Minggu, 29 Maret 2009

PERIHAL PERBEDAAN PERILAKU SOSIAL

PERIHAL PERBEDAAN PERILAKU SOSIAL

Oleh:

Drs. H. Ramli Nawawi

Sekilas tentang kebudayaan.

Masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Karena itu tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan, atau tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat yang menjadi wadah dan pendukungnya.

Pengertian atau difinisi kebudayaan secara tegas sulit ditetapkan, karena meliputi bidang yang luas. Namun secara umum kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dari pemahaman di atas, maka keliru kalau seperti pemahaman sebagian orang selama ini yang menganggap istilah kebudayaan diartikan sama dengan kesenian. Karena kesenian seperti yang dimaksudkan di atas, hanyalah merupakan salah satu bagian dari kebudayaan.

Dalam kehidupan manusia mempunyai kemampuan segi materiil dan spiritual. Segi materiil, bahwa manusia mampu menghasilkan suatu yang berwujud benda. Sedangkan segi spiritual, manusia mampu menhasilkan ilmu pengetahuan, karsa yang menghasilkan kaidah kepercayaan, kesusilaan, kesopanan dan hukum, serta rasa yang menghasilkan keindahan.

Dalam buku-buku yang membahas tentang kebudayaan, umumnya dikenal 7 unsur kebudayaan, yaitu: peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, dan sistem kepercayaan.

Ketujuh unsur tersebut di atas adalah merupakan unsur-unsur universal kebudayaan (cultural universal). Tiap-tiap unsur universal tersebut bisa dijabarkan lagi ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil yang disebut kegiatan-kegiatan kebudayaan (cultural activity). Sebagai contoh, untuk unsur pokok mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi, maka unsur-unsur kegiatannya adalah kegiatan pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dan lain-lain. Contoh lain untuk unsur kesenian, maka unsur-unsur kegiatannya meliputi seni tari, seni rupa, seni suara, dan lain-lain.

Selanjutnya kegiatan kebudayaan (cultural activity) bisa dirinci lagi menjadi unsur-unsur yang lebih kecil yang disebut trait-complex. Sebagai contoh, untuk kegiatan pertanian bisa dirinci atas unsur-unsur irigasi, pengolahan tanah dengan bajak, sistem penanaman, pemeliharaan, pengambilan hasil panen, termasuk sistem pemilikan tanah, dan lain-lain. Selanjutnya bajak sebagai unsur trait-complex bisa diurai lagi atas bagian-bagian yang bisa dilepas yang disebut items.

Namun sebagai bagian unsur yang terkecil dari sebuah bajak, maka apabila salah satu bagian unsur tersebut dihilangkan, bajak tersebut tidak bisa difungsikan. Dengan demikian apabila ada unsur kebudayaan yang tidak ada kegunaannya lagi, atau tidak ada fungsinya lagi, maka unsur kebudayaan tersebut akan hilang (punah), karena telah ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya.

Perihal perilaku budaya.

Perilaku berawal dari adanya kebiasaan yang dimiliki seseorang dalam suatu masyarakat. Di mana suatu kebiasaan yang dianggap baik umumnya akan diakui atau dilakukan pula oleh orang lain. Dari kebiasaan yang dipandang baik, yang diakui dan dilakukan oleh orang-orang lainnya itu, kemudian menjadi patokan dan dasar berperilaku waktu seseorang berhubungan dengan orang lain. Dengan patokan dan dasar dalam tindakan itulah kemudian lahir norma (kaedah) perilaku yang didukung dan diamalkan 0leh masyarakat bersangkutan. Norma yang lahir dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya itu, lazim pula disebut adat istiadat.

Adat istiadat di suatu daerah umumnya berbeda dengan adat istiadat di daerah yang lain. Adat istiadat juga umumnya tidak tertulis, tapi biasanya dipelihara oleh pendukungnya.

Jadi pola perilaku sangat ditentukan oleh norma dan adat istiadat masyarakat suatu daerah. Pola perilaku berbeda dan lebih mengikat dari pada kebiasaan. Kebiasaan adalah cara bertindak seseorang dalam masyarakat yang mungkin diikuti orang lain. Sedangkan pola perilaku adalah suatu yang umum dilakukan suatu masyarakat di suatu daerah.

Pola perilaku suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain, suatu suku dengan suku yang lain, suatu daerah dengan daerah yang lain, terdapat perbedaan-perbedaan. Perbedaan pola perilaku ini umumnya karena perbedaan sejarah perkembangan kehidupan (turunan) masyarakat yang bersangkutan, juga karena adaptasi terhadap lingkungan alam daerah masing-masing. Sebagai contoh, masyarakat dagang akan condong menurunkan kelompok yang mewarisi kebebasan berkompetisi. Sedangkan masyarakat yang dibesarkan oleh feodalisme condong menonjolkan asal-usul dan asesori diri, serta memandang martabat dari faktor peranan dan kekuasaan. Lain lagi dengan masyarakat agamis, misalnya Islam yang mewariskan sikap seperti berhati-hati dengan apa saja yang menjadi hak diri pribadi dan hak orang lain. Demikian berbagai kekhasan yang menjadi ciri suatu kelompok atau masyarakat akan mewariskan pola prilaku yang berbeda dengan masyarakat lainnya.

Sementara perbedaan pola perilaku sehubungan dengan adaptasi lingkungan, sebagai contoh suatu lingkungan atau daerah yang "keras", baik karena alamnya yang tidak bersahabat atau karena ketatnya persaingan dalam daerah yang terbatas, maka akan melahirkan perilaku masyarakat yang berusaha keras untuk memanfaatkan setiap kesempatan dan sulit untuk mengalah, sehingga terkesan egoistis. Sebaliknya dari lingkungan alam yang bersahabat, terdapat masyarakat yang mempunyai perilaku kompromistis, dan tidak terlalu peduli dan berharap akan kekuasaan.

Perilaku budaya di berbagai kelompok dan daerah yang berbeda tersebut meliputi semua unsur kebudayaan. Dengan kata lain di masing-masing daerah terdapat perbedaan pola perilaku yang berkaitan dengan penyelenggaraan kemasyarakatan, ekonomi, kepercayaan, perbedaan pola perilaku dalam penterapan ilmu pengetahuan dan peralatan teknologi, perbedaan pola perilaku dalam berbahasa dan berkesenian.

Keterkaitan dan kepentingan dalam kebudayaan,

Dalam mencari keterkaitan di antara perbedaan perilaku budaya tersebut, kita perlu meninjau perihal kekhasan berbagai budaya daerah yang mampu memberikan daya tarik dan bahkan pesona bagi orang-orang di luar kelompok atau daerahnya. Para ahli kebudayaan juga telah mengakui bahwa ada unsur-unsur budaya dari daerah-daerah yang sudah dianggap sebagai milik bangsa. Orang tidak lagi mempermasalahkan asal-usul unsur budaya dimaksud. Bisa dikatakan semua daerah dan suku bangsa merasa memiliki dan menyukai aspek-aspek budaya dimaksud.

Unsur-unsur budaya yang berasal dari berbagai suku bangsa dan daerah yang telah diterima sebagai budaya bangsa tersebut, dikenal sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah. Hal ini sesuai dengan penjelasan Pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945 yang antara lain berbunyi: "Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa". Orang-orang kebudayaan menyebutnya sebagai kebudayaan nasional. Memang ada beberapa indikator suatu unsur budaya diakui sebagai puncak kebudayaan daerah, atau dikatagorikan sebagai kebudayaan nasional, antara lain: komunikatif yakni dapat diterima oleh sebagian besar suku bangsa lainnya, merupakan kebanggaan nasional artinya dapat memberikan rasa bangga terhadap pemakainya, berkualitas tinggi, terbuka untuk pengayaan atau penyempurnaan, mengandung nilai-nilai Pancasila, dan beridentitas ke Indonesiaan.

Ketertarikan banyak orang dari berbagai suku bangsa untuk memiliki atau menyukai unsur-unsur budaya kebendaan atau berupa sistem yang berasal dari salah satu daerah adalah termasuk bagian dari adanya kebutuhan atau kepentingan terhadap unsur budaya yang tidak dimiliki daerahnya. Hal ini berkaitan dengan besarnya tantangan maupun fasilitas yang ada pada suatu daerah yang memungkinkan perkembangan kebudayaannya. Selain dari itu juga semakin besar daya persaingan dalam suatu masyarakat, semakin besar pula lahirnya unsur-unsur budaya baru. Karena itulah sehingga ada terdapat unsur budaya dalam suatu masyarakat atau daerah yang tidak dimiliki oleh masyarakat di daerah lainnya. Berbagai unsur budaya dari masyarakat suatu daerah tersebut, sering pula diperlukan oleh orang-orang dari masyarakat di luar daerahnya. Timbulnya kepentingan untuk memakai atau menerima unsur budaya dari luar kelompoknya atau daerahnya ini, manakala mereka telah mendapat desakan dalam rangka memenuhi hajat hidupnya.

Dalam menyikapi perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin cepat seperti sekarang ini, kadang-kadang unsur-unsur budaya yang berasal dari kelompok sendiri dirasakan tidak lagi cukup untuk memenuhi tuntutan anggota masyarakatnya. Dalam peristiwa seperti inilah fanatisme kedaerahan akan menjadi luntur secara beransur-ansur. Memang ada suku bangsa yang oleh para pemuka sukunya berupaya mempertahankan keutuhan budaya sukunya. Tetapi dalam era globalisasi komunikasi dan majunya sarana dan prasarana transportasi saat ini setiap orang dapat dengan mudah mengetahui segala perkembangan yang ada di luar kelompoknya. Lalu sampai kapan mereka dalam suatu kelompok atau daerah dapat bertahan menolak atau tidak membutuhkan sesuatu yang dapat memenuhi tuntutan hidupnya, yang bisa memberikan kemudahan-kemudahan dalam kehidupan mereka, yang dapat menolong dari ancaman keselamatan keluarganya, atau sesuatu yang dapat memberikan kepuasan jiwanya.

Mayor Polak dalam bukunya Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas, memberikan gambaran tentang adanya kebutuhan atau kepentingan masyarakat akan hasil daya cipta atau penemuan-penemuan baru, seperti di bidang obat-obatan, sarana transportasi, ekonomi, dan lain-lain. Setiap kelompok masyarakat mempunyai cara-cara pengobatan terhadap berbagai penyakit. Tetapi manakala terjadi wabah yang menular, apakah obat-obatan yang lebih praktis dan efisein tidak dibutuhkan. Demikian pula untuk menempuh perjalanan yang jauh di darat apakah andung dipetahankan dan menolak jenis kenderaan yang lebih cepat. Kalau ada pakaian yang terbuat dari benang (kapas) mudah didapat dan dapat dijangkau harganya, apakah orang harus bertahan dengan pakaian kulit kayu. Kalau sudah ada sistem keamanan warga yang dapat menjamin keselamatan setiap anggota keluarganya, mengapa keluarga harus membuat rumah dengan tiang yang tinggi agar terhindar dari gangguan yang berbahaya. Demikian, kebutuhan dan kepentingan akan unsur-unsur budaya yang ada di luar masing-masing kelompok tersebut, meliputi semua unsur-unsur universal kebudayaan yang dimiliki masing-masing daerah.

Penutup

Sebenarnya perbedaan pola perilaku dan unsur-unsur budaya lainnya antara berbagai daerah, tidaklah menjadi ancaman yang membahayakan terjadinya desintegrasi bangsa. Walaupun bangsa Indonesia terdiri atas suku-suku bangsa yang majemuk, namun seperti uraian di atas bahwa baik pola perilaku maupun unsur-unsur budaya lainnya tersebut nyatanya banyak yang saling bisa diterima oleh daerah satu dengan lainnya. Unsur-unsur kebudayaan daerah yang disebut puncak-puncak kebudayaan daerah ini telah meng-Indonesia, sehingga orang tidak mempermasalahkan lagi dari mana asalnya. Bahkan semua orang menganggap bahwa unsur-unsur budaya yang telah meng-Indonesia itu sebagai milik nasional.

Sementara itu kemajuan teknologi dan kemudahan transportasi membuka kemungkinan kepada para pendukung suatu kebudayaan daerah dapat mengenal kebudayaan daerah lainnya. Melalui sarana komunikasi seperti TV, majalah, dan sebagainya orang dapat mengenal budaya di luarnya. Kemudian transportasi yang mudah orang bisa bepergian dan bertemu dengan mereka dari suku bangsa lainnya, sehingga dapat mengenal bahkan memahami perilaku masyarakat daerah yang dikunjunginya tersebut. Demikian pula sebaliknya banyak kemungkinan orang-orang dari daerah luar berkunjung ke daerah kita. Sehingga dari interaksi yang sering terjadi melalui kunjungan-kunjungan tersebut, dimungkinkan ada kebutuhan atau kepentingan budaya timbal balik, karena sesuatu yang diperlukan yang tadinya tidak dimilikinya ternyata ada di luar daerahnya.

Masalah yang perlu dicermati dalam hal perbedaan pola perilaku dan adanya kekhasan unsur-unsur budaya dari berbagai daerah tersebut adalah dampak dari munculnya kepentingan-kepentingan kelompok. Kepentingan-kepentingan kelompok tersebut akhir-akhir ini juga ada yang dilatarbelakangi perbedaan politik, kesenjangan taraf hidup, ideologi termasuk agama, dan lain sebagainya. Kelompok mereka yang senasib atau sama kepentingan tersebut menempatkan kelompoknya sebagai in-group dan lainnya sebagai out-group. Sikap yang dimiliki masing-masing kelompok ini kadang-kadang sangat fanatik. Bahkan masing-masing kelompok terkesan merasa lebih benar atau lebih baik dan tidak bisa menerima segala sesuatu yang berasal dari luar kelompoknya. Sikap yang terakhir ini bisa menimbulkan apa yang disebut "stereotif", di mana antara kelompok sudah bicara saling merendahkan atau bahkan menghina kelompok lainnya.

Akhirnya apa yang perlu kita lakukan agar perbedaan-perbedaan dalam kebudayaan antar daerah, dan kemungkinan-kemungkinan lahirnya in-group dan out-group tidak sampai menimbulkan sikap yang disebut stereotif, ada hal-hal yang perlu dicermati, antara lain:

1. Memperluas wawasan kebudayaan, dengan berusaha mengenali berbagai kebudayaan termasuk pola perilaku dan unsur-unsur budaya yang khas dari daerah-daerah tersebut.

2. Menumbuhkan kearifan jiwa, sehingga bisa menghormati perbedaan-perbedaan baik karena faktor warisan atau yang dilatarbelakangi kepentingan-kepentingan kelompok.

3. Menghindari sikap arogansi, kecenderongan menganggap baik segala yang dimiliki kelompoknya, dan hanya melihat keburukan segala yang bersumber dari luar kelompoknya.

Daftar bacaan:

J.B.AF. Mayor Polak, Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas, Ichtiar, Djakarta, 1959.

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Gramadia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.

Koentjaraningrat, Persepsi Tentang Kebudayaan Nasional, Makalah.

R.M. Sutjipto Wirjosuparto, Bunga Rampai Sedjarah Budaja Indonesia, Djambatan, Djakarta, 1964.

Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1990.

Tidak ada komentar: