SEJARAH ADALAH HAKIM YANG MEWARISKAN KEBANGGAAN DAN KEBENCIAN
Oleh: Drs.H. Ramli Nawawi
Menurut sejarawan J. Russel orang yang mau belajar sejarah tidak akan terperosok pada satu lobang yang sama untuk kedua kali. Artinya orang yang mau belajar dari pengalaman dirinya ia tidak akan keliru untuk dua kali, termasuk mereka yang mau belajar dari keberhasilan juga kekeliruan yang pernah dilakukan orang lain pendahulunya. Karena itu seseorang yang mau belajar dari sejarah akan terhindar dari tindakan yang kelak mewariskan kebencian masyarakat terhadap diri dan keluarganya. Bukankah seorang pahlawan atau mereka yang pada masa hidupnya bersih dan memberi manfaat bagi masyarakat, maka sejarah akan mencatatnya sebagai orang-orang yang mewariskan kebanggaan bagi turunannya dan bagi masyarakatnya. Tapi sebaliknya bagi seseorang, apapun kedudukannya atau jabatannya, yang karena melakukan perbuatan melanggar norma-norma hukum masyarakat, dicap sebagai tidak jujur. termasuk korupsi atau perbuatan tercela lainnya, terbukti bersalah atau masuk penjara, maka dalam sejarah mereka sebagai orang-orang yang mewariskan kebencian masyarakat baik terhadap dirinya dan juga keturunannya.
Tapi dalam era sekarang ketika orang sudah mulai meninggalkan ilmu-ilmu humaniora, maka makna moral tentang buruk dan baik yang selalu tercatat dalam sejarah bagi sebagian orang sudah tidak terpahami dan tak terhiraukan lagi. Tampaknya di era ini kebanyakan orang berpendapat bahwa sejarah juga akan terlupakan, atau bisa saja dimanipulasi dengan memutarbalikkan fakta, dengan berusaha menyembunyikan segala keburukan yang memalukan guna menghindari kebencian masyarakat.
Di era ini tampaknya banyak orang menafsirkan benar dan salah, baik dan buruk cukup hanya dengan pandangan dan pendapat sendiri. Apalagi kalau manakala beberapa gelintir orang yang karena berkepentingan mau pula membenarkan suatu tindakan yang nyata-nyata salah dan memalukan sekalipun. Dulu orang takut masuk penjara dan malu pernah masuk penjara karena perbuatan yang salah. Tapi di era ini bagi sebagian orang malu bisa ditutupi dengan penampilan percaya diri. Penulis pernah melihat seorang laki-laki membayar rekening listrik dengan memakai kaos bertulisan “LP Nusakambangan”. Apakah di era ini memang telah terjadi suatu pergeseran nilai, sehingga pengalaman dalam berbuat kejahatan perlu dipamerkan juga. Dulu zaman memperjuangkan kemerdekaan para pejuang kita, baik yang berjuang dalam bidang politik juga mereka yang berjuang secara fisik, banyak yang dipenjarakan penjajah Belanda. Mereka masuk penjara karena berjuang untuk nusa dan bangsa tentu patut mendapatkan penghormatan.
Di era ini banyak orang yang membuat buku riwayat hidup, baik dengan menulis sendiri atau meminta pertolongan penulis biografi. Hasilnya, ya tentu saja segala yang memalukan, yang menimbulkan kebencian dikaburkan atau dianggap tidak pernah terjadi. Kebanyakan dengan biografi tersebut orang sudah merasa aman dari segala perbuatan yang sengaja atau tidak sengaja merupakan catatan hitam dalam hidup yang bersangkutan.
Tapi yang perlu diketahui bahwa seorang penulis dalam merekonstruksi suatu peristiwa masa lalu dapat dipastikan tidak lepas dari kelemahan dan kekurangan. Kelemahan yang terdapat ketika menuliskan sesuatu data juga dipengaruhi oleh sifat subyektifitas seseorang penulis. Dengan kata lain dalam menuliskan suatu peristiwa, seseorang akan memihak pada kepentingannya, atau mengaburkan data dan fakta yang merugikan diri atau idolanya. Sedangkan adanya kekurangan dalam menuliskan peristiwa masa lalu adalah berkaitan dengan karena data yang diterima penulis tidak lengkap, atau karena perbedaan keterangan dari para sumber pemberi data. Karena itulah umumnya hasil penulisan sejarah tidak ada yang final. Artinya tulisan sejarah, buku sejarah, juga sebuah biografi, manakala ditemukan data-data baru yang otentik dan telah melewati seleksi data, atau sebaliknya telah ditemukan fakta-fakta telah dilakukannya rekayasa data dalam penulisan sejarah, maka tulisan sejarah atau buku sejarah juga tulisan biografi seseorang, menurut ketentuan sejarah harus dirubah disesuaikan dengan fakta peristiwa yang sebenarnya.
Memang sejarah dengan sadar sering direkayasa untuk kepentingan pribadi, kepentingan penguasa, kepentingan politik, dan sebagainya. Tapi perlu diketahui bahwa umur rekayasa sejarah selalu akan berakhir ketika mereka yang kritis tampil dengan data-data yang otentik. Sebagai conyoh, beberapa tahun yang lalu setelah berakhirnya rezim Orde Baru, buku sejarah Pendudukan 6 Jam di Yogya dibahas dan mendapat kritik para sejarawan, sehingga kemudian dilakukan pelurusan sejarah karena dalam penulisan tersebut sebelumnya tidak mencantumkan peran Sultan Hamengku Buwono IX secara penuh. Contoh lain, seperti akhir-akhir ini tentang larangan terhadap buku-buku sejarah untuk SMP dan SMA yang tidak mencantumkan kata PKI dibelakang kata G30S, apakah penghapusan kata PKI tersebut memang berdasarkan suatu data yang otentik atau rekayasa berkaitan dengan sikap subyektifitas para penulisnya, tapi yang jelas menurut alasan dari pelarangan tersebut karena dinilai bertendensi mengaburkan fakta sejarah tentang jejak langkah PKI (Partai Komunis Indonesia) di Indonesia.
Begitulah sejarah, ia akan mewariskan kebanggaan dan penghormatan atau sebaliknya mewariskan kekecewaan dan kebencian, karena sejarah pada akhirnya akan menceritakan peristiwa masa lalu apa adanya. Manakala ada orang berusaha menampilkan kelebihannya dan jasa-jasa baiknya dengan berlebihan, atau berbuat menyimpan perbatan-perbuatan tercelanya dalam biografi yang diluncurkan pada masa hidup, maka sejarah akan menolak setiap cerita sejarah hasil rekayasa, karena sejarah selalu bergerak kepada kebenaran yang haq dan akan menyampaikan kepada generasi pewaris apa adanya sesuai buruk dan baik pelakunya.
Dalam era sebagian bangsa ini telah sengaja melupakan sejarah, atau memang tidak memahami peran dan juga sanksi sejarah, sebaiknya lah kita menjadi orang yang dapat mewariskan kebanggaan kelak kepada keluarga dan masyarakat umumnya, dan sebaliknya kita berusaha menjauhi perbuatan-perbuatan tercela agar anak cucu kita tidak mendapat warisan malu dan kecewa sebagai akibat olah kekeliruan ketika pada masa hidup kita. (HRN, Peneliti Sejarah dan Nilai Tradisional)
Menurut sejarawan J. Russel orang yang mau belajar sejarah tidak akan terperosok pada satu lobang yang sama untuk kedua kali. Artinya orang yang mau belajar dari pengalaman dirinya ia tidak akan keliru untuk dua kali, termasuk mereka yang mau belajar dari keberhasilan juga kekeliruan yang pernah dilakukan orang lain pendahulunya. Karena itu seseorang yang mau belajar dari sejarah akan terhindar dari tindakan yang kelak mewariskan kebencian masyarakat terhadap diri dan keluarganya. Bukankah seorang pahlawan atau mereka yang pada masa hidupnya bersih dan memberi manfaat bagi masyarakat, maka sejarah akan mencatatnya sebagai orang-orang yang mewariskan kebanggaan bagi turunannya dan bagi masyarakatnya. Tapi sebaliknya bagi seseorang, apapun kedudukannya atau jabatannya, yang karena melakukan perbuatan melanggar norma-norma hukum masyarakat, dicap sebagai tidak jujur. termasuk korupsi atau perbuatan tercela lainnya, terbukti bersalah atau masuk penjara, maka dalam sejarah mereka sebagai orang-orang yang mewariskan kebencian masyarakat baik terhadap dirinya dan juga keturunannya.
Tapi dalam era sekarang ketika orang sudah mulai meninggalkan ilmu-ilmu humaniora, maka makna moral tentang buruk dan baik yang selalu tercatat dalam sejarah bagi sebagian orang sudah tidak terpahami dan tak terhiraukan lagi. Tampaknya di era ini kebanyakan orang berpendapat bahwa sejarah juga akan terlupakan, atau bisa saja dimanipulasi dengan memutarbalikkan fakta, dengan berusaha menyembunyikan segala keburukan yang memalukan guna menghindari kebencian masyarakat.
Di era ini tampaknya banyak orang menafsirkan benar dan salah, baik dan buruk cukup hanya dengan pandangan dan pendapat sendiri. Apalagi kalau manakala beberapa gelintir orang yang karena berkepentingan mau pula membenarkan suatu tindakan yang nyata-nyata salah dan memalukan sekalipun. Dulu orang takut masuk penjara dan malu pernah masuk penjara karena perbuatan yang salah. Tapi di era ini bagi sebagian orang malu bisa ditutupi dengan penampilan percaya diri. Penulis pernah melihat seorang laki-laki membayar rekening listrik dengan memakai kaos bertulisan “LP Nusakambangan”. Apakah di era ini memang telah terjadi suatu pergeseran nilai, sehingga pengalaman dalam berbuat kejahatan perlu dipamerkan juga. Dulu zaman memperjuangkan kemerdekaan para pejuang kita, baik yang berjuang dalam bidang politik juga mereka yang berjuang secara fisik, banyak yang dipenjarakan penjajah Belanda. Mereka masuk penjara karena berjuang untuk nusa dan bangsa tentu patut mendapatkan penghormatan.
Di era ini banyak orang yang membuat buku riwayat hidup, baik dengan menulis sendiri atau meminta pertolongan penulis biografi. Hasilnya, ya tentu saja segala yang memalukan, yang menimbulkan kebencian dikaburkan atau dianggap tidak pernah terjadi. Kebanyakan dengan biografi tersebut orang sudah merasa aman dari segala perbuatan yang sengaja atau tidak sengaja merupakan catatan hitam dalam hidup yang bersangkutan.
Tapi yang perlu diketahui bahwa seorang penulis dalam merekonstruksi suatu peristiwa masa lalu dapat dipastikan tidak lepas dari kelemahan dan kekurangan. Kelemahan yang terdapat ketika menuliskan sesuatu data juga dipengaruhi oleh sifat subyektifitas seseorang penulis. Dengan kata lain dalam menuliskan suatu peristiwa, seseorang akan memihak pada kepentingannya, atau mengaburkan data dan fakta yang merugikan diri atau idolanya. Sedangkan adanya kekurangan dalam menuliskan peristiwa masa lalu adalah berkaitan dengan karena data yang diterima penulis tidak lengkap, atau karena perbedaan keterangan dari para sumber pemberi data. Karena itulah umumnya hasil penulisan sejarah tidak ada yang final. Artinya tulisan sejarah, buku sejarah, juga sebuah biografi, manakala ditemukan data-data baru yang otentik dan telah melewati seleksi data, atau sebaliknya telah ditemukan fakta-fakta telah dilakukannya rekayasa data dalam penulisan sejarah, maka tulisan sejarah atau buku sejarah juga tulisan biografi seseorang, menurut ketentuan sejarah harus dirubah disesuaikan dengan fakta peristiwa yang sebenarnya.
Memang sejarah dengan sadar sering direkayasa untuk kepentingan pribadi, kepentingan penguasa, kepentingan politik, dan sebagainya. Tapi perlu diketahui bahwa umur rekayasa sejarah selalu akan berakhir ketika mereka yang kritis tampil dengan data-data yang otentik. Sebagai conyoh, beberapa tahun yang lalu setelah berakhirnya rezim Orde Baru, buku sejarah Pendudukan 6 Jam di Yogya dibahas dan mendapat kritik para sejarawan, sehingga kemudian dilakukan pelurusan sejarah karena dalam penulisan tersebut sebelumnya tidak mencantumkan peran Sultan Hamengku Buwono IX secara penuh. Contoh lain, seperti akhir-akhir ini tentang larangan terhadap buku-buku sejarah untuk SMP dan SMA yang tidak mencantumkan kata PKI dibelakang kata G30S, apakah penghapusan kata PKI tersebut memang berdasarkan suatu data yang otentik atau rekayasa berkaitan dengan sikap subyektifitas para penulisnya, tapi yang jelas menurut alasan dari pelarangan tersebut karena dinilai bertendensi mengaburkan fakta sejarah tentang jejak langkah PKI (Partai Komunis Indonesia) di Indonesia.
Begitulah sejarah, ia akan mewariskan kebanggaan dan penghormatan atau sebaliknya mewariskan kekecewaan dan kebencian, karena sejarah pada akhirnya akan menceritakan peristiwa masa lalu apa adanya. Manakala ada orang berusaha menampilkan kelebihannya dan jasa-jasa baiknya dengan berlebihan, atau berbuat menyimpan perbatan-perbuatan tercelanya dalam biografi yang diluncurkan pada masa hidup, maka sejarah akan menolak setiap cerita sejarah hasil rekayasa, karena sejarah selalu bergerak kepada kebenaran yang haq dan akan menyampaikan kepada generasi pewaris apa adanya sesuai buruk dan baik pelakunya.
Dalam era sebagian bangsa ini telah sengaja melupakan sejarah, atau memang tidak memahami peran dan juga sanksi sejarah, sebaiknya lah kita menjadi orang yang dapat mewariskan kebanggaan kelak kepada keluarga dan masyarakat umumnya, dan sebaliknya kita berusaha menjauhi perbuatan-perbuatan tercela agar anak cucu kita tidak mendapat warisan malu dan kecewa sebagai akibat olah kekeliruan ketika pada masa hidup kita. (HRN, Peneliti Sejarah dan Nilai Tradisional)
2 komentar:
maaf sebelumnya.. saya salah satu mahasiswa unlam banjar masin...sangat kagum akan ulasan bapak tentang makna dari sejarah ini... mohon agar bapak mengijinkan saya untuk mempublikasikan tulisan bapak ini sebangai bahan renungan bagi mahasiswa (khususnya mahasiswa sejarah)
Maaf Dayat baru terbaca komentarnya,kalau ada manfaatnya silakan publikasikan untuk siapa saja. Aku juga alumni Fkip Sejarah Unlam 1977.
Posting Komentar