Minggu, 24 Maret 2013

Minggu, 17 Maret 2013

NIKMAT ALLAH


Oleh: Ramli Nawawi
Saudaraku,
Kalau kita lagi mengikuti ceramah atau khotbah biasanya penyampai selalu mengajak kita untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita.
 Memang Allah SWT dalam Al Qur’anul Karim surah Ibrahim ayat 34 telah berfirman, bahwa Allah SWT akan memberi apa yang kita minta.         
“Wa ataakum min kulli saaltumuuhu, wa inta’udduu ni’matallahi laa tuhshuha, innal insaana lazhaluumun kaffaru” (Dia (Allah) memberimu segala yang kamu minta, dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah sanggup kamu menghitungnya, sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan mengingkari (tidak mengakui akan) nikmat Allah).

Saudaraku,
Benarkah bahwa manusia ini banyak yang ingkar terhadap nikmat Allah? Coba kalau kita tanya seseorang tentang nakmat Allah ini. Umumnya mereka ada yang menjawab:
“Aku selalu bersyukur dengan mengatakan Alhamdulillah”. Ada juga yang mengatakan :
“Aku selalu bersyukur kepada Allah dengan mengucapkan Alhamdulillah, dan juga dengan melakukan ibadah kepada Allah serta melakukan amaliah kepada sesama hamba-Nya”.   
Tapi mungkin ada juga mereka yang sebelum menjawab pertanyaan kita di atas, sebelumnya mereka bertanya balik, apa saja ya nikmat Allah yang diberikan kepada kita?.

Saudaraku,
Mari kita lihat diri kita saja, di bagian kepala: ada rambut tumbuh, mata melihat, hidung bernafas, telinga mendengar, mulut bicara dan makan minum, otak berpikir dan merekam ingatan. Dari mana kita dapat, semua diberi. Ada mereka yang diberi tidak lengkap, tetap mereka bersyukur daripada tidak diberi sama sekali.
Mari kita lihat lagi, kita punya tangan dan kaki, ada yang namanya jantung, paru-paru, hati, ginjal,.dll, dll, lagi. Sanggup kita menghitung nilainya, atau harganya?. Bayangkan kalau ada salah satu yang diambil lagi oleh Pemberinya.

Saudaraku,
Apa yang sebagian disebut di atas baru nikmat yang ada pada diri kita langsung. Ada nikmat-nikmat lainnya yang sering banyak orang melupakannya. Allah menciptakan matahari dan pelanet-pelanet, tanaman, binatang, pohon (hutan), air, udara, serta benda-benda berharga yang dikandung bumi.
Kita diberi hidup berkeluarga (isteri, anak-anak), hidup berkecukupan, bertetangga, berbangsa dan bernegara yang merdeka. Bukankah semua itu nikmat yang diberikan Allah?. Dan biasanya kita baru sadar kalau ketika ada yang sudah diambil-Nya dari kita?.

Saudaraku,
Tapi Allah bersifat rahman dan rahim (kasih sayang). Dan selalu mengingatkan agar manusia tidak zalim dan tidak ingkar terhadap nikmat yang diberikan-Nya. Seperti dalam Surah Arrahman, yang jumlah ayatnya ada 41 ayat, sebanayk 31 ayat mengingatkan manusia tentang nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya.
“Fabiayyi alaaai rabbuka tukazzibani” (Maka nikmat Allah manakah yang engkau dustakan?).
   
Saudaraku,
Mungkin timbul pula pertanyaan, mengapa masih banyak orang hidup dalam kemiskinan. Allah berjanji “ Wa atakum min kulli saaltumuuhu” (Dia (Allah) akan memberimu apa-apa yang kamu minta).  Karena itu jawabnya adalah mari meminta (berdoa’a) kepada Allah. “Iyya kana’budu wa iyya kanasta’in”. (Kepada-Mu aku menyembah dan kepada-Mu aku meminta). Allah menargetkan kita menyembah dan kemudian meminta kepada-Nya sekurang-kurangnya 5 kali dalam sehari semalam. Kalau hal itu kita sudah lakukan dan tidak lalai, Allah tentu akan memenuhi janji-Nya. Insya Allah. Terkecuali seperti diberitakan dalam Al Qur’an memang ada orang-orang shaleh yang mendapat ujian kesabaran dari Allah, mereka lulus dan mereka adalah ahli surga.  

Saudaraku,
Kalau kita sejenak introspeksi diri, tentu kita sadar begitu banyak nikmat yang diberikan Allah kepada kita umat-Nya. Karena itu wajar kalau kita senantiasa bersyukur dengan selalu melaksanakan perintahnya: aqimis shalah wa atuzzakah, kutiba alaikumus siam, qala la ilaha illa Allah, dan bagi yang “siap” hadir di padang Arafah pada 9 Zulhijjah.  
Tapi bagi mereka yang zalim dan ingkar akan nikmat Allah, maka seperti firman-Nya dalam Al Qur’an surah Iberahim ayat 7: “Wa iz taazzana rabbukum: lain syakartum la azidannakum, wa lain kafartum inna ‘azaba lasyadiid”. (Dan Tuhan mu memberitahukan: jika kamu bersyukur akan Ku-tambah nikmatmu, tapi bila ingkar siksa-Ku amat pedih).

Saudaraku,
Memperhatikan keberadaan masyarakat di negeri kita saat ini, apakah ini gambaran dari masyarakat yang senantiasa bersyukur kepada Allah, atau gambaran dari masih banyak  masyarakat yang zalim dan ingkar kepada Allah?.  Wallahu ‘alam.
(HRN: sumber kitab-kitab islami).





  

Rabu, 13 Maret 2013

DEWAN BANJAR


(uraian sekilas)

   Oleh: Ramli Nawawi

Dewan Banjar adalah suatu badan yang beranggotakan wakil-wakil rakyat di daerah Banjarmasin dan Hulu Sungai di Kalimantan Selatan.. Dewan ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 1 Staatblad No. 14 tangal 14 Januari 1948. Pemerintah NICA (Nederland Indische Administration) membentuk badan ini berkaitan dengan usaha Pemerintah Belanda untuk berkuasa kembali di Indonesia setelah sempat diambil alih oleh Jepang selama 4,5 tahun. Dewan Banjar seperti beberapa dewan lainnya yang dibentuk Pemerintah NICA di Indonesia, adalah merupakan sarana untuk pembentukan Negara Bagian Kalimantan. Hal ini sesuai dengan usaha pemerintah NICA dalam rangka pelaksanaan politik divide et impera, guna memecah belah bangsa Indonesia.
Dewan Banjar yang berusia dua tahun dua bulan 20 hari tersebut di bubarkan oleh Presiden RIS dengan Surat Keputusan No. 137 tanggal 4 April 1950. Kegagalan Dewan Banjar melahirkan Negara Kalimantan tidak terlepas dari karena adanya para anggota Dewan dari kaum Republikein yang dalam persidangan-persidangannya selalu melakukan tindakan menghalang-halangi usaha pihak Nica tersebut. Keikutsertaan wakil-wakil dari partai politik yang menghendaki tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, ternyata berhasil mengulur-ulur waktu sehingga usaha pembentukan Negara Bagian Kalimantan tersebut tidak kunjung mendapat kesepakatan. Sehubungan dengan hal tersebut NICA kemudian dengan licik berusaha menambah para anggota Dewan dari golongan federalis. Dengan cara inilah Pemerintah NICA akhirnya bisa menghasilkan keputusan Dewan yang menyetujui akan dibentuknya Negara Bagian Kalimantan.
Namun demikian usaha pembentukan Negara Bagian Kalimantan tersebut tidak pernah terwujud. Hal ini karena kemudian terjalin kerja sama antara anggota Dewan dari golongan Republikein tersebut dengan para pemimpin gerilyawan yang tergabung dalam ALRI Divisi IV (A) Kalimantan Selatan, organisasi perjuangan bersenjata di daerah ini. Melalui informasi dari anggota Dewan dari golongan Republikein, pimpinan ALRI Divisi IV (A) Kalimantan Selatan dapat mengetahui nama-nama anggota Dewan yang diberi tugas untuk merealisasikan keputusan Dewan dimaksud. Mereka itu kemudian diculik oleh para gerilyawan dan dibawa ke daerah pedalaman. Peristiwa penculikan-penculikan oleh para gerilyawan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan anggota Dewan dari kelompok federalis dalam melaksanakan aktifitasnya. Akibatnya sampai dengan terselenggaranya Konferensi Meja Bundar antara Pemerintah Belanda dengan Pemerintah Republik Indonesia yang antara lain memutuskan adanya pengakuan kedaulatan kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada tanggal 31 Desember 1949, pembentukan Negara Bagian Kalimantan tidak pernah terwujud.

(HRN: bagian dari buku Dewan Banjar).


Rabu, 06 Februari 2013

Santai di cafe Duta Mall


SEKILAS TENTANG SITUASI KALIMANTAN SELATAN PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG


Oleh: Ramli Nawawi

Kedatangan tentara Jepang di Kalimantan Selatan pada awal bulan Februari 1942 ditandai oleh pembumihangusan dan penghancuran bangunan-bangunan vital oleh satuan AVC (Afweer en Vernielings Corp), yakni pasukan Pelawan dan Perusak bentukan Pemerintah Hindia Belanda. Menghadapi peristiwa itu  tentara Jepang memperlihatkan tindakan–tindakan keras, sehingga membuat kecut baik orang-orang Belanda yang ada di daerah ini maupun rakyat pada umumnya.

Di Amuntai tentara Jepang melakukan pembunuhan terhadap Aspirant Controleur dan dua orang polisi Belanda. Sedangkan di Banjarmasin Walikota Van der Meulen dan Kepala Borneo internaat  Smith dan seorang Cina yang menyambut kedatangan mereka juga dibunuh di hadapan rakyat karena adanya tindakan pembumihangusan tersebut.

Pada masa peralihan ini di mana-mana terjadi kekacauan. Banyak gudang-gudang dan toko-toko barang dagangan milik orang Cina, Belanda dan orang Indonesia isinya menjadi sasaran perampasan rakyat. Untuk mengembalikan. keamanan ini Jepang membentuk Panitia Pemerintahan  Sipil yang beranggotakan pemuka-pemuka rakyat. Panitia ini dengan cepat berhasil mengembalikan keamanan. Kantor-kantor kembali melakukan kegiatannya. Jembatan Coen berhasil diperbaiki kembali. PPS juga mengusahakan penyediaan beras untuk serdadu-serdadu Jepang supaya mereka tidak akan mengganggu rakyat.

Sejak tanggal 18 Maret 1942 tentara Jepang memegang sendiri kekuasaan pemerintahan. Sangsi keras dan tegas merupakan ciri dari cara pemerintahan Jepang. Tujuan yang utama adalah menggerakkan rakyat untuk membantu memenangkan Dai Toa Senso (Perang Asia Timur Raya). Pemerintah Jepang mengorganisasi ekonomi  perang dengan segala macam kegiatan. Pengabdian kepada negara diindoktrinasi melalui semangat dan Kiurohasi yang melibatkan ribuan orang kerja paksa dari orang tua sampai kepada pelajar.  

Hukum militer berlaku terhadap apa yang disebut kegiatan mata-mata, sabotase sumber bahan perang, alat telepon, penyiaran kabar bohong. Semua lapangan pekerjaan dikuasai dan diawasi oleh Jepang. Rakyat wajib menyerahkan hasil bahan pangan mereka. Kalau tidak maka alat-alat Kumiai melakukan penyitaan. Kerja paksa menciptakan kelompok manusia kurus-kering dan berpenyakitan. Sementara keluarga-keluarga yang mempunyai anak wanita muda selalui dihantui oleh paksaan untuk menyerahkan anak mereka guna memenuhi nafsu tentara Jepang.

Akibat perang yang membawa kelumpuhan di bidang perekonomian menyebabkan rakyat di daerah ini hidup penuh derita. Pemerintah Jepang memaksakan untuk semua keperluan hidup dapat dipenuhi sendiri. Dalam keadaan kurang makan dan pakaian, mereka juga melakukan kinrohasi dan bahkan untuk keluarga-keluarga tertentu diharuskan menyerahkan intan cukilan kepada Pemerintah Jepang.

Kesengsaraan, tekanan dan kecemasan yang berkecamuk dalam masyarakat menimbulkan kebencian dan perasaan anti terhadap Jepang. Gerakan bawah tanah melawan Jepang mungkin ada, tapi tak jelas aktifitasnya. Tidak banyak yang dapat diketahui apa yang dilakukan rakyat sebagai rasa benci dan anti terhadap Jepang tersebut ditunjukkan oleh para anggota Pasukan Tohueton Tokutai yang bermarkas di Bat-bati. Pasukan yang terdiri dari para heiho pilihan yang digabung dengan Jepang ini telah merencanakan suatu serangan terhadap Jepang. Peristiwa ini terjadi sewaktu ada berita bahwa tentara Sekutu akan mendarat di Banjarmasin. Mereka merencanakan pada saat menghadapi pendaratan Sekutu nanti semua anggota  heiho yang berjaga-jaga terhadap kedatangan Sekutu tersebut pada saatnya akan berbalik melancarkan penyerangan terhadap serdadu-serdadu Jepang.

Para pemuka masyarakat yang tergabung dalam berbagai organisasi bentukan Jepang umumnya bukanlah bersedia sepenuh hati. Mereka ikut dan pura-pura taat semata-mata untuk mencari keselamatan diri dan keluarga mereka. Banyak organisasi yang tidak jalan atau gagal dalam kegiatannya. Sebagai contoh di Banjarmasin dan di beberapa kota di Hulu Sungai telah dibentuk pusat dan cabang-cabang organisasi  Kenkaku Doosi Kai (Himpunan Senegara), yakni sebuah organisasi guna pengerahan tenaga rakyat. Namun kegiatannya yang nyata tidak pernah nampak.

Rakyat yang hidup menderita dan selalu dibayangi rasa ketakutan terhadap tindakan sewenang-wenang serdadu Jepang, menunjukkan reaksi yang beragam. Semua tingkat dan golongan di masyarakat nampak patuh namun memendam kebencian terhadap Jepang dengan segala olah dan kegiatannya yang semata-mata untuk kepentingan penjajahan mereka.

Sikap setiap anggota masyarakat yang dipandang kurang mendukung kegiatan serdadu Jepang dicurigai. Setiap pegawai Jepang yang bekerja bersama penduduk setempat umumnya bertugas sebagai mata-mata Jepang. Hal ini menciptakan suasana saling curiga mencurigai karena itu bukan tidak mungkin fitnah pun mudah akan terjadi.

Dalam rangka politik Japanisme ini penguasa Jepang tidak segan-segan untuk melakukan penyiksaan bahkan pembunuhan terhadap orang-orang yang dicurigai. Sikap anti Jepang yang dapat dilihat atau perkataan yang didengar oleh mata-mata Jepang dan sampai kepada penguasa Jepang akan berakibat vatal. Sehubungan dengan itu beratus-ratus rakyat yang terbunuh tanpa jelas kesalahannya.

Dalam surat kabar Borneo Shimbun nomor 324 tanggal 21 Desember 2603 (1943) diberitakan bahwa telah dihukum mati lebih dari 200 orang yang ditangkap. Mereka itu antara lain orang Belanda, Indonesia dan Cina. Diantara mereka yang dibunuh tersebut adalah bekas Gubernur Haga, C.M. Vischer (orang Swiss), Raden Susilo (50 tahun) saudara dari dr. Sutomo dan Husman Babu seorang pelopor suku Dayak yang mendirikan Pakat Dayak. Mereka adalah orang-orang yang dicurigai dan dicap sebagai penggerak Organisasi Gerakan Bawah Tanah yang berusaha melakukan perlawanan terhadap Jepang.
(Naskah: bagian dari buku Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Kalimantan Selatan).   





Jumat, 01 Februari 2013

DALAM PERJALANAN


Senja ini hujan turun lagi
Udara pun lembab
Sepanjang jalan basah
Banyak sampah

Kini gelap datang
Jalan pulang baru separo
Waduh ada lagi rusuh
Susah

Tapi dia masih tegar
Ditempuhnya segala macam tangtangan
Dia hafal ada beribu lagu harapan
Walau ada banyak lagu patah hati

Kini dia sudah datang
Masuk ke dalam gubuk negeri
Menemukan seonggok kain usang
Ini tantangan teriaknya
”Aku pemuda, aku pejuang”.

By: Ramli Nawawi, Januari 2013.

Minggu, 27 Januari 2013

BABUNGA TAHUN


Upacara Tradisional Suku Banjar Hulu
Oleh: Ramli Nawawi
Upacara Tradisional Babunga Tahun dikenal pula sebagai Upacara Manyanggar Banua. Upacara ini berkaitan dengan peristiwa alam dan kepercayaan yang dilakukan oleh suku Banjar Hulu. Kepercayaan ini merupakan sisa dari kepercayaan lama, karena itu maka pelaksanaan upacara ini hanya oleh kelompok keluarga tertentu dan lingkungan desa tertentu pula. Namun demikian upacara ini umumnya dilakukan tiap tahun sekali sebagai suatu tradisi yang sudah menyatu dengan kelompok penduduk pendukung upacara, sebagai bagian dari kepercayaan mereka. Upacara ini dilakukan secara besar-besaran dan meriah karena pendukungnya memang besar jumlahnya.
Upacara yang sejenis dengan ini dulu juga terdapat di beberapa tempat dari kelompok suku Banjar Batang Banyu, namun pelaksanaannya hanya oleh sejumlah warga pemilik padang dalam waktu yang singkat, berbeda dengan upacara Babunga Tahun yang dilaksanakan secara besar-besaran dan meriah.
Upacara tradisional Suku Banjar Batang Banyu yang terdapat di beberapa desa umumnya disebut Upacara  Mambaiki Padang. Acaranya adalah Maulah Wadai Tahun, yakni membuat 40 jenis kue sebagai sesajen  untuk para roh halus penguasa padang atau penguasa hutan. Upacara Mambaiki Padang ini dalam perkembangannya kemudian kue-kue tersebut disiapkan oleh semua pemilik padang, sehingga jumlahnya berlimpah. Kue-kue tersebut  dibawa ke padang (sawah), setelah dibacakan doa selamat kemudian dimakan bersama-sama oleh warga yang hadir.

Khusus untuk Upacara Babunga Tahun yang dilaksanakan pada pertengahan tahun 1980-an penulis pernah menyaksikan yang diselenggarakan di Desa Barikin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, kurang lebih 150 km ke utara dari kota Banjarmasin.
Menurut warga penyelenggara upacara, kegiatan tersebut dilaksanakan agar segala usaha warga desa tidak mendapat gangguan, penduduk mendapat keselamatan, sawah menghasilkan padi yang baik, dan suasana lingkungan pergaulan tentram, aman dan harmonis. Ketentraman dan keharmonisan pergaulan merupakan hasil dari kehidupan yang sejahtera dan kemakmuran yang diperoleh. Kesemuanya itu adalah karena hasil padi yang baik dan berlimpah. Sehingga menurut mereka upacara ini berkaitan dengan lingkungan alam dan kepercayaan penduduk setempat. Jadi pada dasarnya tujuan dari diselenggrakannya upacara ini adalah agar padi menghasilkan dengan baik, terhindar dari segala macam hama, penduduknya sehat-sehat, terhindar dari berbagai penyakit.
Sementara adanya gangguan pada tanaman padi karena dirusak oleh Sangkala atau Batara Kala.yang menyebabkan padi rusak dan panen gagal. Hal itu terjadi karena penduduknya lupa atau tidak menghiraukan Sang Kala dimaksud. Karena Sang Kala tidak diberi sesajen sehingga Sang Kala marah. Supaya jangan terjadi Sang Kala marah yang berakibat panen gagal, maka diselenggarakanlah Upacara Babunga Tahun. Karena itu para pendukung upacara yakin bahwa sesudah upacara dilaksanakan mereka akan memperoleh  hasil panen yang lumayan, mendapatkan kesesejahteraan hidup dan pergaulan yang harmonis.     
Upacara ini dilaksanakan setiap tahun sesudah panen, sehingga hasil padi yang baru dipanen dapat diikutsertakan dalam upacara. Hal ini dimaksudkan agar Batara Kala atau Sang Kala puas dengan sesajen yang disajikan dari hasil panen yang baru diperoleh. Disamping sesajen dari hasil panen, sesajen juga dilengkapi dengan daging kambing dan ayam yang juga dipersembahkan kepada Batara Kala atau Sang Kala.
Lama kegiatan upacara umumnya 3 hari 3 malam. Sedangkan  waktu kegiatan upacara bisa dilaksanakan dalam waktu mulai   sesudah turun bulan Qamariah yaitu sesudah tanggal 16 sampai bulan habis dan berakhir dengan bulan sabit.
Sedangkan pelaksanaan upacara biasanya dimulai sesudah shalat Jumat, yaitu warga mulai melakukan  pekerjaan persiapan, bersambung pada malam hari hingga hari Sabtu.
Sabtu sore upacara inti pun dilaksanakan, diteruskan malam Minggu dan hari Minggu, dan berakhir pada malam Senin.

Penyelenggara teknis upacara adalah Dadalang (Dalang), bersama dengan penabuh gamelan dan para turunan Datu Taruna yang merupakan pewaris tradisi upacara ini. Selain itu para Panopengan, atau penari Topeng juga harus turunan Datu Taruna. Penopengan atau penari topeng inilah yang berperan sebagai perwujudan yang menerima sesajen yang dipersebahkan.
Kaum wanita keluarga dekat dari Dadalang menyiapkan kue sesajen khusus untuk upacara. Pembuatan kue sesajen ini merupakan keahlian sendiri yang mengerti tentang kue untuk upacara.
Kegiatan lain dalam rangkaian upacara ini adalah pertunjukan wayang kulit, wayang gong atau wayang orang, serta pertunjukan tari topeng. Semua pelaksana upacara, yaitu mulai pembuat kue sesajen, penabuh gamelan, pemain wayang kulit, wayang gong dan penari topeng adalah semuanya turunan Datu Taruna. Tradisi ini berlaku konon sejak sebelum Islam datang dan kemudian menjadi tradisi keluarga turunan Datu Taruna.

Tahap-tahap pelaksanaan upacara, dimulai dengan kegiatan persiapan. Yakni sehari sebelum upacara, berupa ”manakar baras” sebagai bahan untuk membuat kue sesajen. Manakar baras ini dilakukan dengan tatacara melakukan ”mamangan” atau pembacaan mantra-mantra. Berbagai jenis kue sesajen disiapkan untuk mengisi ”ancak”
Bersamaan dengan itu dibuat pula panggung secara bergotong royong dengan perlengkapan khusus pula, berupa anak pisang, daun kambat, tilambung nyiur gading, serta hiasan panggung dengan janur.
Dilakukan pula penyembelihan kambing dan ayam untuk dipapah dijadikan sesajen. Bersama itu disiapkan juga beras ”piduduk”.
Setelah persiapan panggung selesai, Perangkat gamelan disiapkan, dan dibunyikan dengan lagu Gala Ganjur selama upacara berlangsung.
Sebagai acara puncak dari Upacara babunga Tahun ini adalah ”Acara Maantar Ancak”. Acara dilakukan pada hari berikutnya, yakni hari Ahad  dimulai sekitar pukul 14..00 siang, setelah mulai pagi melakukan persiapan-persiapan. Pimpinan upacara adalah seorang Dalang berpakaian serba hitam dengan beberapa orang pengiring berpakaian serba kuning. Rombongan keluarga keturunan Datu Taruna ini berjalan kaki dari rumah seorang warga  dengan membawa sesajen menuju Sumur Datu tempat berlangsungnya penyanggaran atau penyerahan sesajen. Selama dalam perjalanan menempuh jarak kurang lebih 800 m maka gamelan yang mengikuti terus menerus dibunyikan  Acara penyanggaran atau penyerahan sesajen di Sumur Datu ini merupakan persembahan kepada Datu Taruna, nenek moyang mereka yang menurut kepercayaan mereka telah gaib dalam sumur ini.
Begitu selesai acara penyanggaran, tampak banyak anggota masyarakat yang hadir membasuh muka mereka dengan air Sumur Datu untuk mendapatkan berkat. Selesai acara penyanggaran pelaksana membubarkan diri. Mereka bersiap untuk melaksanakan lanjutan acara pada malam harinya.

Acara lanjutan pada malam harinya adalah ”Upacara Bawayang”, yakni pertunjukan Wayang Sampir (wayang kulit). Acara ini dilaksanakan sesudah shalat Isya bertempat di panggung yang telah dipersiapkan. Untuk tancapan wayang digunakan batang pisang jaranang atau pisang kidung.
Sebelum pertunjukan wayang dimulai, ancak atau sesajen yang dipersiapkan untuk acara bawayang ini yaitu ancak wayang dan ancak topeng digantung di atas panggung tempat pertunjukan wayang. Dalang sebagai pimpinan upacara membakar kemenyan dan mengucapkan mantra-mantra. Pada acara ini Dalang mempersembahkan pada Batara Kala atau Sangkala, juga kepada segala macam ”kuyang” dan roh halus lainnya yang satu persatu disebutkan atau dipanggil untuk datang berhadir pada acara tersebut.
Begitu pula dalang menyebut satu persatu nama penyumbang agar Batara Kala jangan mengganggu orang yang telah berbuat baik dan ikut melakukan persembahan kepada Batara Kala. Setelah selesai membaca mantra-mantra dan penyerahan kepada Batara Kala, baru dimulai pertunjukan wayang semalam suntuk.
Subuh sekitar pukul 5.00 pagi pertunjukan wayang selesai dan dilanjutkan dengan acra ”Baayun Wayang”. Semua anak  balita yang orang tuanya peserta upacara dibangunkan, dan diayunkan di atas panggung. Acara ini juga dipimpin oleh Dalang dengan membaca mantra-mantra pula. Selesai acara para pelaksana kegiatan beristirahat dan melakukan persiapan untuk kegiatan acara berikutnya.

Sebagai acara terakhit dari Upacara Babunga Tahun adalah acara ”Manopeng”, yaitu mengadakan pertunjukan tari topeng.
Acara ini dimulai oleh Dalang yang memakai topeng dan menari topeng sambil membakar kemenyan dan mengucapkan mantra-mantra disertai dengan menghamburkan beras kuning. Setelah itu baru tampil penari topeng wanita. Satu persatu jenis topeng dipasang dan ditarikan dengan iringan gamelan yang disesuaikan dengan jenis topengnya.
Setelah selesai acara menopeng tersebut, kemudian dilanjutkan ”Baayun Topeng”, yakni meayun beberapa anak balita yang sebelumnya sudah diayun pada acara Maayun Wayang, kini kembali diayun di ayunan yang disiapkan di panggung, dipimpin oleh Panopengan (wanita penari topeng)      
Setelah acara ”meayun Topeng” selesai, sebelum upacara ditutup Dalang melakukan acara kecil, yaitu mengembalikan segala roh halus, Batara Kala dan para Kuyang yang telah diundang. Oleh  Dalang mereka dikembalikan ke tempat asalnya masing-masing.
Kemudian Dalang menutup acara dengan menyampaikan kepada seluruh warga keturunan Datu Taruna berupa pamali atau pantangan yang dilarang setelah upacara selesai, sepertti dilarang mematikan rumput dan mematikan hewan selama 3 hari 3 malam.
Kemudian upacara dinyatakan selesai. 
(HRN: Salam dan koreksinya untuk Sdr. M. Syaibaini, tokoh seniman Desa Barikin).