Sabtu, 15 Oktober 2016

23. takdir cinta



TAKDIR CINTA
Ceritera ini fiksi, kalau ada kesamaannama,
tempat dan lainnya dibuat hanya kebetulan,
entri ini sambungan dari entri 22.

Oleh: Ramli Nawawi

23. CINTA DALAM PENANTIAN (2)
“Bagaimana ijin nya mama tadi Na”, tanya Ali.
“lengkapnya gini, kalau pergi jangan lama-lama ini lagi puasa”, jelas Ana.
”Okey”, bilang Ali.

Ali dan Ana keluar pintu bersamaan. Sementara Ali mengambil kendaraan di samping rumah, Ana menunggu di pekarangan..
”Ayu Na naik”, ajak Ali ketika kendarannya sudah  di samping Ana berdiri.
”Kemana ni Li”, tanya Ana begitu ia sudah duduk di sadel di belakang Ali.
”Udah, pegang erat-erat aja, nanti jatuh diambil orang”, jawab Ali.
”Kencangnya gini ya”, bilang Ana sambil mencubit pinggang Ali.
”Aduuh, bukan kencang cubitnya Na, tapi erat pegangnya”, bilang Ali sepontan.
”Ooh, gini”, bilang Ana sambil melingkarkan tangannya ke pinggang Ali.
”Ya gitu Ana sayang..”, puji Ali.

Kali ini Ali membawa Ana pergi jalan-jalan tidak ke arah pusat kota, tapi ke arah pinggiran kota Kandangan. Karena itu Ali mengarahkan kendaraannya belok kanan dari pekarangan rumah Ana. Sampai di ujung Jalan Durian Sumur, Ali  belok kiri memasuki Jalan Gerilya. Setelah menempuh jarak kurang lebih setengah kilometer Ali menghentikan kendaraannya di pekarangna luas bangunan sebuah sekolahan. Karena lagi libur puasa tidak ada kegiatan di komplik sekolahan ini.
”Kok ada apaan Li berhenti disini”, celetuk Ana.
“Tapi you tahukan tempat ini”, sahut Ali.
“Ya tahulah, tempat sekolah kita dulu”, bilang Ana.
”Ingat ya Na, yang mana pintu ruang kelas you, dan masih ingat nggak yang mana pintu ruang kelas aku”, tanya Ali.
”Masa sudah lupa,  bangunan kiri ni itu pintu yang ke 4 ruang kelas kami. Ruang kelas you itu bangunan yang menghadap jalan ni pintu
yang paling tengah, di samping pintu itu dulu waktu istirahat you sering berdiri berduaan dengan seorang cewe, ya ganti-ganti, tapi  ada yang istimewa waktu itu tampaknya”, balas Ana.
”You sering perhatikan itu”, tanya Ali.
”You ge er ya Li”, bilang Ana.
”Ge er apa Na:”, tukas Ali.
”Ge er tu gede rasa disukai banyak teman cewe”, sahut Ana.
”Tapi Ali kan hanya pernah sekali menulis surat cinta, dan itu  hanya untuk Ana”,.jelas Ali.
”You percaya kan Li, Ana juga hanya pernah sekali membalas surat cinta, dan itu hanya untuk Ali”, jawab Ana.
”Percaya lah, karena Ali tahu waktu itu ada orang yang gagal mengharap cintanya Ana”, ujar Ali.
Sudah lah Li, ya di sekolah inilah dulu cinta kita tumbuh dan bersemi hingga kini, memang kadang ada reak-reak masalah, tetapi kita selalu menang terhadap masalah kan Li”, jawab Ana.
”Udah yu Li, kita jalan yu, dikirain orang apa lama-lama berdiri di sini”, sambung Ana.
”Okey, ayu naik Na dan pegang yang erat”, bilang Ali yang sudah di atas kendaraannya.
”Kemana lagi Li”, bilang Ana sambil naik duduk di sadel di belakang Ali.
”Tenang Na, ini kita ke Jalan Singakarsa yu, tapi coba lewat Jalan Pemuda”, jawab Ali.
”Nggak kelamaan ya Li”, Ana mengingatkan pesan ibunya.
Ali tidak menjawab pertanyaan Ana. Setelah melewati Jalan Parendra, Ali membelokkan kendaraannya menuju Jalan Pemuda.
Ketika sampai di  ujung Jalan Pemuda sebelum menyeberang perampatan jalan, Ana minta berhenti di tepi jalan persis di sampng bangunan gedung Balai Rakyat.
”Apain Na  berhenti di sini”, ujar Ali.
”You sudah lupa ya, di bangunan ini kita pernah berhadir pada acara malam perpisahan sekolah kita”, sahut Ana.
”Peristiwa apa ya Na”, tanya Ali, padahal dia ingat semua.
”You kan nyanyi Cinta Hampa di acara perpisahan itu”, ujar Ana.
”Waduh lupa Na”,  ujar Ali pura-pura lupa.
”Memang waktu itu you benar mau meninggalkan Ana ya Li”, ujar Ana.
”Ali galau Na waktu itu, karena Ana sejak rekreasi ke Pantai Takisung, Ana  kayanya sudah tak acuh sama Ali”, jawab Ali.
”Ali kan mau melanjutkan sekolah, tapi tak pernah bilang sama Ana’, jelas Ana.
”Wah itu peristiwa lama, udah Na naik dulu, tujuan kita kan ke Jalan Singakarsa”, ujar Ali.
Tanpa bicara Ana naik duduk di sadel kendaraan, hatinya sedih mengingat peristiwa itu. Selama dalam perjalanan baik Ali maupun Ana tidak bicara apa-apa. Ketika melewati sebuah rumah asrama puteri tempat tinggal Ana dulu, Ali berucap: “Asrama you dulu Na”, kata Ali.
Ana tidak merespon ucapan Ali. Ia justeru ingat kelanjutan peristiwa sehabis selesai malam perpisahan sekolahnya dulu itu.

Setelah berjalan kurang lebih lima belas menit, Ali menghentikan kendaraannya. Tapi karena rumah asrama Inderakila tempat tingal Ali dulu tampak terkunci, Ali meneruskan ke asrama Darmapala yang berjarak kurang lebih dua puluh lima meter di sebelahnya, Ali berhenti di halaman asrama tersebut.
”Apain Li singgah disini”, ujar Ana.
”Mau suwan sama bibi asrama yang tinggal di bagian belakang asrama ni”, ujar Ali.
Bersamaan dengan ucapan Ali, bibi asrama tampil di pintu papilyun asrama.
“Ali ya, lama ngak kesini nih”, ujar bibi asrama.
“Kenal sama Ana ya bi”, bilang Ali menunjuk ke arah Ana.
”Kenallah, yang sering kan datang di asrama sebelah, tapi pernah juga dengan temannya kesini”, jawab bibi.
”Silakan masuk, ya silakan mau duduk dimana saja, tapi tak ada minuman kan lagi puasa nih”, sambung bibi sambil meninggalkan Ali dan Ana.
”Santai disini aja yu Na”, bilang Ali sambil mengajak Ana duduk di kursi di ruang tengah asrama.
”Pernah ke asrama ini ya Na”, sambung Ali setelah mereka duduk sejajar berdampingan.
”Ya pernah dulu menemani kawan Ani menemui bapa asrama ini”, ujar Ana                                               
”Tapi kalau ke asrama sebelah sering kan Na”, sungka Ali.
”Seingat you Ana berapa kali ya datang ke asrama you”, tukas Ana.
”Lupa, tapi yang tak pernah terlupakan, you datang besoknya setelah acara malam perpisahan dulu”, ujar Ali.
”Karena waktu pulang acara malam perpisahan Ana minta you tunggu besoknya kan di asrama, untuk memastikan apakah Ali tu memang akan meninggalkan Ana”, jelas Ana.
”Ya tak pernah terlupakan, karena pertemuan itu menyelesaikan  kesalahpahaman antara kita”, bilang Ali.
”Iyakan Li, kalau Ana tidak datang waktu itu, tidak ada Ana bersama Ali hari ini”, bilang Ana yang waktu itu berusaha menyelamatkan cinta mereka.
”Takdir cinta kita Na, tak akan terpisahkan”, ujar Ali sambil merapat ke Ana dan memeluknya.
”Puasa Li”ujar Ana mengingatkan.
”Udah, pulang yu Na, aku suwan dulu sama bibi”, kata Ali.
Ali masuk ke belakang bagian asrama suwan sama bibi, sementara Ana keluar menunggu di pekarangan. Sebentar Ali sudah juga di pekarangan. Ali menaiki kendaraannya, dan minta Ana naik di belakangnya.
”Pegang Na”, ujar Ali sambil memacu kendarannya, pulang ke rumah Ana.
(bersambung)                                                                                                                                   i  

Tidak ada komentar: