Rabu, 30 Mei 2012

TAKDIR CINTA

(Ceritera ini fiksi, kalau ada kesamaan nama dan tempat serta lainnya, hanya dibuat kebetulan, sambungan posting: 21-1-2012, oleh Ramli Nawawi)

2. BENIH-BENIH CINTA DI SEKOLAH

Rekreasi sekolah yang secara kebetulan mempertemukan Ali dan Ana, sehingga mereka berdua saling mengenal lebih dekat, telah sama-sama menghapus keengganan sebelumnya untuk saling menyapa satu sama lain. Setelah itu pula Ali sadar bahwa dari percakapan Ana selama mereka berteduh di lampaunya seorang ibu di lereng Gunung Layang-Layang waktu itu, bahwa Ana sudah mau tahu tentang dirinya lebih jauh. Begitu juga tentang dugaannya Ana, bahwa Ali seorang siswa takut malu, sehingga tampak sombong adalah benar.

Peristiwa pertemuan di saat rekreasi ke Gunung Layang-Layang yang lalu itu, memang terjadi pada tahun-tahun terakhir keduanya menyelesaikan pendidikan di sekolah guru tersebut. Ali dan juga Ana adalah termasuk kelompok siswa-siswi yang berprestasi. Karena itu keduanya sama-sama mendapatkan bea siswa dari sekolah. Bahkan keduanya di haruskan tinggal di asrama yang dipimpin langsung oleh seorang guru mereka sebagai pimpinan asrama. Ali tinggal di asrama putera, sedangkan Ana tinggal di asrama puteri, yang jarak antara kedua asrama tersebut tidak begitu jauh. Kedua asrama ini satu arah jalan menuju gedung sekolah mereka.

Ketika di sekolah keduanya sama sekali tidak memperlihatkan perubahan setelah peristiwa rekreasi Gunung Layang-Layang tersebut. Karenanya kebanyakan teman-teman mereka tidak tahu kalau ada semacam keakraban dalam kehidupan keduanya. Kecuali satu dua teman Ana yang kadang menggodanya.

Satu hal yang kedekatan antara keduanya semakin jadi, karena mereka sama-sama terpilih sebagai anggota tim paduan suara sekolah. Mereka sama-sama sering ikut berlatih bersama semua anggota yang lainnya ketika menjelang ada acara-acara peringatan hari-hari besar yang diselenggarakan pemerintah setempat. Asrama dimana Ali tinggal berdampingan dengan asrama putra lainnya yang pimpinannya guru kesenian sekolah mereka. Karena itu guru kesenian sekolah sering menitipkan kunci ruang kesenian tersebut kepada Ali. Bahkan kemudian kunci ruang kesenian dan kunci piano dipercayakan kepada Ali.

”Li, ada salam tadi dari Lia”, sapa Ana suatu sore ketika mereka bertemu di tempat parkir kenderaan untuk mengikuti latihan paduan suara.
”Salam apa”, sahut Ali curiga, karena pagi tadi di sekolah ia bertemu Lia.
”Ya, salam ...lah”, kata Ana, yang selama ini melihat Lia pada waktu senggang di sekolah sering dekat dengan Ali.
”Salam atau saliimm...”, ulang Ali sambil sama-sama berjalan menuju ruang latihan. Ali melihat ada secercah cemburu di wajah Ana ketika ia menyebut nama Lia yang satu kelas dan sejak dulu sering dekat dengan Ali.

Dalam kesempatan-kesempatan kegiatan seni itulah Ali dan Ana kemudian sering bersama. Ketika itu pula benih-benih cinta mereka semakin subur, walaupun tidak terucapkan secara resmi. Saling tukar buku kumpulan lagu-lagu punya Ali dan juga punya Ana antara keduanya memberikan kesempatan untuk menyelipkan secarik kertas tentang isi hati.

”Ada lagu baru nggak nih, kalu ada tolong dong isikan buku kumpulan lagu aku.”, bilang Ali pada kesempatan bertemu sore sebelum latihan tim paduan suara di mulai.
” Ada, ada.....”, sahut Ana bersemangat. ”Mana bukunya”, sambungnya lagi.
” Nih..., sekalian dengan noot angkanya ya”, sahut Ali sambil menyerahkan buku kumpulan lagu miliknya.
” Tentu lengkap nanti....”, kata Ana ceria sambil menerima bukunya Ali.

Besoknya Ali yang dipercaya menyimpan kunci ruang kesenian biasa datang lebih awal. Tanpa diduga beberapa menit kemudian Ana juga datang lebih awal dari biasanya.
” Aduh.., rajin banget ”, katanya menyapa Ali setelah memarkir kenderaannya.
” Kamu juga ....”, sahut Ali.
” Ya... ini kan mau mengembalikan buku you”, katanya sambil senyum dan menyerahkan buku kepada Ali.
” Ma kasih ya...”, kata Ali.
” Okey, tapi harus balas dong isikan juga buku aku nih”, kata Ana tampak manja.
”Aku belum dapat lagu baru, apa ya....”, bilang Ali.
”Apa saja boleh, atau bisa ngga buat aku......”, setengah paksa Ana.
”Boleh, boleh .........kucari dan kupikirkan, untuk you juga”, sahut Ali.

Percakapan keduanya terhenti karena seketika kawan-kawan mereka anggota tim paduan suara lainnya juga pada datang. Beberapa saat kemudian guru kesenian mereka juga datang. Latihan paduan suara sore itu diawali dengan lagu Nyiur Hijau, kemudian disusul beberapa lagu daerah dan diakhiri dengan lagu Sing Sing So. Begitu selesai karena hari juga sudah senja semua peserta sama-sama bergegas pulang.

Tiba di asrama masing-masing baik Ali maupun Ana keduanya sama-sama menyimpan tanda tanya tentang keakraban mereka selama ini. Sehingga ketika pukul 20.00 malam waktu jam belajar semua penghuni asrama hingga berakhir pukul 22.00, baik Ali maupun Ana tampak tidak konsentrasi pada buku yang dihadapinya.

Ana berpikir keras apakah orang yang selama ini sudah dikenalnya dengan baik, apakah tidak menyelami jiwanya yang telah menetapkan pilihannya. Atau mungkinkah dia sudah punya pilihan lain sesuai dengan keinginan keluarganya.
Karena itu aku sangat ingin kepastian. Berulang-ulang kalimat itu muncul dalam benaknya, ya Tuhanku berilah aku kepastian, doanya sebelum tidur.

Malam itu ketika jam belajar dimulai, Ali juga terlambat datang ke meja belajar.
”Apa Li, apa yang dibingungkan, bagi-bagi dong pengalamannya”, kata kawannya, melihat Ali kembali ke kamar mengambil buku lagi.
” Iya Li....., cerita dong...”, kata kawan yang lain.
” Tenang aja..... biasa...damai aja ...”, bilang Ali menyimpan galau hatinya setelah pertemuan dengan Ana sore tadi. Apalagi ia teringat kalimat ucapan Ana terakhir ”bisa ngga buat aku”, kata hati Ali. Kemudian setelah ia mulai membuka buku yang harus dibacanya, hatinya berkata: ”Ah udahlah, belajar dululah, kutunda dululah mengembalikan bukunya Ana, besok lusa ajalah...”, dan ia berusaha tampak konsentrasi belajar agar tidak menimbulkan banyak sangka lagi dari kawan-kawannya.

Besok harinya ketika berpapasan waktu pulang sekolah, Ana lalu berhenti di depan Ali.
”Mana bukuku, sudahkan...?”, tanya Ana kepada Ali.
”Aduuh... sabar dong...., belum sempat buat tadi malam”, elak Ali.
”Okey, kutunggu lah sempatnya”, kata Ana mengharap.
”Ya... besok pasti kusampaikan sempatnya”, kata Ali menirukan kata-kata sempat yang tadi diucapkan Ana. Kemudian mereka berbaur dengan teman-teman lain yang sama-sama pulang menaiki kenderaan masing-masing.

(HRN: Maaf alinea ini kuhapus dulu ya, nanti dilengkapi kalau sudah jadi buku).

Besok pagi Ali pergi ke sekolah selain membawa buku-buku pelajarannya juga tak lupa membawa buku kumpulan lagu milik Ana. Tapi waktu di sekolah hari itu Ali tidak pernah mendapatkan kesempatan baik untuk menyerahkan buku tersebut kepada Ana.

(bersambung ke posting tgl.: 2-6-2012)



Tidak ada komentar: