Rabu, 17 Agustus 2016

kalimantan selatan sekitar proklamasi kemerdekaan 17-8-1945



KALIMANTAN SELATAN
SEKITAR PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17-8-1945

Oleh:
Drs. H. Ramli Nawawi

Bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat di Hirosima dan Nagasaki telah memaksa Jepang untuk menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 15 agustus 1945. Peristiwa penyerahan ini di Indonesia sangat dirahasiakan oleh Jepang. Namun rakyat Indonesia yang selalu mengikuti perkembangan perang di Asia Timur Raya pada waktu itu sudah melihat tanda-tanda bahwa Jepang sudah tidak berdaya lagi.

Tidak terkecuali apa yang terjadi di Kalimantan Selatan pada saat berakhirnya kekuasaan Jepang tersebut. Ada beberapa peristiwa yang menunujukkan bahwa Jepang di daerah ini sudah tidak berdaya lagi.
 1. Ketika pesawat pembom Serikat menyebarkan selebaran di atas Kota Banjarmasin pada tanggal 15 Agustus 1945, kubu meriam penangkis serangan udara milik Jepang yang ada di Sungai Jingah tidak mengadakan reaksi apa-apa.  
 2. Sebagian dari selebaran Sekutu yang berisi permintaan agar Jepang menyerah tersebut dapat dipungut oleh rakyat, dan Jepang tidak melakukan tindakan apa-apa.
 3. Bahkan kemudian bertepatan dengan tanggal 17 Agustus 1945 kubu meriam penangkis serangan udara yang terdapat di Sungai Jingah Banjarmasin dibongkar sendiri oleh Jepang.

Apabila peristiwa kekalahan dan menyerahnya Jepang yang sudah terlihat tanda-tandanya tersebut tetap merupakan rahasia untuk rakyat Indonesia, maka demikian pula halnya dengan peristiwa berlangsungnya Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Rakyat Indonesia tidak begitu saja dapat mengetahui bahwa wakil-wakilnya di Jakarta sudah memproklamirkan kemerdekaan dan Indonesia sudah bebas dari penjajahan negara manapun.

Apabila dari daerah-daerah di Indonesia ada wakil yang mengikuti kegiatan-kegiatan di Jakarta dalam rangka pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tersebut, maka tidak terkecuali dari daerah ini. Seorang tokoh daerah Kalimantan Selatan waktu itu bernama A.A. Hamidhan, yang pada masa Jepang berkuasa di daerah ini menjabat sebagai Pemimpin Redaksi surat kabar Borneo Shimboen, pada tanggal 13 Agustus 1945 berangkat dengan kapal terbang Jepang ke Jakarta selaku Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dari daerah Kalimantan Selatan untuk menghadiri rapat-rapat dalam rangka pelaksanaan kemerdekaan Indonesia.

Wakl-wakil bangsa Indonesia yang secara diam-diam mendapat dukungan morel dari orang Jepang di Indonesia telah mempersiapkan akan mengadakan rapat sehubungan dengan kemerdekaan Indonesia ini pada tanggal 16 Agustus 1945. Namun karena tindakan para pemuda yang mempunyai pandangan lain telah melakukan “pengamanan” terhadap Bung Karno dan Bung Hatta, maka rapat yang telah disiapkan tidak jadi berlangsung.

Tetapi kemudian para pemuda yang telah mengambil alih kegiatan, mengumpulkan para wakil bangsa Indonesia termasuk Soekarno-Hatta dalam rapat tanggal 16 Agustus 1945 di rumah Laksamana Maeda, di mana disusun  teks Proklamasi yang diputuskan akan dibacakan besoknya tanggal 17 Agustus 1945 Demikian pula atas usul para pemuda pula agar teks Proklamasi tersebut hanya ditandatangani oleh Soekarno-Hatta sebagai wakil bangsa Indonesia.

A.A. Hamidhan sebagai wakil daerah Kalimantan Selatan selain turut menghadiri upacara pembacaan Proklamasi Kemerdekaan, juga mengikuti rapat-rapat dalam rangka menetapkan UUD 45, memilih Presiden dan Wakil Presiden, serta menetapkan pejabat-pejabat di daerah yang menjadi bangian dari Negara Indonesia Merdeka.

Sehubungan dengan di atas telah ditetapkan sebagai Gubernur Kalimantan yang pertama  adalah Ir. Pangeran M. Noor, sedangkan sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) Daerah ditunjuk Mr. Rusbandi dan Ketua Partai Nasional Indonesia Daerah Dr. Susudoro.

A.A. Hamidhan setelah selesai menghadiri rapat-rapat pada tanggal 20 Agustus 1945 kembali ke Banjarmasin dengan pesawat Jepang. Secara implisit A.A. Hamidhan membawa tugas-tugas dari Pemerintah Indonesia yang perlu segera disampaikan kepada masyarakat Kalimantan Selatan. Tugas itu adalah: (1) menyampaikan berita tentang Proklamasi Kemerdekaan, (2) membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah, (3) membentuk Partai Nasional Indonesia Daerah.  

Tapi sejarah berjalan lain, karena setibanya A.A. Hamidhan di Banjarmasin langsung mendapat pengawalan ketat dari penguasa Jepang. Rumah beliau dijaga dan tidak diperkenankan menerima tamu siapa juapun. Sikap dan tindakan Jepang yang berhubungan dengan perintah Sekutu agar tidak merubah status quo sampai dengan penyerahan kekuasaan di daerah ini, menyebabkan satu-satunya orang yang dapat memberikan penjelasan tentang kemerdekaan Indonesia tidak dapat berperan tepat pada waktunya.

Namun dari peristiwa lain yang menggambarkan kenekadan rakyat yang sudah sangat merindukan kemerdekaan ini, pada tanggal 20 Agustus 1945 itu juga berita Proklamasi Kemerdekaan telah menjadi pembicaraan masyarakat di Kandangan. Pada hari itu Borneo Shimboen Edisi Hulu Sungai pimpinan A. Basoeni telah memuat berita tentang kemerdekaan Indonesia berupa teks Proklamasi Kemerdekaan dan adanya UUD 1945. Berita ini sebelumnya telah dapat ditangkap melalui sebuah radio “gelap” (pada zaman Jepang semua radio dilak) milik A. Kusasi seorang ahli reparasi radio di Kampung Pandai Kandangan.     

Berita kemerdekaan yang telah disiarkan melalui surat kabar Borneo Shimboen edisi Hulu Sungai tersebut, kemudian dibacakan kembali dalam Pasar Malam Jepang yang berlangsung pada tanggal 20-30 Agustus 1945 di Kandangan.

Rakyat di daerah Hulu Sungai khususnya di Kandangan yang sejak zaman Pergerakan sudah aktif dalam kegiatan politik tersebut kemudian melakukan pemasangan bendera Merah Putih di rumah-rumah. Lagu Indonesia Raya pun berkumandang menggantikan lagu Kimigayo. Bersamaan dengan itu disebarkan selebaran yang berisi seruan agar rakyat mempertahankan dan menegakkan Pemerintah Negara RI yang telah diproklamirkan. Bahkan untuk kenang-kenangan telah didirikan sebuah tugu berbentuk “Lilin Menyala” di bawah pimpinan Hamli Tjarang sebagai tanda menyalanya api kemerdekaan. Tugu lilin menyala yang dibangun di depan Kantor Pemerintahan di Kandangan tersebut, kemudian dihancurkan oleh NICA setelah mereka berhasil berkuasa kembali di daerah ini.

Sementara itu di Banjarmasin oleh para pemuda pejuang juga telah dapat ditangkap berita peristiwa sekitar penyerahan Jepang dan kemerdekaan Indonesia melalui radio “gelap” milik Sunaryo dan Syahrul. Berita-berita yang dapat diikuti sejak tanggal 16 Agustus 1945 tersebut ternyata hanya sempat berkembang sampai pada tingkat bisik-bisik di antara sesama tokoh pergerakan di Kota Banjarmasin.

Sementara itu surat kabar Borneo Shimboen Banjarmasin pada tanggal 26 Agustus 1945 terbit dengan berita kemerdekaan Indonesia.  Borneo Shimboen terbitan No. 851 Minggu 26 Hatji-Gatsoe 2605 tersebut memuat tentang Pengangkatan Kepala Negara dan Bentuk Negara Indonesia Merdeka. Berita ini keluar setelah ada pembicaraan antara A.A. Hamidhan selaku Pimpinan Redaksi surat kabar tersebut dengan Menseibo yang masih banyak menentukan di daerah ini. Pembicaraan dalam rangka penyebaran berita proklamasi tersebut berisi tentang ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Bahwa yang disiarkan bukan Teks Proklamasi, tetapi tentang pengangkatan Kepala Negara dan Bentuk Indonesia Merdeka. Di samping itu A.A. Hamidhan dianjurkan oleh Menseibo agar meninggalkan Banjarmasin kembali ke Jawa. Di mana yang bersangkutan kemudian aktif di Jakarta membantu Mr. Kasman Singodimedjo yang menjabat sebagai Kepala Keamanan Daerah Jakarta.

Demikianlah berita kemerdekaan yang disiarkan melalui surat kabar Borneo Shimboen tanggal 26 Agustus 1945 tersebut dalam waktu singkat tersebar di seluruh pelosok daerah Kalimantan Selatan.

Di Banjarmasin berita tersebut mendapat sambutan hangat dari rakyat yang telah lama merindukan kemerdekaan. Penduduk Kota Banjarmasin pada hari itu banyak yang memasang bendera Merah Putih di halaman rumah mereka. Berbagai macam bahan dan ukuran bendera Merah Putih telah mewarnai kota Banjarmasin.

Pemasangan bendera Merah Putih tersebut tidak dilarang oleh Jepang. Sehingga sejak saat itu rakyat di daerah ini merasa seperti benar-benar telah mendapatkan kemerdekaan yang telah lama diharapkan. (HRN).



 

Tidak ada komentar: