Disusun oleh:
Drs.H. Ramli Nawawi
Drs.H. Ramli Nawawi
ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia)
Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan adalah organisasi perlawanan
bersenjata terhadap imperialis Belanda pada masa revolusi menegakkan kemerdekaan
Indonesia.
Organisasi ini merupakan bagian dari ALRI Divisi IV yang berkedudukan di
Mojokerto. ALRI Divisi IV Mojokerto peresmiannya dilakukan oleh Laksamana muda
M. Nazir pada tanggal 4 april
1946 bertempat di “Palace Hotel” Malang (Jawa Timur). Sebagai pimpinan ALRI
Divisi IV adalah Letnan Kolonel Zakaria Madon. Rencana dari Markas Besar ALRI
Divisi IV Mojokerto membagi daerah Kalimantan menjadi atas tiga daerah,
yakni ALRI Divisi IV Pertahanan (A)
untuk Kalimantan Selatan, ALRI Divisi Pertahanan (B) untuk Kalimantan Timur,
dan ALRI Divisi IV Pertahanan (C) untuk Kalimantan Barat.
Untuk mewujudkan pembetukan organisasi ALRI Divisi IV Pertahanan
di Kalimantan tersebut Markas Besar ALRI
Divisi IV Mojokerto seperti yang dilakukan Gubernur Kalimantan yang saat itu
masih berkedudukan di Yogyakarta, juga memberangkatkan rombongan ekspedidisi
dari Jawa ke Kalimantan. Rombongan ekspedisi
ALRI Divisi IV yang pertama berangkat dari pelabuhan Tuban pada tanggal
10 Oktober 1946 di bawah pimpinan Letnan I Asli Zuchri. Rombongan ini bertugas
untuk membentuk organisasi ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan. Sekaligus
untuk menyatukan organisasi perjuang yang sudah ada di Kalimantan Selatan ke
dalam organisasi ALRI Divisi IV. Perahu yang membawa rombongan ini berhasil
mendarat di desa Tabaneo pada tanggal 21 Oktober 1946.
Sebelum datangnya rombongan ekspedisi ALRI Divisi IV
Mojokerto ke daerah Kalimantan Selatan, di daerah ini sudah terbentuk beberapa
organisasi kelasykaran, seperti BPRIK (Barisan Pemuda Republik Indonesia
Kalimantan), Gerpindom Amuntai (Gerakan Pemuda Indonesia Merdeka), TRI (Tentara
Republik Indonesia), Germeri (Gerakan Rakyat Mempertahankan Republik Indonesia)
di Kandangan, Lasykar Syaifullah di Haruyan yang dipimpin oleh Hassan Basry,
Banteng Indonesia di Kandangan, Peter (Pembantu Tentara Republik ) di Negara,
Banteng Borneo di Rantau, MN-1001, dan lainnya.
Sementara itu segera setelah rombongan ekspedisi tiba di
Kalimantan Selatan Asli Zuchry berusaha untuk menemui Hassan Basry yang
sebelumnya telah dipulangkan ke
Kalimantan Selatan oleh Gubernur Kalimantan Pangeran M. Noor yang waktu itu masih berkedudukan di Yogyakarta.
Pertemuan pertama berlangsung antara Letnan I Asli Zuchri sebagai Wakil Markas
Besar ALRI Divisi IV Mojokerto dengan Hassan
Basry pimpinan Syaifullah pada tanggal
11 Nopember 1946 di Tabihi. Pertemuan berikutnya berlangsung pada tanggal 18
Nopember 1946 di Tabat (Haruyan) Hulu Sungai Tengah. Pada pertemuan kedua ini Hassan
Basry disertai tokoh-tokoh pejuang gerilya antara lain H. M. Rusli, Hasnan Basuki, Marufi
Utir, Salman Bidinsyah alias Setia Budi, Gazali Ahim, Ibas S, dan lain-lain.
Dalam pertemuan tersebut Letnan I Asli Zuchri menguraikan tentang maksud
missinya ialah untuk membentuk kesatuan ALRI di Kalimantan, sebagai bagian dari
ALRI Divisi IV yang Markas Besarnya terletak di Mojokerto di bawah pimpinan Let.
Kol. Zakaria Madon.
Setelah semuanya rampung dan sepakat ditetapkan sebagai
berikut:
- ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan disusun dengan tingkat kesatuannya Batalyon, disebut Gerakan Rahasia ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan. Komandan Batalyon Hassan Basry pimpinan Lasykar Syaifullah, dan semua anggota Lasykar Saifullah menjadi inti anggota Batalyon.
- Kedudukan resmi Batalyon Rahasia ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan Selatan adalah Kandangan.
- Letnan I Asli Zuchri dan Letda Mursyid meresmikan berdirinya organisasi dan melantik Hassan Basry pada tanggal 18 Nopember 1946 sebagai komandan Batalyon.
Agar tugas yang dibebankan pada
Batalyon Rahasia ALRI Divisi IV (A) dapat dilaksanakan, maka dua hari setelah
pembentukannya berlangsung musyawarah untuk menetapkan dan mengisi jabatan yang
dianggap perlu sebagai langkah pertama, sebagai berikut:
a.
Komandan Batalyon : Hassan Basry
b.
Kepala Staf : Hasnan Basuki
c.
Kepala Tata Usaha : H.M.Rusli
d.
3 orang pelatih : 1. Ma’rufi, 2. Setia Budi, 3.
Mawardi.
Sementara itu organisasi-organisasi
kelasykaran lain yang terdapat di Kalimantan Selatan yang kemudian menyatakan
menggabung dalam batalyon adalah Gerpindom yang dipimpin oleh Aberani Sulaiman,
Banteng Borneo yang dipimpin M. Hammy AM, Badan Pemberontakan Indonesia yang dipimpin oleh Hamdi
Budhigawis. Memasuki tahun 1947 semua organisasi kelasykaran yang ada di
Kalimantan Selatan telah menggabung ke dalam ALRI Divisi IV (A) Pertahanan
Kalimantan.
Dalam rangka untuk mempertemukan para
pimpinan organisasi kelasykaran di Kalimantan,
pimpinan organisasi memanfaatkan moment ketika berlangsungnya Kongres Pemuda
Kalimantan yang dilangsungkan di Kandangan pada tanggal 17 Maret 1947. Kongres Pemuda yang dihadiri para pemimpin organisasi dan tokoh-tokoh
pemuda dari seluruh Kalimantan Selatan (termasuk Kalimantan Tengah sekarang),
Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat ini, sempat pula mengadakan pertemuan di
belakang layar untuk memadu tekad mengatur langkah perjuangan bersama.
Bersamaan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan para pimpinan yang tergabung dalam Batalyon ALRI Divisi IV (A)
Pertahanan Kalimantan, Pemerintahan NICA Belanda juga terus berusaha
menjalankan politik “devide et impera” nya. Sebelumnya Belanda menggelar
Konperensi Malino pada 12-16 Juni 1946, kemudian Konperensi Denpasar 18-24
Desember 1946, Konperensi Pangkal Pinang,
selanjutnya Konperensi Linggarjati yang besar sekali pengaruhnya bagi
daerah Kalimantan telah ditandatangani
wakil dari Belanda dan RI tanggal 15 Nopember 1946. Isinya bahwa kekuasaan Republik Indonesia
de fakto hanya meliputi Jawa-Madura dan Sumatera saja. Komite Nasional
Indonesia (KNI) Pusat kemudian mengesahkannya pada tanggal 25 Januari 1946, ini
berarti bahwa Kalimantan tidak lagi termasuk wilayah de fakto Republik Indonesia.
Dampak yang lebih jauh dari hasil persetujuan Linggarjati adalah status
Propinsi Kalimantan tidak relevan lagi
sehingga status Gubernur Kalimantan dihapus.
Hasil persetujuan Linggarjati juga
membuat Batalyon ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan terputus hubungannya
dengan RI, dan terputus pula dengan Markas Besar ALRI Divisi IV yang waktu itu
bermarkas di Tuban Jawa Timur. Markas
Besar ALRI Divisi IV ini kemudian dibubarkan, selanjutnya statusnya dirubah menjadi Mobiele Brigade ALRI dengan
Komandan Mayor Firmansyah. Sedangkan Letkol Zakaria Madon (mantan pimpinan ALRI
Divisi IV) dipindahkan ke Markas Besar ALRI Pusat. Dengan situasi demikian maka
tokoh-tokoh pejuang gerilya Kalimantan Selatan hanya mempunyai satu pilihan
yaitu harus mampu mengorganisir kekuatan sendiri, kalau tidak akan dihancurkan
oleh musuh.
Bersamaan dengan perubahan status Kalimantan sebagai akibat persetujuan Linggarjati yang
tidak termasuk wilayah RI tersebut, Belanda juga meningkatkan operasi
militernya. Menjelang agresi militer Belanda atas pemerintah Republik
Indonesiadi Yogyakarta, di Kalimantan Selatan Belanda mengadakan aksi
pembersihan terhadap orang-orang yang dicurigai. Serangan tiba-tiba yang
dilancarkan militer Belanda banyak menimbulkan korban, ratusan penduduk yang
tidak bersalah ikut menderita. Tokoh-tokoh ALRI yang berhasil meloloskan diri
menuju kearah pegunungan Meratus, sedangkan yang tertangkap mendapat siksaan
yang kejam. Dalam situasi tersebut Hassan Basry selaku Komandan Batalyon Rahasia
ALRI Divisi IV mengambil keputusan untuk menarik diri kepegunungan bersama-sama
anggotanya yang teguh pendirian.
Dalam masa berada di daerah pegunungan
Hassan Basry bertemu dengan beberapa pimpinan kelompok perlawanan antara lain
H. Abrani Sulaiman dengan anggotanya yang bersenjata lengkap, Daeng Lajida
beserta beberapa orang anak buahnya, mereka menghindar ke arah Kotabaru setelah
berhasil mencegat konvoi Belanda di Hambawang Pulasan (Batumandi). Pertemuan
para pimpinan perjuangan beserta anggota-anggotanya masing-masing dalam suasana
senasib penuh menghadapi kesulitan telah menimbulkan semangat baru dalam usaha
menghadapi Belanda. Dalam pertemuan itu mereka mengakui bahwa Hassan Basry dan
H, Abarani Sulaiman sebagai pimpinan dan wakilnya. Mereka juga kemudian
menetapkan Markas Besar Rahasia ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan di
desa Niih di daerah pegunungan Meratus.
Fase pertama dalam usaha konsolidasi,
meski dalam keadaan ruang gerak yang terbatas, para pejuang melakukan show
kekuatan dengan cara mengadakan pembersihan kakitangan atau spion Belanda, dari
seluruh daerah sampai ke kota-kota. Mereka juga menetapkan siasat operasinya
dengan membentuk organisasi gabungan bernama SOPIK (Sentral Organisasi
Pemberontak Indonesia Kalimantan). Markas besarnya berkode tetap RX-8.
Organisasi Markas Besar RX-8 ini dipimpin oleh Hassan Basry sebagai komandan
Batalyon, sebagai Kepala Staf H. Abrani
Sulaiman.
Pada tahun 1948 baru datang berita dari
Firmansyah dan Anang Piter bahwa ALRI Divisi IV yang bermarkas di Tuban sudah
bubar, sehingga para pejuang di Kalimantan selatan diminta mengambil langkah
yang positif. Karena itu Hassan Basry
bertindak segera, bahwa ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan keluar dan tidak
terikat lagi dengan ALRI Divisi IV yang
ada di Tuban. Sejak saat itu pula ALRI di Kalimantan muncul lagi dengan status
Markas Besar. Dan dengan munculnya ALRI maka otomatis SOPIK menghilang namanya.
Pimpinan Umum Hassan Basry kemudian
menugaskan Gusti Aman (Gusti
Abdurrahman) untuk memperbaiki susunan organisasi Markas Besar. Bersamaan
dengan itu di berbagai tempat di daeah Kalimantan Selatan banyak terjadi kontak
senjata antara para pejuang ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan dengan militer
Belanda. Rapat dalam rangka penyusunan organisasi ALRI Divisi IV berlangsung di
Ilung pada pertengahan Februari 1949. Pada rapat tersebut semua pimpinan hadir.
Dalam rapat dibicarakan soal-soal organisasi, susunan pucuk pimpinan, serta
rencana atau taktik perjuangan selanjutnya.
Dengan bekal dari berbagai pandangan
hasil rapat tersebut Gt. Aman beserta dengan Hasnan Basuki dan P. Arya kemudian
meneruskan perjalanan ke pedalaman Ambarawa (Telaga Langsat). Di sinilah program kerja disusun kembali.
Susunan pemerintahan berbentuk Gubernur Tentara, yaitu pemerintahan berbentuk
militer sesuai dengan situasi perang. Apalagi pada saat itu sudah diketahui
tentang Pemerintahan Darurat di Sumatera dan rencana Pemerintahan Pelarian di
New Delhi India, sehubungan dengan tindakan
Aksi Militer II Belanda yang melakukan penawanan terhadap Sukarno-Hatta dan
pimpinan-pimpinan pemerintah RI.
Selanjutnya dalam rapat lanjutan pada
tanggal 15 dan 16 Mei 1949 di Telaga Langsat yang dihadiri H. Abrani Sulaiman ,
Gusti Aman, Budhigawis, P. Arya dan Romansi diputuskan bersama bahwa ALRI
Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan dijadikan Divisi dengan 3 Resimen, Resimin
I Amuntai, Resimen II Barabai, Resimen III
daerah besar selatan yaitu Martapura, Banjarmasin dan Pelaihari. Untuk memimpin
dan mengarahkan divisi dibentuk Pemerintahan Militer dengan daerah Kalimantan
Selatan (termasuk Kalimantan Tengah), Kalimantan Tenggara, dan kemudian
berkembang sampai ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
Teks proklamasi Pemerintahan Gubernur Militer disusun bersama
oleh P. Arya dan H. Abrani Sulaiman dan
disempurnakan bersama peserta rapat lainnya. Teks Proklamasi kemudian diketik
oleh Romansi. Selanjutnya teks proklamasi serta berkas susunan pemerintahan
dibawa ke Niih untuk diserahkan kepada Pimpinan Umum Hassan Basry untuk
dipelajari. Atas permintaan Pimpinan Umum Hassan Basry teks Proklamasi
dibacakan oleh P. Arya di hadapan Pimpinan Umum Hassan Basry dan pimpinan ALRI
lainnya.
Teks Proklamasi tersebut kemudian
dibacakan pula oleh Pimpinan Umum Hassan Basry dalam suatu upacara di Mandapai
yang dihadiri oleh pasukan penggempur, anggota Markas Pangkalan terdekat dan
masyarakat setempat. Proklamasi tersebut berbunyi sebagai berikut:
P R O K L A M A S I
Merdeka :
Dengan ini kami rakyat Indonesia di
Kalimantan Selatan, mempermaklumkan berdirinya Pemerintahan Gubernur Tentara
dari ALRI melingkupi seluruh daerah
Kalimantan Selatan menjadi bagian dari Republik Indonesia untuk memenuhi isi
Proklamasi 17 Agustus 1945, yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan
Wakil Presiden Moh. Hatta. Hal-hal yang bersangkutan dengan pemindahan
kekuasaan akan dipertahankan dan kalau perlu diperjuangkan sampai tetesan darah
yang penghabisan.
Tetap Merdeka !
Kandangan, 17 MEI IV REP
Atas nama
rakyat Indonesia
Gubernur Tentara
ttd.
Hassan
Basry
Berita
Proklamasi ini kemudian disebarkan dalam bentuk pamflet ke seluruh daerah di
Kalimantan Selatan.
Dasar pemikiran dilahirkannya Proklamasi 17 Mei 1949
adalah :
- Untuk menyatakan kepada masyarakat dan Pemerintah RI serta dunia umumnya, bahwa gerilya ALRI Divisi IV (A) Pertahanan Kalimantan yang berada di Kalimantan Selatan benar-benar ada dan mempunyai kekuatan serta kemampuan untuk menyusun suatu pemerintahan dalam lingkungan wilayah Republik Indonesia, walaupun secara defacto saat itu Kalimantan berada di bawah penjajahan Belanda.
- Sesudah Aksi Militer II Belanda terjadi, ibu kota RI diduduki dan para pemimpin di tawan (diasingkan), maka pembentukan Pemerintahan Gubernur Tentara ALRI Kalimantan Selatan yang diproklamasikan tanggal 17 Mei 1949, dipersiapkan untuk menghadapi kemungkinan gagalnya Pemerintahan Darurat di Sumatera serta gagalnya Pemerintahan Pelariandi New Delhi India.
- Guna menyatukan para pimpinan dan organisasi-organisasi perjuangan ke dalam suatu pimpinan yang berbentuk pemerintahan Gubernur Tentara.
Pada hari tanggal 17 Mei tahun 2013 ini
ketika banyak orang sudah melupakan atau bahkan sama sekali tidak tahu tentang
peristiwa perjuangan dan pengorbanan pendahulu-pendahulu kita 64 tahun lalu
itu, dengan sedikit perhatian terhadap naskah sekilas ini, semoga kita menjadi
orang-orang yang juga mau berkorban untuk negeri ini.
(Penulis: Peneliti Bidang Sejarah dan Nilai Tradisional)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar