Selasa, 31 Maret 2015

BUBUHAN BANJAR



BUBUHAN BANJAR
(Kalimantan Selatan)

Oleh: Ramli Nawawi

Pada masyarakat Kalimantan Selatan sistem kekerabatan yang berlaku  adalah sistem bilateral, yakni kedudukan seorang suami dan isteri pada satu keluarga adalah sama. Berbeda dengan sistem kekerabatan baik yang menurut garis ayah maupun garis ibu. Dalam masyarakat Banjar suatu keluarga  yang baru membangun rumah tangga tidak harus terikat tinggal bersama pihak keluarga perempuan atau keluarga laki-laki. Tetapi diakui dalam bidang-bidang tertentu  sistem kekerabatan di daerah ini menurut garis ayah, misalnya dalam hal wali atau pembagian harta waris yang mengacu pada ajaran Islam.

Dalam masyarakat suku bangsa Banjar mengenal adanya kelompok yang sangat kuat kesatuannya. Hal ini masih dapat dirasakan atau ditemui hingga sekarang. Kesatuan itu biasa disebut dengan  istilah bubuhan, rasa kesatuan sosial dan sifat gotong- royongnya kuat sekali.

Pengertian bubuhan kalau dalam ilmu Antropologi sama dengan keluarga luas, yaitu suatu keluarga yang terdiri dari lebih dari keluarga inti yang seluruhnya merupakan sistem kesatuan sosial yang sangat erat yang biasanya tinggal dalam satu rumah atau satu pekarangan. Sejak zaman Hindia Belanda bubuhan-bubuhan tidak lagi tinggal dalam satu rumah atau pekarangan melainkan telah menyebar ke pemukiman yang saling berjauhan.

Biasanya seseorang yang terpandang , mungkin karena memiliki kekayaan atau kedudukan yang tinggi dalam kehidupan sosial masyarakat kemudian dipakai menjadinama bubuhan, misalnya bubuhan Muhammad Arsyad Al Banjari. Di antara kelompok bubuhan ini ada yang percaya bahwa mereka dapat menarik garis keturunan bilateral sampai pada tokoh zaman dahulu yasng sulit ditelusuri silsilahnya dengan urut. Tokoh tersebut dipercaya menurunkan Sultan-Sultan Banjar atau seorang pejabat kesultanan.

Sekarang konsep bubuhan ini berkembang lebih luas lagi menjadi ikatan hubungan  daerah asal. Misalnya bubuhan Tanjung, bubuhan Amuntai, bubuhan Barabai, bubuhan Kandangan, dan lainnya, bahkan sampai kelompok bubuhan kampung tertentu. Ikatan bubuhan ini menjadi semakin kuat apabila mereka sama-sama jauh dari daerah asalnya.

Selain itu bagi masyarakat suku bangsa Banjar, hutan belantara,semak belukar dan gunung ,bukan semata-mata dihuni oleh manusia dan binatang, melainkan juga dihuni oleh orang gaib, binatang gaib dan sebagainya. Lingkungan kehidupan manusia merupakan personif ikasi dunia gaib, sehingga di kalangan masyarakat Banjar dikenal istilah bumi lamah dan bumi rata.  

Adanya kepercayaan yang demikian itu bubuhan orang Banjar yang mendiami daerah tertentu, seperti yang bertempat tinggal di hutan belukar, tanah rawa, pantai laut dan lain sebagainya, pada masa dulu umumnya mengadakan upacara tahunan yang berkaitan dengan lingkungan mereka. Para petani yang tinggal di lingkungan persawahan mengadakan selamatan padang sebelum memulai kegiatan bertani. Diemikian juga para pendulang intan di lokasi pendulangan sebelum melaksanakan kegiatannya terlebih dahulu mengandakan upacara menyanggar. Di lingkungan kampung nelayan ada upacara tahunan yang di kenal dengan  istilah Mapanteritasi, dan lain sebagainya. (HRN).    

Tidak ada komentar: