Selasa, 28 Oktober 2014

MENYAMBUT TAHUN BARU ISLAM 1MUHARAM 1436 H



INTROSPIKSI MENYAMBUT TAHUN BARU 1436 H
Oleh: Ramli Nawawi
Tahun Baru Islam tanggal 1 Muharam 1436 Hijriah bertepatan dengan hari Sabtu tanggal 25 Oktober 2014 kembali menemui kita. Karena itu kemudian kita segera meninggalkan tahun 1435 Hijriah. Maka selanjutnya seyogianya lah kita melakukan introspiksi apasaja yang telah kita lakukan, yang perlu kita lakukan ketika kita sudah berada di tahun baru lagi. Apa juapun  yang telah kita alami di tahun yang  telah kita lewati tersebut, susah atau senang, namun ketika kita telah menghirup udara ditahun baru ini, maka yang tak boleh kita lupakan adalah mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kita kesempatan untuk kembali menikmati nikmat yang diberikan-Nya.

Kalau kita lagi mengikuti ceramah atau khotbah biasanya penyampai selalu mengajak kita untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita.
 Memang Allah SWT dalam Al Qur’anul Karim surah Ibrahim ayat 34 telah berfirman, bahwa Allah SWT akan memberi apa yang kita minta.         
“Wa ataakum min kulli saaltumuuhu, wa inta’udduu ni’matallahi laa tuhshuha, innal insaana lazhaluumun kaffaru” (Dia (Allah) memberimu segala yang kamu minta, dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah sanggup kamu menghitungnya, sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan mengingkari (tidak mengakui akan) nikmat Allah).

Benarkah bahwa manusia ini banyak yang ingkar terhadap nikmat Allah? Coba kalau kita tanya seseorang tentang nakmat Allah ini. Umumnya mereka ada yang menjawab:
“Aku selalu bersyukur dengan mengatakan Alhamdulillah”. Ada juga yang mengatakan :
“Aku selalu bersyukur kepada Allah dengan mengucapkan Alhamdulillah, dan juga dengan melakukan ibadah kepada Allah serta melakukan amaliah kepada sesama hamba-Nya”.   
Tapi mungkin ada juga mereka yang sebelum menjawab pertanyaan kita di atas, sebelumnya mereka bertanya balik, apa saja ya nikmat Allah yang diberikan kepada kita?.
Mari kita lihat diri kita saja, di bagian kepala: ada rambut tumbuh, mata melihat, hidung bernafas, telinga mendengar, mulut bicara dan makan minum, otak berpikir dan merekam ingatan. Dari mana kita dapat, semua diberi. Ada mereka yang diberi tidak lengkap, tetap mereka bersyukur daripada tidak diberi sama sekali.
Mari kita lihat lagi, kita punya tangan dan kaki, ada yang namanya jantung, paru-paru, hati, ginjal,.dll, dll, lagi. Sanggup kita menghitung nilainya, atau harganya?. Bayangkan kalau ada salah satu yang diambil lagi oleh Pemberinya.

Apa yang sebagian disebut di atas baru nikmat yang ada pada diri kita langsung. Ada nikmat-nikmat lainnya yang sering banyak orang melupakannya. Allah menciptakan matahari dan pelanet-pelanet, tanaman, binatang, pohon (hutan), air, udara, serta benda-benda berharga yang dikandung bumi.
Kita diberi hidup berkeluarga (isteri, anak-anak), hidup berkecukupan, bertetangga, berbangsa dan bernegara yang merdeka. Bukankah semua itu nikmat yang diberikan Allah?. Dan biasanya kita baru sadar kalau ketika ada yang sudah diambil-Nya dari kita?.

Tapi Allah bersifat rahman dan rahim (kasih sayang). Dan selalu mengingatkan agar manusia tidak zalim dan tidak ingkar terhadap nikmat yang diberikan-Nya. Seperti dalam Surah Arrahman, yang jumlah ayatnya ada 41 ayat, sebanayk 31 ayat mengingatkan manusia tentang nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya.
“Fabiayyi alaaai rabbuka tukazzibani” (Maka nikmat Allah manakah yang engkau dustakan?).
   
Mungkin timbul pula pertanyaan, mengapa masih banyak orang hidup dalam kemiskinan. Allah berjanji “ Wa atakum min kulli saaltumuuhu” (Dia (Allah) akan memberimu apa-apa yang kamu minta).  Karena itu jawabnya adalah mari meminta (berdoa’a) kepada Allah. “Iyya kana’budu wa iyya kanasta’in”. (Kepada-Mu aku menyembah dan kepada-Mu aku meminta). Allah menargetkan kita menyembah dan kemudian meminta kepada-Nya sekurang-kurangnya 5 kali dalam sehari semalam. Kalau hal itu kita sudah lakukan dan tidak lalai, Allah tentu akan memenuhi janji-Nya. Insya Allah. Terkecuali seperti diberitakan dalam Al Qur’an memang ada orang-orang shaleh yang mendapat ujian kesabaran dari Allah, mereka lulus dan mereka adalah ahli surga.  

Kalau kita sejenak introspeksi diri, tentu kita sadar begitu banyak nikmat yang diberikan Allah kepada kita umat-Nya. Karena itu wajar kalau kita senantiasa bersyukur dengan selalu melaksanakan perintahnya: aqimis shalah wa atuzzakah, kutiba alaikumus siam, qala la ilaha illa Allah, dan bagi yang “siap” hadir di padang Arafah pada 9 Zulhijjah.  
Tapi bagi mereka yang zalim dan ingkar akan nikmat Allah, maka seperti firman-Nya dalam Al Qur’an surah Iberahim ayat 7: “Wa iz taazzana rabbukum: lain syakartum la azidannakum, wa lain kafartum inna ‘azaba lasyadiid”. (Dan Tuhan mu memberitahukan: jika kamu bersyukur akan Ku-tambah nikmatmu, tapi bila ingkar siksa-Ku amat pedih).

Memperhatikan keberadaan masyarakat di negeri kita saat ini, apakah ini gambaran dari masyarakat yang senantiasa bersyukur kepada Allah, atau gambaran dari masih banyak  masyarakat yang zalim dan ingkar kepada Allah?.  Wallahu ‘alam.
(HRN: Harap naskah ini tidak diposting ke blog lain).





  

Minggu, 26 Oktober 2014

PERANAN SUNAN AMPEL DALAM PENYEBARAN ISLAM DI JAWA



PERANAN SUNAN AMPEL DALAM MEYEBARKAN ISLAM DI JAWA

Oleh: Ramli Nawawi

Kalau sdr bepergian ke kota Surabaya ibu kota Propinsi Jawa Timur, tepatnya di Kelurahan Ampel maka sdr akan menemukan makam Sunan Ampel, yakni salah seorang dari mereka yang disebut Wali Songo.Makam ini terdapat dalam satu komplek dengan Masjid Ampel..
Sebagai salah satu aset wisata keagamaan makam dan Masjid Ampel ini setiap harinya banyak dikunjungi masyarakat yang datang berziarah, baik yang berasal dari Pulau Jawa sendiri, maupun dari pulau-pulau lain di Nusantara ini.
Sebagai aset wisata yang  dikenal di Nusantara, maka satu hal yang menarik pada komplek Sunan Ampel ini, yaitu di jalan masuk komplek dimaksud terdapat berbagai jenis dagangan berupa makanan dan pakaian yang berciri khas Islami, yakni berupa barang makanan dan pakaian yang biasanya terdapat di pasar-pasar yang ada di Tanah Suci Mekah Saudi Arabia. Pakaian berupa pakaiaian Muslim wanita, sajadah, serban, kupiah haji, tasbih dan lain-lain pakaian Muslim untuk pria. Juga berbagai makanan untuk oleh-oleh yang bisa dibawa pulang seperti buah korma, kacang Arab, dan lain-lain. Tersedianya berbagai barang jualan yang biasanya dibeli Jamaah Haji sewaktu menunaikan ibadah haji di Tanah Suci tersebut, merupakan daya tarik tersendiri yang menyebabkan banyak orang yang datang di Surabaya menyempatkan diri berkunjung ke komplek Sunan Ampel, di samping untuk berziarah ke makam anggota Wali Songo tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka sebaiknya kita mengetahui siapakah sebenarnya Sunan Ampel di maksud. Sunan Ampel semula bernama Sayid Ali Rahmatullah. Ia lahir di Campa sekitar tahun 1401 Masehi. Orang tuanya bernama Syekh Maulana Ibrahim Samargandi. Nama Samargandi tersebut karena beliau berasal dari Samargand, sebuah daerah di tanah Rusia sekarang. Di Samargand ini terdapat daerah lagi yang bernama Bukhara, yakni daerah yang melahirkan ulama-ulama besar seperti sarjana (ulama) ”hadits” terkenal bernama bernama Imam Bukhari yang masyhur sebagai ”perawi” (orang yang meriwayatkan Hadits Nabi Muhammad saw) yang dikenal sebagai hadits-hadits sahih.
Di Samargand ini pula terdapat seorang ulama besar bernama Syekh Jamaluddin Jumaidi Kubra, seorang Ahlussunnah wal Jamaah bermazhab Imam Syafifi. Syekh Jamaluddin inilah yang melahirkan Syekh Maulana Ibrahim Samargandi yang ketika menyiarkan agama Islam ke Campa (Muang Thai), oleh raja Campa di jodohkan dengan putrinya yang bernama Dewi Candrawulan. Dari perkawinan antara Syekh Maulana Ibrahim Samargandi dengan Dewi Candrawulan inilah lahir Sayid Ali Rahmatullah, yang kemudian disebut Sunan Ampel.
Sedangkan seorang putri Campa lainnya yang bernama Dewi Dwarawati diperisteri oleh Prabu Brawijaya raja Majapahit terakhir.
Kemudian bagaimana  Sayid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) sampai ke tanah Jawa, ceriteranya sebagai berikut.
Di Kerajaan Majapahit, setelah Mahapatih Gajah Mada meninggal terjadi kemunduran yang drastis. Sejak itu pula para bangsawan dan para pangeran banyak yang suka berpesta pora, main judi dan mabuk-mabukan. Ketika Prabu Brawijaya raja Majapahit terakhir memerintah, dia saat itu merasa sedih dan gelisah, karena menyadari bahwa apabila hal kemerosotan moral di kalangan kerajaan tersebut terus berlangsung negara akan menjadi lemah, sehingga Majapahit mudah dihancurkan oleh musuh.
Dalam situasi itulah Dewi Dwarawati, isteri Prabu Brawijaya yang menyadari keresahan suaminya mengajukan pendapat kepada Prabu Brawijaya suaminya untuk meminta bantuan kepada keponakannya seorang Pangeran Dari Campa bernama Sayid Ali Rahmatullah, yang di negrinya di kenal sebagai seorang yang arif dan bijaksana.
Sang Prabu Brawijaya menyetujui usul isterinya tersebut, sehubungan dengan itu diutuslah seorang pejabat dari Majapahit untuk menyampaikan permintaan Sang Prabu Brawijaya dan isterinya tersebut ke istana kerajaan di Campa.
Menanggapi permintaan tersebut Sayid Ali Rahmatullah menyatakan kesediaannya. Iapun kemudian berangkat ke tanah Jawa. Setibanya di Kerajaan Majapahit dan menghadap Sang Prabu Brawijaya, Sayid Ali Rahmatullah di tempat baru ini biasa di sebut Raden Rahmat, ditugaskan oleh sang raja untuk memperbaiki moral para bangsawan dan para pangeran yang telah rusak tersebut.
Setelah berlangsung beberapa bulan, Prabu Brawijaya yang melihat kearifan Raden Rahmat dan keberhasilan usahanya dalam membina moral keluarga raja dan bahkan rakyat di sekitarnya tersebut, kemudian menjodohkan Raden Rahmat dengan anaknya yang bernama Putri Candrawti. Bahkan selanjutnya untuk meneruskan usahanya menanamkan moral dan kebenaran terhadap rakyat umumnya, Prabu Brawijaya memberikan sebidang tanah kepada Raden Rahmat dan isterinya untuk mereka tinggal bersama pengikut-pengikutnya. Tanah hadiah Prabu Brawijaya tersebut terletak di Desa Ampel Denta (di Surabaya bagian utara sekarang)
Raden Rahmat dan isterinya serta pengikutnya yang berdiam di Desa Ampel Denta, dalam usahanya menyebarkan ajaran Islam kepada rakyat di sekitarnya, kemudian mendirikan sebuah langgar untuk melaksanakan shalat berjamaah yang dipimpin oleh Raden Rahmat. Karena pengikutnya semakin lama semakin banyak, langgar tersebut juga kemudian diperbesar sehingga menjadi sebuah masjid. Masjid tersebut kemudian tidak hanya berfungsi sebagai tempat shalat lima waktu, tetapi juga tempat bagi Raden Rahmat untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada pengikutnya, murid-muridnya dan rakyat sekitarnya yang pada umumnya telah memeluk agama Islam pula.
Masjid yang dibangun Raden Rahmat untuk melaksanakan shalat berjamaah dan tempat mengajarkan ajaran-ajaran Islam kepada murid dan pengikut-pengikutnya tersebut, kemudian dikenal masyarakat sebagai Masjid Ampel. Sedangkan Raden Rahmat sendiri kemudian oleh pengikut-pengikutnya disebut Sunan Ampel.
Dakwah pokok Sunan Ampel yang berlangsung dari masjid Ampel tersebut ialah memberikan penjelasan mengenai makna dan tafsir  dari kalimat: BISMILLAH, ALHAMDULILLAH, ASTAGFIRULLAH dan SYAHADATAIN.
Sementara itu Sunan Ampel juga mengajarkan falsafah MOH LIMO, atau tidak mau melakukan lima hal yang tercela, yaitu:
  1. MOH MAIN, atau tidak mau brjudi.
  2. MOH NGOMBE, atau tidak mau minum arak, atau bermabuk-mabukan.
  3. MOH MALING, atau tidak mau mencuri.
  4. MOH MADAT, tidak mau mengisap candu, ganja, dll.
  5. MOH MADON, tidak mau berzina..
 (HRN: Harap naskah ini tidak diposting ke blog lain).

Minggu, 28 September 2014

MUSIBAH



MUSIBAH

Ada tiga perkara yang tergolong musibah yang membinasakan, yaitu:
1.         Seorang penguasa, bila kamu berbuat baik kepadanya, dia tidak mensyukurimu, dan bila kamu berbuat kesalahan dia tidak mengampuni.

2.         Tetangga, bila melihat kebaikanmu dia pendam, tapi bila melihat keburukanmu dia sebar luaskan.

3.         Isteri, bila berkumpul dia mengganggumu, dan bila kamu pergi (tidak di tempat) dia akan mengkhianatimu  

(Hadits Riwayat.Athabrani)

Kamis, 25 September 2014

DEWAN BANJAR



DEWAN BANJAR

Oleh: Drs. H. Ramli Nawawi

Dewan Banjar adalah suatu badan yang beranggotakan wakil-wakil rakyat di daerah Banjarmasin dan Hulu Sungai di Kalimantan Selatan. Dewan ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 1 Staatblad No. 14 tanggal 14 Januari 1948. Pemerintah NICA (Nederland Indische Civil Administration) membentuk badan ini berkaitan dengan usaha Pemerintah Belanda untuk berkuasa kembali di Indonesia setelah sempat diambil alih oleh Jepang selama 4,5 tahun. Dewan Banjar seperti beberapa dewan lainnya yang dibentuk Pemerintah NICA di Indonesia adalah merupakan sarana untuk pembentukan Negara Bagian Kalimantan. Hal ini sesuai dengan usaha Pemerintah NICA dalam rangka pelaksanaan politik divide et impera, guna memecah belah bangsa Indonesia.
Dewan Banjar yang berusia dua tahun dua bulan 20 hari tersebut dibubarkan oleh Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan Surat Keputusan No. 137 tanggal 4 April 1950. Kegagalan Dewan Banjar melahirkan Negara Bagian Kalimantan tidak terlepas dari karena adanya para anggota Dewan dari kaum Republiken yang dalam persidangan-persidangannya selalu melakukan tindakan menghalang-halangi  usaha pihak NICA tersebut.
Keikutsertaan wakil-wakil dari partai politik yang menghendaki tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, ternyata berhasil mengulur-ulur waktu sehingga usaha pembentukan Negara Bagian Kalimantan tersebut tidak kunjung mendapat kesepakatan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas NICA kemudian dengan cara licik berusaha menambah para anggota Dewan dari golongan federalis. Dengan cara itulah pemerintah NICA akhirnya bisa menghasilkan keputusan Dewan yang menyetujui akan dibentuknya Negara Bagian Kalimantan.
Namun demikian usaha pembentukan Negara Bagian Kalimantan tersebut tidak pernah terwujud. Hal ini karena kemudian terjalin kerja sama antara anggota Dewan dari golongan Republiken tersebut dengan para pemimpin gerilyawan yang tergabung dalam Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi IV (A) Kalimantan Selatan, organisasi perjuangan bersenjata di daerah ini.
Melalui informasi dari anggota Dewan golongan Republiken, pimpinan ALRI Divisi IV (A) Kalimantan Selatan dapat mengetahui nama-nama anggota Dewan yang diberi tugas untuk merealisasikan keputusan Dewan tersebut. Mereka itu kemudian diculik oleh para gerilyawan dan dibawa ke daerah pedalaman. Peristiwa penculikan-penculikan oleh para gerilyawan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan anggota Dewan dari kelompok federalis dalam melaksanakan aktifitasnya.
Akibatnya sampai dengan terselenggaranya Konperensi Meja Bundar (KMB) antara Pemerintah Belanda dengan Pemerintah Republik Indonesia yang antara lain memutuskan adanya pengakuan kedaulatan kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada tanggal 31 Desember 1949, sehingga pembentukan Negara Bagian Kalimantan tidak pernah terwujud.
(Sumber :DEWAN BANJAR oleh Drs.H. Ramli Nwawi, th. 2000).      

Sabtu, 30 Agustus 2014

BERDO'A



DO’A
(sumber: Al Hadits)


Rasulullah Saw ditanya, “Pada waktu apa do’a (manusia) lebih didengar (oleh Allah)?”. Lalu Rasulullah Saw menjawab, “Pada tengah malam dan pada akhir tiap shalat fardhu (sebelum salam)” (Mashabih assunnah).

Bermohonlah kepada Robbmu di saat kamu senang (bahagia). Sesungghnya Allah berfirman (hadis Qudsi) : “Barangsiapa berdo’a (memohon) kepada-Ku di waktu dia senang (bahagia) maka Aku akan mengabulkan do’anya di waktu dia dalam kesulitan, dan barang siapa mohon Aku kabulkan, dan barang siapa rendah diri kepada- Ku maka aku angkat derajatnya, dan barang siapa mohon kepada-Ku dengan rendah diri Aku merahmatinya dan barangsiapa mohon pengampunan-Ku maka Aku ampuni dosa-dosanya.”, (Ar-Rabii).

Seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, pesankan sesuatu kepadaku yang akan berguna bagiku dari sisi Allah”. Nabi Saw lalu bersabda : “Perbanyaklah mengingat kematian maka kamu akan terhibur dari (kelelahan ) dunia, dan hendaklah kamu bersyukur. Sesungguhnya bersyukur akan menambah kenikmatan Allah, dan perbanyaklah do’a. Sesungguhnya kamu tidak mengetahui kapan do’amu akan terkabul. (HR. Atharani). 

Jumat, 29 Agustus 2014

KEPEMIMPINAN DI MASYARAKAT PEDESAAN BANJAR KALIMANTAN SELATAN




KEPEMIMPINAN DI MASYARAKAT PEDESAAN BANJAR
KALIMANTAN SELATAN

Oleh: Ramli Nawawi

Pimpinan dan pemuka agama merupakan tokoh penting dalam masyarakat di Kalimantan Selatan. Terhadap tokoh-tokoh ini masyarakat memberikan kepercayaan mereka terutama kepercayaan terhadap hal-hal yang menyangkut masalah kemasyarakatan. Pimpinan yang bukan pemuka agama seperti Kepala Desa pada umumnya figur mereka dihormati oleh masyarakat dan dipercaya sebagai tokoh pemersatu penduduk desa. Sehingga apabila Kepala Desa meminta kepada penduduk untuk bergotong royong maka hal itu ditanggapi dengan baik oleh penduduk pada umumnya. Apabila ada masalah-masalah yang timbul di desa oleh penduduk selalu dilaporkan dan dimintakan penyelesaian kepada Kepala Desa.

Prinsip kepercayaan masyarakat terhadap Kepala Desa ini dalam lingkungan yang lebih kecil dapat beralih kepada Ketua Rukun Tetangga (RT). Sebagai unit yang paling kecil dalam sebuah desa. Selain tokoh Kepala Desa dan Ketua RT kadang-kadang di suatu desa terdapat pemuka masyarakat yang disegani yang dianggap sebagai tetuha atau tokoh yang disegani.

Mereka dalam kedudukan di masyarakat selaku pedagang yang dermawan, tokoh pejuang dengan sifat-sifat keberaniannya atau karena keturunannya sebagai tokoh yang disegani dalam lingkungan desa itu. Tokoh-tokoh masyarakat yang seperti digambarkan di atas masih terdapat di desa-desa di Kalimantan Selatan. Melebihi tokoh-tokoh yang disebutkan di atas masih terdapat tokoh-tokoh yang lebih utama lagi, yaitu para alim ulama Islam, baik sebagai figur berilmu agama Islam seorang da’i ataupun guru mengaji Kitab Suci Al Qur’an.  Golongan alim ulama ini sering disebut dengan istilah”Tuan Guru”.

Kepercayaan masyarakat di Kalimantan Selatan pada umumnya terhadap tokoh para alim ulama ini cukup besar karena fatwa-fatwa mereka yang selalu dikaitkan dengan syariat agama Islam yang bersumber kepada Kitab Suci Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad s.aw.. Simpati masyarakat terhadap para alim ulama ini demikian besar, sehingga kegiatan-kegiatan masyarakat yang bersifat massal seperti tablig akbar agama Islam, ceramah agama yang dilangsungkan di masjid-masjid dan langgar selalu dihadiri oleh masyarakat umum sekitarnya.

Masyarakat sebagai pendengar tablig agama Islam selalu patuh mengikuti setiap kegiatan tablig, patuh pada jadwal kegiatan tablig yang secara rutin diadakan oleh desa-desa. Dalam gambaran ini timbul suatu kebiasaan bahwa masyarakat selalu patuh dan menurut apa saja yang difatwakan oleh seorang alim ulama. Hal ini karena masyarakat mempunyai dasar kepercayaan bahwa para alim ulama itu adalah pewaris Nabi.

Dari kenyataan yang demikian maka apabila di dalam masyarakat timbul sesuatau yang baru, maka yang terlebih dahulu memberikan reaksi adalah para alim ulama. Apabila sesuatu yang baru itu ditentang oleh seorang alim ulama maka hal itu sudah pasti pula akan ditentang oleh masyarakat pada umumnya. Sebaliknya manakala hal yang baru itu dapat diterima oleh alim ulama dalam arti menyetujui, lebih-lebih jika turut mendukungnya, maka hal itu adalah lebih mudah pula diterima oleh masyarakat pada umumnya.

Dari sini jelaslah bahwa bagaimana sikap masyarakat itu terhadap suatu masalah, hal itu bisa tercermin pada sikap tokoh alim ulamanya. Itu berarti bahwa suara alim ulama adalah menjadi suara masyarakat di tempat itu. (HRN: Maaf jangan di copy ke blog lain).