(Ceritera ini fiksi, kalau ada
kesamaan nama, tempat dan lainnya dibuat hanya kebetulan, entri ini sambungan
dari entri posting tgl. 25 Maret 2014, oleh: Ramli Nawawi)
18. LIKA-LIKU KESEPAKATAN CINTA (2)
Tiga bulan berlalu sejak pertemuan Ana dengan Ali, ketika Ali menemui Ana
di rumahnya. Banyak peristiwa yang terjadi yang dialami Ali keseharian selama
tiga bulan berada di kota tempat studynya. Demikian juga perjalanan kehidupan keseharian
Ana, baik yang berhubungan dengan tugas kerjanya sebagai guru, juga tentang
perkembangan yang berkaitan dengan yang telah dilakukan pihak keluarga Ali dan
keluarganya Ana dalam keinginan membuat ikatan pertunangan mereka berdua.
Apa saja yang terjadi yang dialami Ana berkaitan dengan kesehariannya sebagai
guru, tentang kepindahan tempatnya mengajar, juga segala lika-liku yang terjadi
yang telah dilakukan orang tua mereka dalam mewujudkan tali pertunangan mereka,
semuanya di ceriterakan Ana kepada Ali melalalui suratnya. Ali juga selalu
menanggapi apa yang dikabarkan Ana melalui suratnya, dan dalam membalas surat
Ana tak lupa juga berceritera tentang kegiatannya disamping selalui
menyampaikan keinginannya untuk menemui Ana kapan setiap ada waktu yang
terluang. Sehubungan dengan itulah menjelang Minggu di akhir bulan ketiga sejak
pertemuan mereka dulu Ali di akhir kalimat suratnya menulis :”Insya Allah
Minggu depan akan pulang dan akan mampir ke rumah you,” tulis Ali menutup
suratnya..
Surat Ali yang menyatakan akan menemuinya diterima Ana pada sore Jumat
ketika ia sedang menyiram bunga mawar yang tumbuh di halaman rumahnya. Sehabis
membaca surat Ali yang diantar tukang pos tersebut, Ana merasakan suatu
keyakinan bahwa cinta tulusnya Ali kepadanya sama seperti cinta tulusnya dia
kepada Ali. ”Sebagai tanda aku sangat
mencintai you Li, aku akan ....beda di matamu Li nanti pada hari Minggu menyambut kedatangan you”, gumam Ana sambil
melipat surat Ali dan menympannya ke dalam rak buku tempat kumpulan surat-surat
Ali yang pernah diterimanya.
Ali yang tidak ingin mengecewakan Ana sesuai janjinya akan bertamu kerumah
Ana pada hari Minggu sebagaimana isi suratnya, sore Sabtu sehabis pulang
sekolah Ali minta izin kepada ibu kostnya untuk pulang kampung menemui orang
tuanya. Sore Sabtu itu Ali pulang dengan kendaraan sendiri. Setibanya di kota
Kandangan Ali langsung meneruskan perjalanan menuju kampungnya. Menjelang
Magrib Ali sudah berada di rumah orang tuanya.
Sehabis makan malam bersama kedua orang tuanya, ibu Ali berceritera tentang
telah melakukan hubungan dengan keluarga Ana dalam rangka ingin mengikat
hubungan nya dengan Ana dalam ikatan pertunangan. Ali yang sebelumnya sudah
banyak mengetahui dalam suratnya Ana dengan tenang mendengarkan ceritera
ibunya, hanya kadang menimpalinya dengan pertanyaan. Kesimpulannya dalam
pertemuan terakhir kedua keluarga mereka telah tercapai kesepakatan.
Memang menurut abahnya Ali, sempat terjadi ada sesuatu yang menjadi pertanyaan
bagi kedua orang tuanya. Usulan dari keluarga Ana yang meminta uang mahar dalam
jumlah yang diatas keumuman saat itu, sempat membuat timbulnya penafsiran
apakah merupakan penolakan secara halus. Tetapi karena menurut utusan keluarga
Ali, usulan itu bukan dari keluarga dekat Ana, apalagi mengingat kenyataan sudah
lama terjalinnya cinta antara Ali dan Ana, serta penerimaan ibunya Ana yang
selalu baik terhadap Ali, maka masalah usulan tersebut tetap akan dipenuhi oleh
keluarganya. Masalah terakhir ini memang tidak ada tersirat dalam suratnya Ana
kepada Ali minggu yang lalu
Pagi Minggu seperti kebiasaannya Ana setelah melaksanakan segala kegiatan
rutinitasnya, sesuai janjinya ia akan menyambut kedatangan Ali beda seperti
biasa. Walaupun Ali tidak menyebut dalam suratnya akan datang pukul berapa, Ana
yakin saja kalau Ali tidak akan mengecewakannya. Ana juga tidak memberitahukan
kepada ibunya kalau hari itu Ali akan datang menamu ke rumah mereka.
Santai setelah makan pagi bersama ibunya, Ana lebih banyak berada di
kamarnya. Disamping mengenakan rok yang membuatnya tampak sexy, Ana juga
mempercantik wajahnya yang memberikan
kesan cintanya kepada Ali. Ibunya Ana yang biasa mengerjakan sesuatu di ruang
tengah dan ruang dapur, sejak pagi tadi melakukan pekerjaan dengan
santai-santai saja.
Walaupun Ana sedang berada di kamarnya, tetapi begitu mendengar ada kendaraan
masuk kepekarangan rumahnya, bergegas ke pintu depan dan berdiri di teras
depan. Sementara Ali sudah berada di sisi rumah memarkir kendaraannya.
Melihat Ali berjalan menuju teras dimana Ana berdiri, ia menyambut Ali
dengan senyuman.
”Boleh enggak nih aku masuk’, sapa Ali sebelum
melepas sepatunya.
“Apa pernah ada pengalaman ditolak, apalagi
tamu yang sudah bilang dalam suratnya mau datang”, balas sapa Ana.
“Siapa tahu setelah tiga bulan ada sesuatu yang
berubah”, bilang Ali yang sudah berdiri di samping Ana.
“Masuk dan duduk dulu baru kita bicara soal
perubahan”, cetus Ana sambil memegang tangan Ali menuju kursi tamu yang biasa
ditempati Ali.
“Nah, tiga bulan lebih kan tak menamu”, ujar Ana sambil duduk dikursi
panjang berhadapan dengan Ali, “sekarang
boleh duga dan boleh tanya tentang perubahan”, sambung Ana sambil senyum.
”Ada perubahan”, cetus Ali juga sambil senyum, ”perubahannya you semakin
cantik dan semakin tampak sexy”, puji Ali.
”Kalau gitu mau nih nanti menamunya lebih sering”, pinta Ana.
”Pasti maulah, apalagi lama tak ketemu, you kini tampak semakin cantik Na,
kalu bisa memang kita selalu bersama Na”, cetus Ali
”Apa iya Li aku beda dengan Ana yang lalu”, belum lagi Ali mengiyakan, Ana
sudah berucap kalau ia mau ke dapur dulu.
”Li tunggu ya sebentar”, ucap Ana sambil bangkit dan berjalan masuk menuju
ruang dalam.
Hanya selang sekitar tiga menit Ana kembali dengan membawa baki berisi dua
gelas teh dan sebuah stoples kue.
”Kok cepat banget siapnya”, komentar Ali.
”Ayoo, terka mengapa”, cetus Ana.
”Apa sudah disiapain minumannya sejak setelah menerima surat aku ya”, goda
Ali.
”Salaaah, ini Li bukti kalau mama tu sangat merestui kita, walau aku belum
bilang kalau you datang, tapi mungkin mama tadi lihat sendiri waktu you masuk
pekarangan, dan ini semua mama yang menyiapin”, jelas Ana
”Semoga restu mama memberikan berkat perjalanan cinta kita Na”, ucap Ali
sambil memperhatikan wajah Ana yang sedang meletakkan gelas minuman di meja
depannya.
”Udaah, silakan cicipi ini dulu, baru nanti aku mau tanya sesuatu”, ujar
Ana.
Ali menuruti saja permintaan Ana, yang disertai Ana juga meminum teh yang
di depannya.
”Tanya apa Na”, kata Ali.
”Pulang ke Barabai nya nanti sore ya Li”, tanya Ana yang bukan itu
pertanyaan yang sebenarnya akan di sampaikannya, hal itu jadi tampak dari wajahnya
yang sendu.
Memperhatikan wajah Ana yang tampak menyendu Ali bangkit dari duduknya dan
berpindah duduk di samping Ana yang duduk di kursi panjang.
”Tidak ada yang disedihkan Na’, bilang Ali sambil menggenggam erat tangan Ana,
”juga tak ada yang dikhawatirkan Na, orang tua kita kan sudah sama setuju akan
dilangsungkan nya acara pertunangan kita”, ujar Ali meyakinkan Ana.
”Darimana you tahu telah ada kesepakatan, aku kan tak pernah bilang dalam
suratku”, ujar Ana.
”Tadi malam aku kan pulang kampung, ada hal-hal yang kudengar dari kedua
orang tuaku yang belum tertulis dalam surat you”, ujar Ali.
”Coba Li ceritera”, ujar Ana kepada Ali yang masih duduk di sampingnya.
”Betul nih ingin tahu”, ujar Ali sedikit menggoda.
”Ceritera kalau itu berita baik untuk kita”, ujar Ana.
”Baiknya aku meneruskan minumku dulu ya”, bilang Ali sambil berpindah duduk
ke kursi di hadapan Ana.
”Ayo Li ceritera”, desak Ana setelah Ali meletakkan gelas minumnya.
”Kayanya you juga banyak tahu perjalanan gimana keinginan orang tua kita
untuk meresmikan suatu ikatan cinta kita Na”, ujar Ali.
”Memang aku sengaja Li tidak ceritera tentang adanya ucapan dari salah
seorang keluarga kami yang meminta hal yang kurang wajar”, jelas Ana.
”Tapi tak ada masalah kan Na”, ujar Ali.
’Memang mama menghawatirkan adanya penafsiran yang bisa menimbulkan
kesalahpahaman dari keluarga you”, bilang Ana.
”Memang jujur Na, masalah-masalah lain yang dibicarakan antara perwakilan
abah mama dengan keluarga you langsung bisa disepakati, tapi permintaan masalah
mahar kan yang mereka minta perlu persetujuan keluarga kami dulu”, ceritera
Ali.
”Mama yang tidak ikut dalam pertemuan tersebut, setelah mengetahui hal itu
menyesalkan, karena masalah itu akan dibicarakan mama nanti langsung dengan
orang tua you”, jelas Ana.
”Tapi sudah lah Na, karena abah mama juga kayi nini aku, yakin bahwa aku
dan you benar-benar saling mencintai dan juga mengetahui bahwa mama you juga
bisa menerima aku yang sudah sering bertamu. Kayi aku lah Na yang bilang: ”kalau Ana memang pilihannya
Ali, dan masalah itu bukan merupakan penolakan orang tuanya Ana, berapapun
permintaan kita penuhi”, jelas Ali.
”Terima kasih Li penjelasan you, aku dan mama memang sudah tahu ada
kesepakatan dari tente Ramlah bibi you yang di Jalan Merdeka, tante dan mama
malah sudah menetapkan tanggal di bulan depan, akan mengantarkan ”patalian dan
tukar cincin pertunangan”, ujar Ana.
”O ya, baru ingat
Na, tadi mama pesan minta ukuran jari manis you guna membuat cincin untuk you”,
bilang Ali.
”Sama Li, bahkan minggu lalu sehari sesudah kedatangan tante Ramlah, mama pesan
minta ukuran jari you guna membuat cincin ya juga untuk nanti”, cetus Ana
senyum.
”Nah gitu dong, buang tu sendunya”, tukas Ali.
”Maaf Li, tadinya aku masih berpikir khawatir, kalau kesepakatan hubungan
kita ini, ada benih kesalahpahaman, atau benih kecurigaan, padahal bukan
kemauan keluarga dekat aku apalagi mama aku”, ujar Ana.
”Sudah Na, lupakan segala yang meragukan kita, dengan cinta kita singkirkan
rintangan di perjalanan waktu yang masih cukup terasa lama”, pesan Ali.
”Janji tidak berubah ya Li, aku cari benang dulu yang cocok untuk buat
ukuran cincin kita”, bilang Ana sambil bangkit masuk ke ruang dalam.
Beberapa menit berselang Ana datang membawa golongan benang yang agak tebal
serta sebuah gunting.
”Sini Li duduk”, ajak Ana minta Ali pindah duduk di kursi panjang di
sisinya.
“Jari mana yang diukur kelilingnya Na”, billang Ali sambil duduk di samping
kanan Ana.
”Sini tangannya, jari manis kiri atau kanan kan sama saja”, kata Ana sambil
melilitkan benang di jari manis tangan kiri Ali. Setelah itu Ana memotong
persis di pertemuan ujung benang yang melingkari jari manis Ali.
”Sekarang aku pindah duduk ke sebelah kanan you. Lalu ini giliran you yang
melingkarkan benang di jari manis tangan kiri aku”, ujar Ana.
”Bisa nggak nih aku”, bilang Ali sambil melingkarkan benang di jari manis
tangan kiri Ana.
”Yang pas Li, nanti kalau kendur cincinnya longgar”, cetus Ana.
”Beres pasti pas”, ujar Ali, sambil melepas lilitan benang dijari manis
Ana, dan kemudian memotongnya persis juga di
pertemuan ujung benang yang melingkari jari manis Ana.
”Na Li, benang yang you pegang itu simpan di dompet you supaya nggak
kececer. Nanti serahkan kepada mama you, bilang ini ukuran untuk cincin Ana,
jangan lupa di bagian dalam cincin ada
tulisan ALI”, pesan Ana bersemangat.
.”Kalau benang yang ukuran jari aku tadi, apa sekalian nanti kami saja yang
juga bikinnya Na”, tanya Ali.
”Nggak boleh, yang benang ukuran jari you tadi nanti aku dan mama yang buat,
kan di bagian dalamnya nanti nama aku”, sanggah Ana.
”Gimana Na agar bentuk dan kualitas pembuatannya nggak beda nanti”, tanya
Ali.
”Nanti bilang sama mama you, siapa yang diminta mengurus pembuatannya kalau
sempat bertemu mama dulu, biar nanti dibikin oleh tukang mas yang sama”, ujar
Ana.
”Usul yang bagus Na, nanti aku kan pulang ke rumah dulu sebelum berangkat
ke Barabai, menyerahkan benang ukuran cincin untuk you ini dengan tulisan nama
aku itu, juga pesan you tentang pembuatan cincin kita itu”, ujar Ali.
”Jangan sampai lupa ya Li”, sahut Ana.
Bersamaan dengan ucapan pesan Ana tersebut, mamanya Ana muncul di pintu
ruang dalam dan memanggil Ana.
”Maaf ya nak Ali, Ana ke dalam dulu ya”, sapa mamanya Ana kepada Ali.
”Ya.. ma”, sahut Ali singkat, bersamaan dengan masuknya Ana ke ruang dalam
mengikuti mamanya.
Di ruang dalam mamanya Ana sudah menyiapkan hidangan makan siang yang
dihampar lesehan khusus untuk Ali dan Ana berdua.
”Na, ajak Ali masuk dan makan dulu”, ujar mamanya Ana.
”Inggih ma”, kata Ana, dan
langsung masuk kembali ke ruang tamu
menemui Ali.
”Kok you nggak duduk’, cetus Ali yang melihat Ana datang dan berdiri di
samping kursi tempat duduknya Ali.
”Aku minta you mengikuti aku, tak boleh dibantah kalau nggak mama kecewa
Li”, pinta Ana.
”Pasti ada yang sangat penting nih”, gumam Ali pelan, sambil berdiri dan
mengikuti Ana masuk ke ruang dalam.
”Nak Ali makan dulu ya, seadanya ya, ayo Na temani Ali”, pinta mamanya Ana
yang menyambut Ali di ruang dalam.
”Terima kasih ma, sama-sama yu ma”, ujar Ali.
”Silakan nak Ali dengan Ana saja, mama lagi ada yang diberesin di dapur”,
ujar mamanya Ana sambil masuk ke ruang dapur.
”Na, mama you baik sekali”, puji Ali.
“Mama kan calon mertua you”, seloroh Ana.
”Wah... makan besar nih”, ujar Ali.
”Udah Li, ini aku sendokkan dulu nasinya ke piring you”, sahut Ana.
”Jangan banyak-banyak dulu, nanti akau bisa tambah sendiri nasinya”, tukas
Ali.
”You harus makan yang banyak”, pinta Ana, sambil meletakkan piring nasinya
Ali.
”You juga baik sekali Na”, puji Ali.
”Sudah Li, ambil ini gangan asam tulangan daging sapi, ini ikan goreng
pepuyu, ada lalapan juga nih, suka pedas juga ya Li, ini ada sambel lomboknya
”, ujar Ana
”Tapi tu piring nasi you belum diisi nasi”, bilang Ali mengingatkan.
”Tenang Li, nih aku mulai menyendok nasinya, terserah you Li mau pakai
sendok atau pakai tangan, ini ada kobokannya”, ujar Ana.
”Pakai sendok tapi juga pakai tangan bila perlu”, ujar Ali sambil menyendok
kuah gangan asam dan mengambil sepotong tulangannya.
”Nggak boleh sungkan Li”, bilang Ana
sambil ia menirukan menyendok kuah gangan asam, tapi Ana malah mengabil ikan
goreng pepuyu.
”Ambil lagi Li, itu pepuyunya, lalapannya juga”, pinta Ana.
”Tenang Na, sesuai permintaan you akan aku
cicipi semuanya”, tegas Ali.
Selesai keduanya makan siang yang dihidangkan
mamanya Ana, Ali lebih dulu kembali ke kamar tamu, sementara Ana memberesi
makanan yang masih ada, mencuci peralatan yang bekas dipakai mereka berdua.
“Mama sudah makan, ma”, sapa Ana melihat
mamanya baru selesai mengambil wudhu hendak shalat Zuhur”.
“Sudah tadi duluan dari kamu berdua”, jawab
mamanya Ana singkat, sambil berjalan menuju ruangan kecil tempat shalat.
. .
Selesai melakukan cucian dan beres-beres, Ana
kembali menemui Ali yang masih duduk di kamar tamu.
“Li, kalau nanti aku ikut ke Barabai dan
berkenalan dengan teman-teman sekolah you boleh nggak”, ucap Ana membuka pembicaraan
setelah ia duduk menemani Ali.
“Sa...ngat boleh”, kata Ali pasti.
”Betul nih,,”, sungka Ana.
”Betul banget”, jawab Ali, ”Kan kawan-kawan aku baik cowok atau cewek
umumnya sudah tahu kalau kita sudah mengikat cinta sejak masih di sekolah kita
dulu”, jelas Ali.
”Kok bisa begitu Li”, kata Ana ragu.
”Kan yang sedang belajar sama aku di Barabai tu, yang berangkat sama aku
kan ada empat orang, apalagi ada juga beberapa adik kelas kita dulu yang juga
menyusul bersekolah disana, mereka ini yang bisa-bisa bicara tentang kita,
bahkan tak sedikit yang tahu nama you Na”, ujar Ali.
”Kalau begitu, semoga aman ya Li”, harap Ana.
”Tenang Na”, bilang Ali sambil berdiri berpindah duduk ke kursi panjang di
sisi Ana.
Ana yang tadi banyak bicara ingin meyakinkan kesetiaan Ali kepadanya,
menyaksikan Ali yang sudah duduk di sampingnya, hanya diam.
”Na, you tu punya kelebihan dari cewek-cewek teman sekolah aku, you tu cantik
lahir dan juga cantik batin”, ujar Ali sambil menatap mata Ana. Ana hanya diam
ketika Ali kemudian mencium pipi kanannya.
”Nantilah pulangnya...”, bilang Ana melihat gelagat sikap Ali yang tampak
bersiap akan meninggalkannya.
”Maunya Na juga inginnya begitu, tapi setelah pulang kampung aku kan sore
ini juga harus kembali ke Barabai”, kata Ali.
”Kapan ya Li kita bisa berduaan yang lama seperti dulu”, harap Ana.
”Na, waktu libur semesteran nanti kita bisa
banyak acara, nanti dua bulan lagi”, ujar Ali.
“Batul kan Li”, harap Ana, ”tapi kalau bisa nggak usah dua bulan lah Li,
apa sibuk benar. nih pada hari Minggu awal bulan depan”, sambung Ana.
”Oh kalau sukanya gitu, oke tunggu aja nanti hari Minggu awal bulan depan,
mungkin ada acara khusus ya Na”, tanggap Ali.
Ana hanya senyum puas mendengar pernyataan Ali.
”Gimana Na, kayanya Ali mau pamit nih sama mama you”, ujar Ali dengan
menyebut namanya sendiri.
Ana berdiri masuk ke ruang dalam, menyingkap korden pintu kamar mamanya,
dan melihat mamanya lagi merebahkan diri di tempat tidurnya. Ana tak mau
mengganggunya dan ia langsung kembali menemui Ali.
”Mama lagi istirahat Li, biar nanti aku yang memberi tahu mama”, jelas Ana.
”Oh kalau gitu pamitnya Ali langsung sama Ana nya lah”, goda Ali.
”Nih salam tangan aku”, ujar Ana sambil memegang tangan Ali yang sudah
berdiri di sampingnya. Ana masih memegang tangan Ali sambil berjalan menuju
pintu depan. Sebelum melangkah keluar pintu, Ali melepaskan pegangan tangan
Ana, kemudian mencium mesra pipi kanan-kiri Ana.
”Jangan lupa janjinya Minggu awal bulan depan”, ujar Ana.
”Pasti, jangan ragu Na”, ujar Ali sambil berjalan menuju kendaraannya.
”Sampai jumpa Na”, ujar Ali yang sudah berada di atas kendaraannya.
”Aku tunggu Li”, jawab Ana singkat sambil melepas kepergian Ali.
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar