JUJUR DAN IMAN
Oleh: Ramli Nawawi
Setelah selesai
pemilu Caleg akhir-akhir ini ramai diberitakan masalah kejujuran. Lawan dari
jujur adalah curang. Jadi kejujuran lawannya adalah kecurangan. Semua orang
yang waras akalnya pasti sudah tahu kalau jujur itu lawannya adalah curang. Dan
bagi orang yang beragama juga pasti sudah tahu kalau berbuat curang itu adalah
dosa. Kalau perbuatan curang itu dilakukan kepada seseorang, sehingga orang
tersebut dirugikan, maka dosanya dubel, yakni dosa kepada Tuhan dan dosa kepada
orang yang dicurangi. Tetapi seseorang yang berbuat curang tersebut menyadari
perbuatannya dosa, kalau orang tersebut ada imanya sadar bahwa perbuatan curang
dimurkai oleh Tuhan (bagi yang beragama Islam mendapat murka dari Allah SWT).
Berbicara masalah
jujur dan iman seseorang tersebut, saya peribadi teringat akan satu peristiwa,
dulu tahun 1990 an. Ketika itu penerimaan pegawai negeri masih ditangani oleh
masing-masing Kantor Wilayah di tingkat propinsi. Kebetulan saya diikutsertakan
dalam panitya penerimaan pegawai baru di lingkungan Kanwil Depdikbud. Para calon PNS waktu itu pertama harus lulus persyaratan
administrasi, kemudian lulus test tertulis, dan dilanjutkan dengan wawancara.
Persyaratan
administerasi tentu saja antara lain berkaitan dengan ijazah sesuai dengan
bidang yang diperlukan, usia dan sebagainya. Sedangkan materi test tertulis
sepertinya tidak jauh beda dengan materi test calon PNS saat ini, selain yang
bersifat umum juga berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilakonimya. Wawancara
selain meliputi masalah keperibadian para calon juga sejauh mana penguasaan
ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.
Tapi sesuai
dengan judul tulisan ini, saya tidak akan bicara tentang bagaimana kualitas
para calon PNS yang berhasil diterima sebagai pegawai baru di lingkungan Kanwil
Depdikbud waktu itu. Hanya ada satu hal yang tak pernah saya lupakan.
Peristiwanya
begini: Kurang lebih dua minggu setelah pengumuman kelulusan mereka yang
diterima sebagai PNS dan di tempatkan di tempat tugasnya masing-masing. Waktu
itu pada hari Minggu sekitar pukul 9.00 pagi ada seorang pemuda datang menamu
ke rumah saya. Ketika itu pintu
pagar rumah saya sedang terbuka, karena itu pemuda tersebut bisa langsung masuk
pekarangan rumah saya. Karena saya kebetulan sedang berada di tiras depan
rumah, dia langsung mengucapkan salam kepada saya. Ketika saya berdiri dan
menjawab salamnya, saya masih belum tahu siapa dia dan apa maksud menemui saya.
Walaupun begitu dia saya ajak masuk rumah saya dan duduk bersama saya di kursi
tamu.
Sebelum saya bertanya tentng dia, pemuda yang
tampangnya biasa-biasa saja tersebut lebih dahulu bicara:
”Mungkin bapak lupa sama saya”, katanya membuka
pembicaraan.
”Ya, tapi kayanya kita pernah bertemu, tapi di
mana ya .....”, kataku.
”Di kantor bapak, ketika itu bapak mewawancarai
saya”, sahutnya.
Saat itu baru aku ingat kalau dia itu dulu ikiut
test pegawai baru, yang kebetulan aku yang mewawancai dia. Sempat terpikir saat
itu, mungkin dia akan protes karena tidak lulus.
”Alhamdulillah pak saya termasuk yang lulus”,
jelasnya.
”Wah, selamat lah kalau begitu”, sahutku, yang
tadinya sempat terpikir macam-macam.
”Begini pak, saya tinggal di desa jauh pak ada
sekitar ratusan km lebih pak dari rumah bapak ini. Di desa saya tersebut ada
sebuah SMP Negeri, dan SK pengangkatan saya di tempatkan sebagai Pesuruh di
sekolah tersebut.
”Kenapa nggak suka”, tanya saya.
”Bukan pak, tadinya saya sangat bersyukur mendapat
pekerjaan tetap, dengan gaji yang sangat saya syukuri”, jelasnya.
”Lalu apa ada masalah”, tanya saya.
”Begini pak, kayanya baik Kepala Sekolah maupun
Kepala TU nya, ingin menolong saya dan menyarankan agar ikut test dalam
penerimaan pegawai baru. Saya diminta membuat berkas foto copy sesuai
persyaratan, dan dengan maksud agar saya berhasil diterima saya di buatkan
Surat Keterangan Sebagai Tenaga Honor di Sekolah tersebut.
”Maksudnya apa nih”, tanyaku.
”Begini pak, saya kan tidak pernah sebagai tenaga
honor di sekolah tersebut, jadi Surat Keterangan saya sebagai Tenaga Honor tersebut
kan bohong pak”, jelasnya.
Aku diam saja mendengar penjelasannya, tersirat di
pikiranku kalau orang ini jujur dan mau berterus terang sesuatu yang tidak
benar.
”Lalu begini pak, saya selalu terganggu dengan
sesuatu kebohongan itu, walaupun itu bukan saya yang membuat dan memintanya.
Karena itu dua hari yang lalu saya menghadap seorang ulama yang ada di kampung
saya. Saya jelaskan semua masalah tersebut. Beliau bilang begini: ” Kalau surat
keteranga palsu tersebut merupakan salah satu persyaratan sehingga kamu
diterima bekerja sebagai Pesuruh
tersebut, maka pekerjaan yang kamu terima tersebut tidak benar dan uang gaji
yang kamu terima tidak halal”, katanya
menirukan penjelasan ulama yang dimintainya pendapat.
”Lalu gimana saya, tanyaku kepada beliau”, bilangnya.
” Beliau, ulama tersebut memberi saran , agar saya
menanyakan; apakah Surat Keterangan Sebagai Tenaga Honor tersebut merupakan
suatu persyaratan, kalau itu merupakan persyaratan padahal tidak benar
sebaiknya tinggalkan pekerjaan itu”, jelasnya.
”Oh begitu masalahnya”, sahutku.
”Ya pak, makanya saya datang menemui bapak untuk
menanyakan, apakah dalam pengumuman penerimaan pegawai tersebut ada di
cantumkan persyaratan tersebut”, katanya setengah mendesak.
Karena dalam persyaratan administrasi penerimaan
pegawai baru tersebut tidak mencantumkan tentang perlunya Surat Keterangan
sebagai Tenaga Honorer, dan hal yang diluar persyaratan memang diabaikan, maka
aku bilanag:
”Yang merupakan persyaratan administrasi dalam
Pengumuman Penerimaan Pegawai Baru tersebut hanyalah yang tercantum dalam Surat
Pengumuman tersebut, mungkin kamu juga baca, jadi di luar itu yang lainnya
diabaikan” , kubilang begitu
”Syukur Alhamdulillah”, bilangnya .
Memang penerimaan pegawai baru di lingkungan Kanwl
Depdikbud di Kalsel pada tahun t990 an waktu tidak ada ketentuan memeberikan
ketentuan keistimewaan kepada honorer, tapi harus lulus murni dalam test administrasi, test tertulis, dan
test wawancara. (Hak honorer akan mendapat pengangkatan sebagai PNS tanpa ikut
test baru ada masa ini)..
Jujur dan menyadari sebuah perbuatan yang salah,
hanya ada pada seseorang beriman. Dan hanya pada seseorang yang beriman yang
takut akan AZAB Allah. Bukankah imbalan sesuatu pekerjaan, jabatan, dan
sebagainya, baik berupa uang atau gaji dan benda lainnya yang di peroleh dari
ketidak jujuran atau kecurangan, semuanya tidak halal atau haram. Setiap yang
yang haram yang dimakan juga dipakai akan berbuah azab.Apakah itu Azab, yaitu
berupa kehidupan yang menyengsarakan. Siapa yang ikut menikmati hasil pekerjaan
yang didapatkan dengan jalan haram, baik isteri dan anak-anak, siapapun, mereka
akan berpribadi liar, yang ujung-unjungnya membuahkan kesengsaraan baik di
dunia apalagi di akhirat. Mari kita amalkan kejujuran dan kita perteguh
keimanan.(HRN).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar