Sabtu, 31 Desember 2016

suku banjar



 SUKU BANJAR
Disusun: Drs. H. Ramli Nawawi
Kata “Banjar” berasal dari kata Banjarmasih. Banjarmasih adalah nama  sebah kampung di muara Sungai Kuwin, anak Sungai Barito. Muara Kuwin terletak antara Pulau Kembang dan Pulau Alalak. Banjarmasih bersal dari dua kata ”banjar” dan ”masih”. Banjar berarti kampung , sedangkan kata ”masih” adalah berasal dari nama kepala suku Melayu yang oleh orang suku Dayak Ngaju disebut Oloh Masih yang maksudnya dalah orang Melayu. Disebut Oloh Masih karena kepala sukunya disebut Patih Masih. Dengan demikian Patih masih berarti Patihnya Orang Melayu.

Orang-orang Melayu memang sejak zaman sebelum datangnya Agama Islam ke Kalimantan dan juga sebelum terbentuknya Kerajaan banjar, telah membuat pemukiman di sekitar muara Kuwin. Mereka berdampingan hidup dengan suku-suku Dayak di sekitarnya. Masing-masing kelompok dipimpin oleh seorang kepaka syku yang disebut Patih. Dengan demikian disamping terdapat Patih Masih yaitu Patihnya Orang Melayu terdapat pula Patih Kuwin , Patih Balit, Patih Balitung dan Patih Muhur.

Dengan demikian di muara Kuwin terdapat lima kelompok suku bangsa yang hidup berdampingan secara damai dan terdapat persahabatan antara kelima suku tersebut. Dalam hal ini Patih Masih rupanya lebih menonjol  dianatara kelima  Patih itu, karena Patih Masih membuat sebuah bandar yang dikenal juga sebagai bandar Patih Masih. Di Bandar ini bertemu segala suku bangsa dan terjadi kontak hubungan dagang antara suku dan terjadi pula kontak antar budaya antar suku.   .

Dalam Sejarah Banjar diketahui bahwa bandar dari Patih Masih yang dikenal pula sebagai ”BANDAR MASIH”  yang terletak di kampung ”BANJARMASIH” merupakan tempat transaksi perdagangan suku Banjar dengan pedaganga dari Nusantara, dari Jawa, Palembang,Bugis, Cina, Arab dan India.

Kata ”Banjarmasih” ini lambat laun berubah menjadi Banjarmasin. Perubahan ini diakibatkan oleh catatan resmi Belanda . Dalam surat tahun 1664 nama Banjarmasih masih dipakai Belanda seperti : ”Pangeran Suryanata in Banjarmach (masih). Pangeran Ratu in Banjarmach (masih). Prince Banjarmach dan sebagainya”.

Dalam tahun 1733 kota ini sudah berubah menjadi Banjermasing, dan tahun 1845 menjadi Banjarmasin.

Kata ”Banjar” lambat laun tidak lagi berarti kampung tetapi menjadi sebutan untuk menyatakan identitas suatu negeri, bahasa, kerajaan, suku, orang dan sebagainya.

Suku Banjar asal mula berada di hulu aliran sungai Tabalong di utara dari Negara Daha. Perpaduan etnis lama kelamaan menimulkan perpadual kultural. Dalam penggunaan bahasa yang dikenal sebagai bahasa Banjar, terdapat unsur bahasa Melayu dominan sekali. Melalui periode Negara Daha masuk kebudayaan Jawa Timur dari daerah Kediri Utara, disamping itu masuk pula unsur budaya dari Majapahit. Pada permulaan abad ke 16 terjadi perebutan keraton dan pusat pemerintahan berpindah ke sebelah hilir Sungai Barito, yaitu Muara Kuwin dengan nama  Kerajaan Banjarmasin. Penduduk kota baru ini erjadi perpaduan antara penduduk Dayak Oloh Ngaju dan Oloh Masih atau orang Melayu.

Kerajaan Banjarmasin adalah sebuah kerajaan yang mendapat pengaruh dominan dari agama Islam, sehingga kemudian agama Islam dijadikan sebagai agama kerajaan. Disamping itu Kerajaan Banjarmasin adalah sebuah kerajaan Maritim yang mengandalkan kehidupan kerajaan dari hasil perdagangan. Maksudnya pedagang-pedagang Nusantara dan pedagang asing ke Banjarmasin menyebabkan terjadinya percampuran budaya, dan budaya itu dikenal sebagai budaya Banjar, penduduknya disebut Orang Banjar dan bahasanya dikenal sebagai bahasa Banjar.

Budaya Banjar sebagai kebudayaan kelompok, kebudayaan lokal adalah manifestasi cara berpikir dari sekelompok orang di daerah Kalimantan Selatan yang didominasi oleh budaya Islam. Penduduknya yang mayoritas beragama Islam dan sangat fanatik menganut ajaran Islam tersebut  menybabkan budaya luar yang bertentangan dengan agama maupun budaya lokal sisa-sisa kebudayaan lama tidak bisa berkembang. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa agama Islam adalah sebagai indikator dan sekaligus sebagai filter bagi masuknya budaya luar atau budaya  lokal yang muncul yang bertentangan dengan agama Islam.

Ada pendapat beberapa sarjana tentang siapa sebetulnya Suku Banjar atau Orang Banjar itu. Diantaranya adalah:

MenurutMallinkrodt  dalam Het Adatrecht van Borneo, Suku Banjar itu adalah suatu namayang diberikan untuk menyebut suku-suku Melayu yang terutama berasal dari daerah penguasaan Hindu –Jawa yang sebagian besar berdiam di pesisir Kalimantan Selatan, Timur dan Barat.

Menurut  J.J. Ras dalam Hikyat Banjar study in Malay Historigraphy mengatakan bahwa konsentrasi koloni Melayu yang pertama terdapat di daerah  Tabalong yang kemudian berkembang menjadi Suku Banjar. Mereka memasuki bagian Timur Teluk Besar itu dengan lereng-lereng kaki Pegunungan Meratus sebagai pantainya, danau, dataran rendahnya kemudian disebut  daerah Benua Lima dan Benua Empat. Dalam wilayah inilah golongan Melayu itu berbaur dengan Oloh Maanyan, Orang Bukit, melahirkan inti pertama suku Banjar yang kemudian mendirikan Kerajaan Tanjung Pura dengan ibu kota Tanjung Puri yang mungkin sekali  terletak  di daerah Tanjung sekarang.

Menurut Douglas Miles dalam Cutless and cresent moon, acase study in social and political change in outer Indonesia, mengatakan bahwa  Orang Banjar dengan sebutan suku Melayu Banjar sebagai kelompok orang  yang tinggal di bandar-bandar yang telah mengembangkan pemukiman  berkelompok disebabkan mereka mampu bekerjasama terutama dalam mengerjakan  pekerjaan  pertanian  Pekerjaan bertani  memerlukan tenaga terutama pada musim panen, karena itu kerja sama kelompok saling tolong menolong sangat diperlukan sekali. Suku Banjar ini mempunyai sifat yang agak tertutup dengan identifikasi yang kuat trhadap Islam  dan insentitas serta pelaksanaa ritus yang ketat dan juga ditandai oleh spesifikasi ekonomi dalam lingkaran pasar. Keterbukaan suku Melayu Banjar menjadi jelas bilaman mereka mengemukakan syarat-syarat bagi anggota baru yaitu mereka meninggalkan hak dan kewajiban dalam persekutuan lama.

Menurut Moh. Idwar Saleh bahwa manusia Banjar itu berasal dari tiga kelompok. Mereka tidak berasal dari satu suku tetapi membentu satu group dari kelompok Banjar Muara yang didominasi oleh suku Dayak Ngajo, kelompok Banjar Hulu yang didominasi oleh suku Bukit dan kelompok suku Banjar Batang Banyu yang didominasi suku Dayak Maanyan. Ketiga jenis ini telah memberikan unsur-unsur budayanya pada manusia suku banjar, sehingga banyak atau sedikit unsur-unsur budaya asalnya masih tampak pada manusia Banjar sekarang.

Menutut Tjilik Riwut , hidupnya suku Banjar di pelbagai daerah banyak bercampur baur dengan orang Dayak. Orang Bakumpai-Marabahan adalah salah satu contoh campuran orang Banjar dengan suku Dayak Ngajo, walaupun mereka lebih banyak mereka mengidentifikasikan dirinya orang Banjar daripada sebagai orang Dayak Ngajo.

Ciri khas orang Banjar ialah suku Banjar secara umum dilahirkan sebagai orang Islam, atau bahwa orang Banjar beragama Islam. Meskipun mereka asalnya dari suku Dayakngajo, tetapi apabila mereka menganut agama Islam, mereka merasa orang Banjar, demikian menurut H. A. Gazali Usman  dalam Sistem Politik dan Pemerintahan Orang Banjar”.

Proses sejarah dalam perjalanan pembentukan khas kebudayaan kelompok suku bbanjar ini adalah akibat  lingkungan alam Kaimantan Selatan yang penuh sungai adaptasi lingkungan oleh tiga kelompok-kelompok Ngaj0, Maanyan dan orang Melayu/orang Bukit, namun budaya Melayu dan kepercayaan terhadap agama Islam mendominasi dalam pembentukan budaya Banjar tersebut. Kelangsungan kebudaya Banjar setiap kelompok dibentuk oleh pendidikan dan kebiasaan yang diberikan oleh masyarakatnya, dipengaruhi oleh perubahan-perubahan geomorfologis yang berlangsung sejak masa purba pada saat laut sampai ke kaki Pegunungan  Meratus. Saat itu Kalimantan dikenal sebgai Nusa Tanjung Negara atau Pulau Hujung Tanah. Hal itu masih terlihat pada daerah sebelah selatan  dari Kalimantan Tengah sekarang dari Muara Tewegh sampai Sampit masih berada di bawah permukaan laut  yang dikenal sebagai  Tanah Besar Barito atau Barito Besar      ( Sumber:Integrasi Nasional Suatu Pendekatan Budaya Kalsel: Gazali Usman, Ramli Nawawi, Fahrurazie).            
      

Tidak ada komentar: