Rabu, 30 April 2014

JUJUR DAN IMAN



JUJUR DAN IMAN

Oleh: Ramli Nawawi

Setelah selesai pemilu Caleg akhir-akhir ini ramai diberitakan masalah kejujuran. Lawan dari jujur adalah curang. Jadi kejujuran lawannya adalah kecurangan. Semua orang yang waras akalnya pasti sudah tahu kalau jujur itu lawannya adalah curang. Dan bagi orang yang beragama juga pasti sudah tahu kalau berbuat curang itu adalah dosa. Kalau perbuatan curang itu dilakukan kepada seseorang, sehingga orang tersebut dirugikan, maka dosanya dubel, yakni dosa kepada Tuhan dan dosa kepada orang yang dicurangi. Tetapi seseorang yang berbuat curang tersebut menyadari perbuatannya dosa, kalau orang tersebut ada imanya sadar bahwa perbuatan curang dimurkai oleh Tuhan (bagi yang beragama Islam mendapat murka dari Allah SWT).
Berbicara masalah jujur dan iman seseorang tersebut, saya peribadi teringat akan satu peristiwa, dulu tahun 1990 an. Ketika itu penerimaan pegawai negeri masih ditangani oleh masing-masing Kantor Wilayah di tingkat propinsi. Kebetulan saya diikutsertakan dalam panitya penerimaan pegawai baru di lingkungan Kanwil Depdikbud. Para calon PNS  waktu itu pertama harus lulus persyaratan administrasi, kemudian lulus test tertulis, dan dilanjutkan dengan wawancara.
Persyaratan administerasi tentu saja antara lain berkaitan dengan ijazah sesuai dengan bidang yang diperlukan, usia dan sebagainya. Sedangkan materi test tertulis sepertinya tidak jauh beda dengan materi test calon PNS saat ini, selain yang bersifat umum juga berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilakonimya. Wawancara selain meliputi masalah keperibadian para calon juga sejauh mana penguasaan ilmu pengetahuan sesuai dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya.
Tapi sesuai dengan judul tulisan ini, saya tidak akan bicara tentang bagaimana kualitas para calon PNS yang berhasil diterima sebagai pegawai baru di lingkungan Kanwil Depdikbud waktu itu. Hanya ada satu hal yang tak pernah saya lupakan.
Peristiwanya begini: Kurang lebih dua minggu setelah pengumuman kelulusan mereka yang diterima sebagai PNS dan di tempatkan di tempat tugasnya masing-masing. Waktu itu pada hari Minggu sekitar pukul 9.00 pagi ada seorang pemuda datang menamu ke rumah saya. Ketika itu pintu pagar rumah saya sedang terbuka, karena itu pemuda tersebut bisa langsung masuk pekarangan rumah saya. Karena saya kebetulan sedang berada di tiras depan rumah, dia langsung mengucapkan salam kepada saya. Ketika saya berdiri dan menjawab salamnya, saya masih belum tahu siapa dia dan apa maksud menemui saya. Walaupun begitu dia saya ajak masuk rumah saya dan duduk bersama saya di kursi tamu.
Sebelum saya bertanya tentng dia, pemuda yang tampangnya biasa-biasa saja tersebut lebih dahulu bicara:
”Mungkin bapak lupa sama saya”, katanya membuka pembicaraan.
”Ya, tapi kayanya kita pernah bertemu, tapi di mana ya .....”,  kataku.
”Di kantor bapak, ketika itu bapak mewawancarai saya”, sahutnya.
Saat itu baru aku ingat kalau dia itu dulu ikiut test pegawai baru, yang kebetulan aku yang mewawancai dia. Sempat terpikir saat itu, mungkin dia akan protes karena tidak lulus.
”Alhamdulillah pak saya termasuk yang lulus”, jelasnya.
”Wah, selamat lah kalau begitu”, sahutku, yang tadinya sempat terpikir macam-macam.
”Begini pak, saya tinggal di desa jauh pak ada sekitar ratusan km lebih pak dari rumah bapak ini. Di desa saya tersebut ada sebuah SMP Negeri, dan SK pengangkatan saya di tempatkan sebagai Pesuruh di sekolah tersebut.
”Kenapa nggak suka”,  tanya saya.
”Bukan pak, tadinya saya sangat bersyukur mendapat pekerjaan tetap, dengan gaji yang sangat saya syukuri”, jelasnya.
”Lalu apa ada masalah”, tanya saya.
”Begini pak, kayanya baik Kepala Sekolah maupun Kepala TU nya, ingin menolong saya dan menyarankan agar ikut test dalam penerimaan pegawai baru. Saya diminta membuat berkas foto copy sesuai persyaratan, dan dengan maksud agar saya berhasil diterima saya di buatkan Surat Keterangan Sebagai Tenaga Honor di Sekolah tersebut.
”Maksudnya apa nih”, tanyaku.
”Begini pak, saya kan tidak pernah sebagai tenaga honor di sekolah tersebut, jadi Surat Keterangan saya sebagai Tenaga Honor tersebut kan bohong pak”, jelasnya.
Aku diam saja mendengar penjelasannya, tersirat di pikiranku kalau orang ini jujur dan mau berterus terang sesuatu yang tidak benar.
”Lalu begini pak, saya selalu terganggu dengan sesuatu kebohongan itu, walaupun itu bukan saya yang membuat dan memintanya. Karena itu dua hari yang lalu saya menghadap seorang ulama yang ada di kampung saya. Saya jelaskan semua masalah tersebut. Beliau bilang begini: ” Kalau surat keteranga palsu tersebut merupakan salah satu persyaratan sehingga kamu diterima  bekerja sebagai Pesuruh tersebut, maka pekerjaan yang kamu terima tersebut tidak benar dan uang gaji yang kamu terima tidak halal”, katanya  menirukan penjelasan ulama yang dimintainya pendapat.
”Lalu gimana saya, tanyaku kepada beliau”,  bilangnya.
” Beliau, ulama tersebut memberi saran , agar saya menanyakan; apakah Surat Keterangan Sebagai Tenaga Honor tersebut merupakan suatu persyaratan, kalau itu merupakan persyaratan padahal tidak benar sebaiknya tinggalkan pekerjaan itu”, jelasnya.
”Oh begitu masalahnya”, sahutku.
”Ya pak, makanya saya datang menemui bapak untuk menanyakan, apakah dalam pengumuman penerimaan pegawai tersebut ada di cantumkan persyaratan tersebut”, katanya setengah mendesak.
Karena dalam persyaratan administrasi penerimaan pegawai baru tersebut tidak mencantumkan tentang perlunya Surat Keterangan sebagai Tenaga Honorer, dan hal yang diluar persyaratan memang diabaikan, maka aku bilanag:
”Yang merupakan persyaratan administrasi dalam Pengumuman Penerimaan Pegawai Baru tersebut hanyalah yang tercantum dalam Surat Pengumuman tersebut, mungkin kamu juga baca, jadi di luar itu yang lainnya diabaikan” , kubilang begitu
”Syukur Alhamdulillah”, bilangnya .
Memang penerimaan pegawai baru di lingkungan Kanwl Depdikbud di Kalsel pada tahun t990 an waktu tidak ada ketentuan memeberikan ketentuan keistimewaan kepada honorer, tapi harus lulus murni  dalam test administrasi, test tertulis, dan test wawancara. (Hak honorer akan mendapat pengangkatan sebagai PNS tanpa ikut test baru ada masa ini)..

Jujur dan menyadari sebuah perbuatan yang salah, hanya ada pada seseorang beriman. Dan hanya pada seseorang yang beriman yang takut akan AZAB Allah. Bukankah imbalan sesuatu pekerjaan, jabatan, dan sebagainya, baik berupa uang atau gaji dan benda lainnya yang di peroleh dari ketidak jujuran atau kecurangan, semuanya tidak halal atau haram. Setiap yang yang haram yang dimakan juga dipakai akan berbuah azab.Apakah itu Azab, yaitu berupa kehidupan yang menyengsarakan. Siapa yang ikut menikmati hasil pekerjaan yang didapatkan dengan jalan haram, baik isteri dan anak-anak, siapapun, mereka akan berpribadi liar, yang ujung-unjungnya membuahkan kesengsaraan baik di dunia apalagi di akhirat. Mari kita amalkan kejujuran dan kita perteguh keimanan.(HRN).


               

Tidak ada komentar: