Minggu, 05 Juli 2009

Sejarah mendidik orang bertindak arif

SEJARAH MENDIDIK ORANG BERTINDAK ARIF

Oleh: Drs. H. Ramli Nawawi

Mungkin sebagian banyak orang Indonesia tahu tentang ungkapan “sejarah adalah cermin kehidupan”. Maksudnya apabila seseorang belajar dan memahami sejarah, ia akan bisa mengetahui kesalahan-kesalahan atau kekurangan-kekurangan suatu tindakan yang perlu diperbaiki, atau sebaliknya tentang kebenaran dan keunggulan yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan, bahkan dipakai untuk bertindak ke depan.

Sementara itu untuk menentukan sikap ke depan, tanpa melihat kenyataan-kenyataan yang dihadapi saat ini, tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan. Demikian juga dalam mempelajari dan memahami keadaan masa kini, tidak akan tepat tanpa mengetahui dan memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya.

Karena itu dalam pendidikan sejarah dikenal “sistem tiga deminsi”, yakni dengan membahas peristiwa-peristiwa masa lalu, kemudian menganalisa peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung (masa kini), maka orang akan melihat gambaran gambaran masa yang akan datang. Dengan demikian orang yang belajar sejarah dengan benar akan dapat membuat kemungkinan-kemungkinan yang harus dilakukan untuk memasuki masa depan.

Tidak bisa dimungkiri juga bahwa ada kaitan berantai antara satu generasi dengan genarasi berikutnya. Umumnya apa yang diwarisi generasi masa kini adalah hasil perjuangan, tindakan, atau prilaku generasi sebelumnya. Sehubungan dengan hal tersebut sejarah bisa mewariskan kebanggaan bagi generasi berikutnya, atau sebaliknya mewariskan suatu kebencian terhadap pendahulunya.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, mungkin bisa kita simak bagaimana sikap dan tindakan mereka yang dikatagorikan sebagai putra-putra terbaik bangsa pada masa hidupnya. Kita mengenal tokoh-tokoh seperti Jenderal Sudirman, Jenderal A. Yani, Ki Hajar Dewantara, dan beberapa tokoh lainnya yang berjasa bagi bangsa Indonesia ini, bukankah mereka itu mewariskan kebanggaan di hati anak cucunya, bahkan di hati bangsa Indonesia pada umumnya.

Tetapi bagi mereka yang keliru langkah, seperti mereka yang terlibat Gerakan 30 September/PKI, yang melakukan korupsi uang negara, atau dicap masyarakat sebagai penjahat, dan lain sebagainya, bukankah mereka yang termasuk kelompok ini setelah meninggalnya mereka itu mewariskan kebencian bagi bangsa pada umumnya, terutama bagi anak cucu mereka sendiri. Turunan dari mereka yang keliru langkah pada masa hidupnya ini tentu akan mewarisi pandangan sinis dari masyarakat.

Menyadari bahwa sejarah akan mewariskan kebanggaan atau kebencian terhadap dirinya, bahkan sadar pula bahwa tidak hanya kebencian tetapi juga penderitaan bagi pewaris mereka yang salah langkah pada masa hidupnya itu, maka bagi orang-orang yang mengerti sejarah hal itu adalah suatu pendidikan yang bisa membuat orang berlaku arif dalam berbuat dan bertindak dalam hidupnya. (hrn: dari berbagai sumber).

3 komentar:

Bagyo mengatakan...

Pak mohon ijin yang ini saya copy ke blog saya.

Bagyo mengatakan...

Pak mohon ijin yang ini saya copy ke blog saya.
http://ditaru.multiply.com/

Ramli Nawawi mengatakan...

OK, mudahan menjadi pedoman dan pertimbangan dalam berbuat bagi mereka yang membacanya.