MERDEKA” atau menegakkan tiang dan melindungi kain berwarna “MERAH dan PUTIH”.
Tahukah Saudara untuk siapa mereka berbuat semua itu. Untuk kita semuanya, untuk diwariskan kepada generasi berikutnya, kepada kita dan anak cucu kita. Tidak ada suhada dan pahlawan yang mengucapkan pesan kepada kita. Kecuali kitalah yang harus bersikap, kemana Indonesia yang mahal ini akan kita bawa. Dan hanya mereka yang tidak mengenal sejarah yang tidak pernah mendengar bisikan semangat dan keteguhan hati patriot-patriot bangsa ketika menghadapi maut sebagai resiko perjuangannya. Mereka para pewaris kemerdekaan yang zalim lah yang saat ini tega menari-nari di atas bangkai perjuangan. (HRN: disusun dari berbagai sumber).
Timbul tenggelamnya negara-negara nasional seperti Sriwijaya dan Majapahit memberikan cerminan kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia. Bagaimana Sriwijaya dapat menjadi negara besar dengan wilayah yang luas, demikian pula Majapahit berhasil mengembangkan kebudayaan yang tinggi di Nusantara, bukanlah semua itu suatu kebetulan belaka.
Faktor kepemimpinan yang dimiliki raja-raja atau penguasa-penguasa pada zamannya tersebut merupakan motor ke arah kejayaan suatu bangsa. Berbanggalah kita mempunyai pelaut-pelaut yang ulung pada zamann Sriwijaya dan zaman Majapahit. Kita tidak kalah hebat dengan bangsa-bangsa lain, baik yang di barat maupun yang di timur. Bahkan bumi Nusantara yang dahulu dikenal sebagai zamberut khattulistiwa, memiliki kekayaan alam yang menarik bangsa-bangsa Barat untuk datang ke Nusantara.
Tidak akan ada Amerika dan Australia kalau tidak ada orang Portugis dan Sepanyol yang tertarik dan bertetap hati untuk mencari Nusantara tersebut. Demikianlah Nusantara yang jaya dan masyhur ditemukan oleh orang-orang Portugis. Bangsa Eropah yang mengalami perkembangan pengetahuan dan teknologi sama-sama merasa berkepentingan dengan hasil bumi Nusantara. Bangsa Barat berdatangan ke Nusantara, mereka berdagang. Portugis, Sepanyol, Inggeris, Belanda bersaing di bumi Nusantara.
Dalam perjalanan sejarah Nusantara ini kemudian ada pemimpin-pemimpin Indonesia yang tetap pada prinsif bahwa Nusantara harus tetap menjadi miliknya orang Indonesia. Tetapi prinsif ini tidak begitu saja tumbuh pada semua orang Indonesia. Kita hebat tapi kita tidak mengembangkan scient yang mampu menumbuhkan nasionalisme. Karena itu kita mudah dimuslihati.
Kecuali mereka yang mempunyai prinsif, selalu teguh dan membakar semangat orang-orang sekitarnya. Timbullah gerakan-gerakan perlawanan rakyat seperti yang dipimpin Sultan Hasanuddin, Sultan Agung, Untung Surapati, Pangeran Antasari, Pangeran Diponegoro, dan lainnya yang mengangkat senjata. Mereka adalah pemimpin-pemimpin bersama rakyat yang teguh prinsif, bahwa Belanda penjajah harus diusir dari bumi Nusantara. Mereka para pemimpin rakyat ini kemudian hancur besama keteguhan hati mereka. Mereka pahlawan nasional, walaupun mereka bukan orang-orang yang mengantarkan Indonesia Merdeka secara langsung kepada generasi selanjutnya.
Negeri ini tidak kehabisan putera-putera terbaik yang hancur memepertahankan prinsif. Pada suatu kesempatan yang kemudian datang, anak bangsa ini bangkit serentak. Orang Timur tidak selalu kalah dengan orang Barat. Osterse Renaissance melahirkan pergerakan-pergerakan kemerdekaan di Indonesia. Partai-partai politik dan organisasi-organisasi lainnya disusun secara modern dengan sistem organisasi. Kegagalan atau kekeliruan pimpinan tidaklah menghentikan perjuangan mencapai tujuan. Patah tumbuh hilang berganti. Prinsif, organisasi, kepemimpinan politik dan teknologi merupakan faktor-faktor dominan untuk menghadapi imperialisme dunia.
Demikianlah kemerdekaan ini tidak lahir begitu saja. Mungkin kemerdekaan Indonesia 1945 tidak akan ada tanpa ada putera-putra terbaik seperti Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, Ki Hajar Dewantara, Dr. Tijpto Mangunkusumo, Dr. Setia Budi, H. Saman Hudi, HOS Tjokroaminoto, Tan Malaka, Syahrir, Soekarno, Hatta, Sartono, M. Yamin, dan banyak lainnya yang tidak tersebutkan satu persatu.
Kemerdekaan negeri ini sangat mahal, ia ditebus dengan darah dan penderitaan. Revolusi telah mewariskan beribu makam pahlawan. Berjuta manusia yang rela mati karena meneriakkan kata “MERDEKA” atau menegakkan tiang dan melindungi kain berwarna “MERAH dan PUTIH”.
Tahukah Saudara untuk siapa mereka berbuat semua itu. Untuk kita semuanya, untuk diwariskan kepada generasi berikutnya, kepada kita dan anak cucu kita. Tidak ada suhada dan pahlawan yang mengucapkan pesan kepada kita. Kecuali kitalah yang harus bersikap, kemana Indonesia yang mahal ini akan kita bawa. Dan hanya mereka yang tidak mengenal sejarah yang tidak pernah mendengar bisikan semangat dan keteguhan hati patriot-patriot bangsa ketika menghadapi maut sebagai resiko perjuangannya. Mereka para pewaris kemerdekaan yang zalim lah yang saat ini tega menari-nari di atas bangkai perjuangan. (HRN: disusun dari berbagai sumber).
2 komentar:
SEKEDAR AMANAT.
jaman kerajaan di bumi nusantara lahir sebelum adanya Indonesia jd bukan merupakan bagian dari indonesia...sedangkan kepemimpinan presidensial hasil perjuangan rakyat menuju kemerdekaan Republik Indonesia..Amanah UUD 45 bertujuan menjaga kedaulatan bangsa Indonesia dan ironis bilamana ada faham ideologi yang mengembalikan masa presidensial dan kekuasaan ditangan rakyat dikembalikan kepada masa monarki / kekuasaan di pegang oleh raja, bagaimana jika raja tsb dzhalim ? siapa yang mengadili? justru pergolakan revolusi Iran dan runtuhnya kekaisaran Bani Usmaniah turki di tenggarai ketidakpuasan sang raja dalam memimpin...kenapa tdk berfikir kekhalifahan yang dibentuk ? itu sesuai dengan hukum Tuhan bukan UUD atau Ideologi produk manusia yang seringkali tidak luput dr kepentingan2 sesaat....
Posting Komentar