Kamis, 18 Oktober 2012

TAKDIR CINTA


(Ceritera ini fiksi, kalau ada kesamaan nama dan tempat serta lainnya, hanya dibuat kebetulan, sambungan posting: tgl. 1-9-2012, oleh Ramli Nawawi

6. REKA-REKA CINTA
Pagi hari seperti biasa anak-anak asrama, baik asrama putra maupun putri, sama-sama bergegas dengan kendaraannya menuju sekolah mereka. Ana dan teman-temannya yang asramanya lebih dekat dengan sekolah, mereka biasanya lebih dahulu tiba di sekolahnya. Sedangkan Ali dan kawan-kawannya karena lebih jauh umumnya lebih kemudian. Karena itu ketika Ali sampai di sekolah, Ana sudah terlihat ada di teras depan kelasnya. Sementara Ali baru mau memarkir kendaraannya.

”Li, ada salam lagi untuk you ....”, oceh Ana ketika Ali lewat di depannya . Ana memang sengaja memancing, karena waktu istirahat belajar ia kadang melihat ada saja teman putri yang selalu dekat dengan Ali.
”Salam atau salim lagi nih.....”, sahut Ali, karena sapaan serupa juga sudah pernah diucapkan Ana kepadanya.  
”Memang ada saliimnya   ya...?” sahut Ana.
”Ya.... saliimnya kan dari you”, sahut Ali sambil hendak berlalu menuju ruang kelasnya.

”Li, besok sore ada latihan nyanyi lomba lagi kan”, Ana mengalihkan percakapan.
“Ya.., apa sudah ada te...meen sekelas yang sudah menawarkan diri untuk mengantar kan...”, balas Ali memancing reaksinya Ana.
”Kalau you te..meen yang beda kelas boleh, tapi yang lain nggak lah”, cetus Ana.
”Apa iya....”, sahut Ali singkat.
”Tak percaya ya.......?”, cetus Ana lagi.
”Percaya, amat percaya......”, sahut Ali, sambil bergegas meninggalkan Ana, khawatir kalau Ana yang tampak berkata sungguh-sungguh kecewa karena goyonannya barusan.

Latihan lomba nyanyi lagu-lagu keroncong antar pelajar sekolah lanjutan  berlangsung selama 2 minggu, dengan berselang satu hari. Dalam lomba tersebut Sekolah Pendidikan Guru mengikutsertakan dua pelajar pria dan dua pelajar wanita. Diantara mereka yang lulus sleksi sebagai peserta termasuk Ali dan Ana. Jumlah peserta yang lulus sleksi dan akan tampil dalam malam final ada 12 orang. Masing-masing 6 peserta pelajar pria dan 6 peserta pelajar  wanita. Lomba diselenggarakan di Gedung Balai Pertemuan  Kabupaten, yang dihadiri para undangan juga ada beberapa pejabat setempat, para peminat seni budaya dan para pelajar.

Setelah seluruh peserta tampil membawakan lagu wajib dan lagu pilihan masing-masing, hasil penilaian yuri hanya menempatkan baik Ali maupun Ana hanya sebagai juara harapan satu dan dua.

Peristiwa mengikuti lomba nyanyi ini sangat berkesan bagi Ali dan Ana, walaupun keduanya hanya mendapat penilaian sebagai juara harapan. Tetapi dengan ditunjuknya oleh sekolah mereka berdua untuk mengikuti lomba tersebut, kemudiaan mengikuti latihan-latihan, dan juga sama-sama lulus sleksi, hingga mereka sama-sama tampil menyanyi di panggung, keduanya semakin merasa bahwa mereka memang sepertinya telah ditakdirkan sebagai pasangan yang dipersatukan. Peristiwa itu membuat mereka semakin merasakan bahwa mereka telah sama-sama menemukan dan mendapatkan pilihan hidup yang terbaik. Sehingga ada terbetik di hati Ana kalau hanya Ali jodohnya nanti.

Bagi Ali dengan peristiwa banyak waktu bersama dalam kegiatan lomba nyanyi tersebut, ia telah mengenal Ana lebih dekat. Sebelum dan hingga Ali mengenal Ana, ia telah banyak membanding antara seorang pilihan keluarganya dengan Ana. Cerianya Ana, dan besarnya rasa cinta Ana kepadanya dirasakannya begitu meyakinkan, ia merasakan kalau Ana tidak akan menyerah dengan halangan yang mungkin bisa memisahkan dengan dirinya. Karena itulah Ali memutuskan bahwa ia juga akan melawan apapun rintangan yang akan dihadapi.

Sebagai juara harapan baik Ali maupun Ana juga menerima bingkisan bingkisan yang juga terbungkus rapi. Dengan selesainya pembagian hadiah acara lomba lagu-lagu keroncong antar pelajar tersebut dengan resmi ditutup oleh panitia penyelenggara.

”Na, gimana pulang nya”, tanya Ali.
”Aku gabung dengan teman-teman seasrama saja”,  jawab Ana, sambil menunjuk beberapa teman seasramanya yang hadir pada malam acara tersebut. Ana dan teman-teman seasramanya pulang hanya jalan kaki, karena Balai Pertemuan tempat acara tersebut tidak jauh dari asrama mereka.
Demikian pula Ali pulang juga menggabung dengan teman-teman seasrama mereka yang juga hadir di acara tersebut. Mereka sama-sama naik kenderaan, karena letak asrama mereka lebih jauh dari letak asrama Ana dan kawan-kawannya.

Seminggu telah berlalu, baik Ali maupun Ana kembali disibukkan dengan pelajaran-pelajaran sekolah mereka. Setiap hari selalu ada tugas-tugas mata pelajaran yang harus dikerjakan di asrama. Apalagi beberapa bulan lagi mereka sudah akan menempuh ujian akhir sekolah.

Seperti biasa, ketika Ali masuk pekarangan sekolah, Ana sudah lebih duluan ada di sekolah. Ketika Ali lewat di depan kelas Ana setelah memarkir kendaraannya, Ana menyapanya.
”Kok agak terlambat Li”, sapa Ana.
”Ngga, seperti biasa lah, you aja sepertinya yang tambah rajin lebih awal datang ke sekolah”, sanggah Ali. dan memancing reaksinya Ana.
”Curiga niihhh,,,,,,,”, cetus Ana.
”Apa ada yang merasa dicurigai”, sambung Ali.
”Udah lah Li tak ada curiga-curigaan, tapi tadi Tika teman seasramaku pesan mau pinjam kunci ruang kesenian, kunci masih sama you kan”, jelas Ana.        
”Ada kegiatan apa nih...”, tukas Ali.
”Ya...., dia minta temani aku juga, mumpung tak ada kegiatan sore ini, mau coba lagu baru di piano, katanya”, jelas Ana lagi.
”Oky, kalau gitu nanti sore aja kita langsung ketemu di depan ruang kesenian”, pinta Ali.
”Jam 3 sore ya”, pinta Ana.
”Ya...”, jawab Ali pasti, sambil langsung melangkah menuju ruang kelasnya.    

Beberapa menit sebelum jam 3 sore, Ana dan Tika sudah ada di depan ruang kesenian. Namun Ali baru tiba di kompleks sekolah bahkan beberapa menit sesudah jam 3 sore itu.   
“Katanya jam 3, tapi nih sudah lewat, pasti ada alasannya nih....”, sapa Ana begitu Ali memarkir kenderaannya di depan bilik ruang kesenian.
“Tapi masih ada ruang maafnya kan...”, jawab Ali, sambil menuju ruang kesenian untuk membuka pintunya.
“Ya, tentu saja selalu ada maafnya, asal pasti ditepati..., ya kan Tika”, cetus Ana minta dukungan Tika temannya yang datang bersamanya.
“Hati-hati Li, ada ancaman kayanya tuh dari Ana”, timpal Tika.

Setelah pintu dibukakan oleh Ali, Ana dan Tika masuk langsung menuju tempat piano. Ana membuka kunci piano dan membuka tutup tuts-tutsnya. Setelah menekan beberapa tutsnya, kemudian Ana menyilakan Tika duduk di kursi depan piano untuk memainkan lagu yang akan dicobanya.

Ali yang tadi masih di luar membenahi letak kenderaannya, kemudian masuk mendekati Ana dan Tika.
“Ada dapat lagu baru apa Tik?, sapa Ali kepada Tika yang sudah mulai menekan tuts-tuts piano di depannya.
“Ada aja dih....”, jawab Tika yang belum mau memberi tahu lagu yang mau dimainkannya.
“Coba dengar dulu tuh, bagus nggak lagunya”, cetus Ana kepada Ali, sambil mengajak Ali duduk di deretan depan kursi yang ada di ruangan tersebut.
“Suka lah mendengarnya, apa lagi lagu baru...”, bilang Ali.
”Judul lagu tu, Di wajahmu Kulihat Bulan”, jelas Ana.
”Masa di wajahku ada bulan”, cetus Ali.pura-pura tak mengerti
”Bukan di wajahmu Li...., itu judul lagu, yang tentu ada makna kiasannya”, jelas Ana lagi.
“Dari mana dapat lagu itu”, tanya Ali lagi.
”Ya Li, di asrama tu banyak orang, ada aja yang bisa dapat lagu, kemudian dinyanyikan rame-rame, begitulah”, jelas Ana lagi.
”You suka juga lagu tersebut”, tanya Ali singkat.
”Ya kadang ikut nyanyi rame-rame lah..., tapi aku juga punya lagu baru”, jawab Ana.
”O ya..., aku tidak pernah diberi tahu”, kata Ali.
”Nanti kalau Tika sudah selesai, you boleh dengar lagunya lewat tuts-tuts piano aja”, Ana coba meyakinkan.
”Boleh nggak dengar syairnya dulu”, pinta Ali.
 ”Nih baca sendiri, aku bawa catatannya”, jawab Ana sambil menyerahkan selembar kertas bertulisan syair lagu tersebut kepada Ali.

Begitu Ali membaca judulnya Kasih Putus di Tengah Jalan, Ali langsung komentar: ”Wah....ini pasti dari pengalaman seseorang atau dari penciptanya sendiri.”, bilang Ali, yang kemudian meneruskan membaca syairnya:

-         Padaku dikau berikan kasih sayangmu.
-         Padaku dikau berikan janji sucimu.
-         Seiring jalan setujuan shidup semati.
-         Sempurnalah paduan kasih insani.

-         Namun apa ndak dikata suratan alam.
-         Janji suci harus putus di tengah jalan.
-         Engkau ke bintang yang tinggi, aku hanya ke bulan.
-         Selamat berpisah kasih sayang. 

”Mengapa you suka lagu ini Na”, tanya Ali.
“Suka lagunya aja, tapi peristiwa seperti di bait kedua, janganlah”, jelas Ana.
“Kalau gitu bait kedua tu, ganti begini aja gimana”, Ali coba menuliskan:

- Walaupun harus terjadi suratan alam.
- Janji suci tak kan putus di tengah jalan.
- Andai kau ke bintang tinggi, aku hanya ke bulan.
- Ku kan tetap menantimu sayang.

 ”Bagaimana, setuju....”, tanya Ali.
 ”Yaahh.....tu lagu orang Li, dan kalu sudah ada di bintang masa mau turun”,    cetus Ana meragukan.
”Ya ..kalu ada yang setia menanti, masa tak di jemput”, ucap Ali.
”Kalau itu you... apa iya......”, bilang Ana seperti meragukan.
”Kayanya peristiwa itu takdir Na, tapi tekad dan kesetiaan merupakan milik orang perorang”, Ali meyakinkan ucapan Ana yang tampak meragukannya.
”Jadi judul lagu itu sebaiknya: Kasih tak kan putus di tengah jalan”, sambung Ali.

”Li you mau dengar lagunya, nanti kucoba di piano setelah Tika selesai”, bilang Ana mengalihkan pembicaraan.
Ketika Tika sudah beberapa kali mencoba memainkan lagunya, ia menyilahkan Ana untuk menggantikannya. Ana menuju piano diiringi Ali. Setelah Ana duduk dan menekan beberapa tuts piano, ia pun mulai memainkan nada lagu yang syairnya ada di tangan Ali:  
”Coba cocok kan dengan syairnya”, bilang Ana, sambil mulai menekan tuts-tuts piano memainkan nya.
      
           .  ___      ___     ___            ___      ___
        .      .    .      .           .                       .
 3     3   1     2  7     1   6     7    6   1     7     4 . .
       ___      ___      ____            ___      ____ 
 .      .    .      .           .                           .
 2     3   l      2   7     1    6     7     6  1      7    6     5 . .
.
 ____     ____                  ___              ___      ___
         
 3   4     5    6     6/     6    5    4     3     3   4        5   3     4 ..
.
      ___                   ___             ___        ____
             .     .      .     .                            .
6    7   1    4 ..  2    1   7     7      6    1      7    6       5 . .

        ___      ___      ___            ___      ____
 .      .    .      .             .                        .
 3     3   1     2   7     1   6     7    6   1     7     5      4 . .
        ___       ___        ___                 ___        ___
 .      .    .       .               .                                                .     .
 2     3   1      2   7      1    6      7 . .    5   6      7     1    3 . .
       ___     ___     ___                        ___     ___
                   .    .      .     .                     .    .
 6    5/  6    4   3    2    1    7 . .  6   1   1    7    6   5     4 . .
  
        ___                   ___
                                  .                                 .
 3    2   3     4    6     1   7      7 .  .   6     1 . .
   
”Bagaimana..mau nyoba main mengulangi lagu tadi”, ucap Ana kepada Ali, begitu ia selesai memainkannya.
”Nanti belajar dulu lah...”, sahut Ali
“Tapi suka nggak lagu tadi”, sambung Ana.
”Boleh juga, tapi kalu you nyanyiin bait keduanya mau kan diganti dengan yang tadi”, tanya Ali mau tahu mengapa Ana mengenalkan lagu tersebut kepadanya.
”Dengan syair bait kedua yang you ganti tu, biar lagu ini untuk album kita aja Li, gimana...”, ucap Ana.
”Ya....lagunya baik juga, syairnya aja mengapa harus putus segala, siapa Na penciptanya”, jelas Ali.
”Penciptanya kalau tak salah memang seorang wanita, Surniwarkiman", jawab Ana ragu..

Tika yang duduk di bagian tengah deretan kursi di ruang seni, sejak tadi  memperhatikan Ali dan Ana yang duduk di depan piano. Ia kemudian bangkit dari duduk dan mendekati Ali dan Ana.
”Lo... lagunya sudah selesai, tapi masih asyik diskusi tampaknya”, sapa Tika.
”Tak apa-apa Tik, nih ada orang mau tahu not-not lagu tadi, entah apa dia suka katanya lagu tadi”, sahut Ana.
”Suka lagunya Tik, tapi syairnya baiknya yang berisi janji kesetiaan seseorang lah”, kata Ali menimpali.
”Aku dukung Li pendapatmu, dan aku yakin kalau masalah kesetiaan pasti Ana juga setuju”, sahut Tika.
”Ah... udahlah, sudah hampir jam 6 sore nih, pulangan aja yu..”, cetus Ana.

Ana menutup dan langsung mengunci piano, kemudian bergegas bersama Tika keluar menuju kendaraan mereka. Sementara Ali menutup pintu ruang kesenian.
”Li, sampai besok”, jar Ana sambil menaiki kendaraannya.
”Hati-hati ..”, sahut Ali yang juga sudah mulai menaiki kendaraannya.

(bersambung ke posting tgl. : 8-11-2-12)

2 komentar:

aru mengatakan...

ijin menyimak eyang...ditunggu episode berikutnya..he he

Ramli Nawawi mengatakan...

Minal Aidin Wal Faizin, Selamat Idul Adha 1433 H., mohon maaf lahir bathin, untuk mas Aru/Bagyo serta tetangga di RT 10 Citra Ringin Mas.
Episode ceritera fiksi berikutnya, bulan depan aja ya.....