Kamis, 29 Januari 2009

Mengenal ALRI Divisi IV Kalimantan






MENGENAL ALRI DIVISI IV (A) PERTAHANAN KALIMANTAN SELATAN
DAN MAKNA DARI PROKLAMASI 17 MEI 1949

Disusun: Drs.H. Ramli Nawawi

ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan adalah organisasi perlawanan bersenjata terhadap imperialis Belanda pada masa menegakkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Organisasi ini merupakan bagian dari ALRI Divisi IV yang berkedudukan di Mojokerto. ALRI Divisi IV Mojokerto peresmiannya dilakukan oleh Laksamana muda M. Nazir pada tanggal 4 april 1946 bertempat di “Palace Hotel” Malang (Jawa Timur). Sebagai pimpinan ALRI Divisi IV adalah Letnan Kolonel Zakaria Madon. Rencana dari Markas Besar ALRI Divisi IV Mojokerto membagi daerah Kalimantan menjadi atas tiga daerah, yakni ALRI Divisi IV Pertahanan (A) untuk Kalimantan Selatan, ALRI Divisi Pertahanan (B) untuk Kalimantan Timur, dan ALRI Divisi IV Pertahanan (C) untuk Kalimantan Barat.

Untuk mewujudkan pembetukan organisasi ALRI Divisi IV Pertahanan di Kalimantan tersebut Markas Besar ALRI Divisi IV Mojokerto seperti yang dilakukan Gubernur Kalimantan yang saat itu masih berkedudukan di Yogyakarta, juga memberangkatkan rombongan ekspedidisi dari Jawa ke Kalimantan. Rombongan ekspedisi ALRI Divisi IV yang pertama berangkat dari pelabuhan Tuban pada tanggal 10 Oktober 1946 di bawah pimpinan Letnan I Asli Zuchri. Rombongan ini bertugas untuk membentuk organisasi ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Sekaligus untuk menyatukan organisasi perjuang yang sudah ada di Kalimantan Selatan ke dalam organisasi ALRI Divisi IV. Perahu yang membawa rombongan ini berhasil mendarat di desa Tabaneo pada tanggal 21 Oktober 1946.

Sebelum datangnya rombongan ekspedisi ALRI Divisi IV Mojokerto ke daerah Kalimantan Selatan, di daerah ini sudah terbentuk beberapa organisasi kelasykaran, seperti BPRIK (Barisan Pemuda Republik Indonesia Kalimantan), Gerpindom Amuntai (Gerakan Pemuda Indonesia Merdeka), TRI (Tentara Republik Indonesia), Germeri (Gerakan Rakyat Mempertahankan Republik Indonesia) di Kandangan, Lasykar Syaifullah di Haruyan yang dipimpin oleh Hassan Basry, Banteng Indonesia di Kandangan, Peter (Pembantu Tentara Republik ) di Negara, Banteng Borneo di Rantau, MN-1001, dan lainnya.

Sementara itu segera setelah rombongan ekspedisi tiba di Kalimantan Selatan Asli Zuchry berusaha untuk menemui Hassan Basry yang sebelumnya telah dipulangkan ke Kalimantan Selatan oleh Gubernur Kalimantan Pangeran M. Noor yang waktu itu masih berkedudukan di Yogyakarta. Pertemuan pertama berlangsung antara Letnan I Asli Zuchri sebagai Wakil Markas Besar ALRI Divisi IV Mojokerto dengan Hassan Basry pimpinan Syaifullah pada tanggal 11 Nopember 1946 di Tabihi. Pertemuan berikutnya berlangsung pada tanggal 18 Nopember 1946 di Tabat (Haruyan) Hulu Sungai Tengah. Pada pertemuan kedua ini Hassan Basry disertai tokoh-tokoh pejuang gerilya antara lain H. M. Rusli, Hasnan Basuki, Marufi Utir, Salman Bidinsyah alias Setia Budi, Gazali Ahim, Ibas S, dan lain-lain. Dalam pertemuan tersebut Letnan I Asli Zuchri menguraikan tentang maksud missinya ialah untuk membentuk kesatuan ALRI di Kalimantan, sebagai bagian dari ALRI Divisi IV yang Markas Besarnya terletak di Mojokerto di bawah pimpinan Let. Kol. Zakaria Madon.

Setelah semuanya rampung dan sepakat ditetapkan sebagai berikut:
1. ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan disusun dengan tingkat kesatuannya Batalyon, disebut Gerakan Rahasia ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan. Komandan Batalyon Hassan Basry pimpinan Lasykar Syaifullah, dan semua anggota Lasykar Saifullah menjadi inti anggota Batalyon.
2. Kedudukan resmi Batalyon Rahasia ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan adalah Kandangan.
3. Letnan I Asli Zuchri dan Letda Mursyid meresmikan berdirinya organisasi dan melantik Hassan Basry pada tanggal 18 Nopember 1946 sebagai komandan Batalyon.
Agar tugas yang dibebankan pada Batalyon Rahasia ALRI Divisi IV (A) dapat dilaksanakan, maka dua hari setelah pembentukannya berlangsung musyawarah untuk menetapkan dan mengisi jabatan yang dianggap perlu sebagai langkah pertama, sebagai berikut:
a. Komandan Batalyon : Hassan Basry
b. Kepala Staf : Hasnan Basuki
c. Kepala Tata Usaha : H.M.Rusli
d. 3 orang pelatih : 1. Ma’rufi, 2. Setia Budi, 3. Mawardi.

Sementara itu organisasi-organisasi kelasykaran lain yang terdapat di Kalimantan Selatan yang kemudian menyatakan menggabung dalam batalyon adalah Gerpindom yang dipimpin oleh Aberani Sulaiman, Banteng Borneo yang dipimpin M. Hammy AM, Badan Pemberontakan Indonesia yang dipimpin oleh Hamdi Budhigawis. Memasuki tahun 1947 semua organisasi kelasykaran yang ada di Kalimantan Selatan telah menggabung ke dalam ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan.

Dalam rangka untuk mempertemukan para pimpinan organisasi kelasykaran di Kalimantan, pimpinan organisasi memanfaatkan moment ketika berlangsungnya Kongres Pemuda Kalimantan yang dilangsungkan di Kandangan pada tanggal 17 Maret 1947. Kongres Pemuda yang dihadiri para pemimpin organisasi dan tokoh-tokoh pemuda dari seluruh Kalimantan Selatan (termasuk Kalimantan Tengah sekarang), Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat ini, sempat pula mengadakan pertemuan di belakang layar untuk memadu tekad mengatur langkah perjuangan bersama.

Bersamaan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan para pimpinan yang tergabung dalam Batalyon ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan, Pemerintahan NICA Belanda juga terus berusaha menjalankan politik “devide et impera” nya. Sebelumnya Belanda menggelar Konperensi Malino pada 12-16 Juni 1946, kemudian Konperensi Denpasar 18-24 Desember 1946, Konperensi Pangkal Pinang, selanjutnya Konperensi Linggarjati yang besar sekali pengaruhnya bagi daerah Kalimantan telah ditandatangani wakil dari Belanda dan RI tanggal 15 Nopember 1946. Isinya bahwa kekuasaan Republik Indonesia de fakto hanya meliputi Jawa-Madura dan Sumatera saja. Komite Nasional Indonesia (KNI) Pusat kemudian mengesahkannya pada tanggal 25 Januari 1946, ini berarti bahwa Kalimantan tidak lagi termasuk wilayah de fakto Republik Indonesia. Dampak yang lebih jauh dari hasil persetujuan Linggarjati adalah status Propinsi Kalimantan tidak relevan lagi sehingga status Gubernur Kalimantan dihapus.

Hasil persetujuan Linggarjati juga membuat Batalyon ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan terputus hubungannya dengan RI, dan terputus pula dengan Markas Besar ALRI Divisi IV yang waktu itu bermarkas di Tuban Jawa Timur. Markas Besar ALRI Divisi IV ini kemudian dibubarkan, selanjutnya statusnya dirubah menjadi Mobiele Brigade ALRI dengan Komandan Mayor Firmansyah. Sedangkan Letkol Zakaria Madon (mantan pimpinan ALRI Divisi IV) dipindahkan ke Markas Besar ALRI Pusat. Dengan situasi demikian maka tokoh-tokoh pejuang gerilya Kalimantan Selatan hanya mempunyai satu pilihan yaitu harus mampu mengorganisir kekuatan sendiri, kalau tidak akan dihancurkan oleh musuh.

Bersamaan dengan perubahan status Kalimantan sebagai akibat persetujuan Linggarjati yang tidak termasuk wilayah RI tersebut, Belanda juga meningkatkan operasi militernya. Menjelang agresi militer Belanda atas pemerintah Republik Indonesiadi Yogyakarta, di Kalimantan Selatan Belanda mengadakan aksi pembersihan terhadap orang-orang yang dicurigai. Serangan tiba-tiba yang dilancarkan militer Belanda banyak menimbulkan korban, ratusan penduduk yang tidak bersalah ikut menderita. Tokoh-tokoh ALRI yang berhasil meloloskan diri menuju kearah pegunungan Meratus, sedangkan yang tertangkap mendapat siksaan yang kejam. Dalam situasi tersebut Hassan Basry selaku Komandan Batalyon Rahasia ALRI Divisi IV mengambil keputusan untuk menarik diri kepegunungan bersama-sama anggotanya yang teguh pendirian.
Dalam masa berada di daerah pegunungan Hassan Basry bertemu dengan beberapa pimpinan kelompok perlawanan antara lain H. Abrani Sulaiman dengan anggotanya yang bersenjata lengkap, Daeng Lajida beserta beberapa orang anak buahnya, mereka menghindar ke arah Kotabaru setelah berhasil mencegat konvoi Belanda di Hambawang Pulasan (Batumandi). Pertemuan para pimpinan perjuangan beserta anggota-anggotanya masing-masing dalam suasana senasib penuh menghadapi kesulitan telah menimbulkan semangat baru dalam usaha menghadapi Belanda. Dalam pertemuan itu mereka mengakui bahwa Hassan Basry dan H, Abarani Sulaiman sebagai pimpinan dan wakilnya. Mereka juga kemudian menetapkan Markas Besar Rahasia ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan di desa Niih di daerah pegunungan Meratus.

Fase pertama dalam usaha konsolidasi, meski dalam keadaan ruang gerak yang terbatas, para pejuang melakukan show kekuatan dengan cara mengadakan pembersihan kakitangan atau spion Belanda, dari seluruh daerah sampai ke kota-kota. Mereka juga menetapkan siasat operasinya dengan membentuk organisasi gabungan bernama SOPIK (Sentral Organisasi Pemberontak Indonesia Kalimantan). Markas besarnya berkode tetap RX-8. Organisasi Markas Besar RX-8 ini dipimpin oleh Hassan Basry sebagai komandan Batalyon, sebagai Kepala Staf H. Abrani Sulaiman.

Pada tahun 1948 baru datang berita dari Firmansyah dan Anang Piter bahwa ALRI Divisi IV yang bermarkas di Tuban sudah bubar, sehingga para pejuang di Kalimantan selatan diminta mengambil langkah yang positif. Karena itu Hassan Basry bertindak segera, bahwa ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan keluar dan tidak terikat lagi dengan ALRI Divisi IV yang ada di Tuban. Sejak saat itu pula ALRI di Kalimantan muncul lagi dengan status Markas Besar. Dan dengan munculnya ALRI maka otomatis SOPIK menghilang namanya.

Pimpinan Umum Hassan Basry kemudian menugaskan Gusti Aman (Gusti Abdurrahman) untuk memperbaiki susunan organisasi Markas Besar. Bersamaan dengan itu di berbagai tempat di daeah Kalimantan Selatan banyak terjadi kontak senjata antara para pejuang ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan dengan militer Belanda. Rapat dalam rangka penyusunan organisasi ALRI Divisi IV berlangsung di Ilung pada pertengahan Februari 1949. Pada rapat tersebut semua pimpinan hadir. Dalam rapat dibicarakan soal-soal organisasi, susunan pucuk pimpinan, serta rencana atau taktik perjuangan selanjutnya.

Dengan bekal dari berbagai pandangan hasil rapat tersebut Gt. Aman beserta dengan Hasnan Basuki dan P. Arya kemudian meneruskan perjalanan ke pedalaman Ambarawa (Telaga Langsat). Di sinilah program kerja disusun kembali. Susunan pemerintahan berbentuk Gubernur Tentara, yaitu pemerintahan berbentuk militer sesuai dengan situasi perang. Apalagi pada saat itu sudah diketahui tentang Pemerintahan Darurat di Sumatera dan rencana Pemerintahan Pelarian di New Delhi India, sehubungan dengan tindakan Aksi Militer II Belanda yang melakukan penawanan terhadap Sukarno-Hatta dan pimpinan-pimpinan pemerintah RI.
Selanjutnya dalam rapat lanjutan pada tanggal 15 dan 16 Mei 1949 di Telaga Langsat yang dihadiri H. Abrani Sulaiman , Gusti Aman, Budhigawis, P. Arya dan Romansi diputuskan bersama bahwa ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan dijadikan Divisi dengan 3 Resimen, Resimin I Amuntai, Resimen II Barabai, Resimen III daerah besar selatan yaitu Martapura, Banjarmasin dan Pelaihari. Untuk memimpin dan mengarahkan divisi dibentuk Pemerintahan Militer dengan daerah Kalimantan Selatan (termasuk Kalimantan Tengah), Kalimantan Tenggara, dan kemudian berkembang sampai ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
Teks proklamasi Pemerintahan Gubernur Militer disusun bersama oleh P. Arya dan H. Abrani Sulaiman dan disempurnakan bersama peserta rapat lainnya. Teks Proklamasi kemudian diketik oleh Romansi. Selanjutnya teks proklamasi serta berkas susunan pemerintahan dibawa ke Niih untuk diserahkan kepada Pimpinan Umum Hassan Basry untuk dipelajari. Atas permintaan Pimpinan Umum Hassan Basry teks Proklamasi dibacakan oleh P. Arya di hadapan Pimpinan Umum Hassan Basry dan pimpinan ALRI lainnya.

Teks Proklamasi tersebut kemudian dibacakan pula oleh Pimpinan Umum Hassan Basry dalam suatu upacara di Mandapai yang dihadiri oleh pasukan penggempur, anggota Markas Pangkalan terdekat dan masyarakat setempat. Proklamasi tersebut berbunyi sebagai berikut:

P R O K L A M A S I
Merdeka !
Dengan ini kami rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan, mempermaklumkan berdirinya Pemerintah Gubernur Tentara dari ALRI melingkupi seluruh daerah Kalimantan Selatan menjadi bagian dari Republik Indonesia untuk memenuhi Proklamasi 17 Agustus 1945, yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta. Hal-hal yang bersangkutan dengan pemindahan kekuasaan akan dipertahankan dan kalau perlu diperjuangkan sampai tetesan darah yang penghabisan.
Tetap Merdeka.
Kandangan, 17 MEI IV REP
Atas nama rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan
Gubernur Tentara
ttd.
Hassan Basry

Berita Proklamasi ini kemudian disebarkan dalam bentuk pamflet ke seluruh daerah di Kalimantan Selatan.

Dasar pemikiran dilahirkannya Proklamasi 17 Mei 1949 adalah :
a. Untuk menyatakan kepada masyarakat dan Pemerintah RI serta dunia umumnya, bahwa gerilya ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan yang berada di Kalimantan Selatan benar-benar ada dan mempunyai kekuatan serta kemampuan untuk menyusun suatu pemerintahan dalam lingkungan wilayah Republik Indonesia, walaupun secara defacto saat itu Kalimantan berada di bawah penjajahan Belanda.
b. Sesudah Aksi Militer II Belanda terjadi, ibu kota RI diduduki dan para pemimpin di tawan (diasingkan), maka pembentukan Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Kalimantan Selatan yang diproklamasikan tanggal 17 Mei 1949, dipersiapkan untuk menghadapi kemungkinan gagalnya Pemerintahan Darurat di Sumatera serta gagalnya Pemerintahan Pelariandi New Delhi India.
c. Guna menyatukan para pimpinan dan organisasi-organisasi perjuangan ke dalam suatu pimpinan yang berbentuk pemerintahan Gubernur Tentara.

Tulisan ini baru sebatas mengenal lahirnya ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan Selatan dan proses lahirnya Proklamasi 17 Mei 1949, belum lagi memuat sekitar perjuangan bersenjata Divisi IV Pertahanan Kalimantan Selatan sampai dengan pengakuan kedaulatan 27 Desember 1949. Semoga dengan menyimak tulisan ini, bagi sebagian orang yang sudah melupakan atau bahkan sama sekali tidak tahu tentang perjuangan dan pengorbanan pendahulu-pendahulu kita, khususnya bagi masyarakat Kalimantan Selatan, bisa sadar dan terpanggil untuk menjadi orang-orang yang juga mau berkorban untuk negeri ini. (HRN, peneliti sejarah & nilai tradisional)

3 komentar:

Anonim mengatakan...

pak klo boleh tau refrensinya buku apa?

Ramli Nawawi mengatakan...

salah satu buku referensi adalah :

- Sejarah Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 Daerah Kalimantan Selatan, Ramli Nawawi dkk, Proyek IPNB 1991.

Kamal Ansyari Abinya Naira dan Haikal mengatakan...

Saya dukung pelestarian khazanah cerita rakyat kandangan, kalimantan selatan seperti datu ulin dan asal mula kampung ulin, legenda batu laki dan batu bini, legenda gunung batu bangkai loksado, legenda datu ayuh dan bambang basiwara, kisah datu ning bulang di hantarukung, datu durabo di kalumpang, datu patinggi di telaga langsat,legenda mandin tangkaramin di malinau, kisah telaga bidadari di hamalau, datu kandangan dan datu kertamina, datu hamawang dan sejarah mesjid quba, tumenggung antaluddin mempertahankan benteng gunung madang, bukhari dan perang amuk hantarukung di simpur, datu naga ningkurungan luk sinaga di lukloa, datu singakarsa di pandai, mesjid ba angkat di wasah, dakwah penyebaran agama islam datu taniran dan datu balimau, kuburan tumpang talu di parincahan, pahlawan wanita aluh idut di tinggiran, panglima dambung di padang batung, gerombolan pemberontak ibnu hajar, sampai cerita tentang perang kemerdekaan Divisi IV ALRI yang dipimpin Brigjen H. Hasan Basyri dan pembacaan teks proklamasinya di Kandangan.Semuanya adalah salah satu aset budaya dan sejarah bagi Kalimantan Selatan.