Rabu, 29 Oktober 2014
Selasa, 28 Oktober 2014
MENYAMBUT TAHUN BARU ISLAM 1MUHARAM 1436 H
INTROSPIKSI
MENYAMBUT TAHUN BARU 1436 H
Oleh: Ramli Nawawi
Tahun Baru Islam tanggal 1 Muharam 1436 Hijriah
bertepatan dengan hari Sabtu tanggal 25 Oktober 2014 kembali menemui kita.
Karena itu kemudian kita segera meninggalkan tahun 1435 Hijriah. Maka selanjutnya
seyogianya lah kita melakukan introspiksi apasaja yang telah kita lakukan, yang
perlu kita lakukan ketika kita sudah berada di tahun baru lagi. Apa juapun yang telah kita alami di tahun yang telah kita lewati tersebut, susah atau senang,
namun ketika kita telah menghirup udara ditahun baru ini, maka yang tak boleh
kita lupakan adalah mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
kita kesempatan untuk kembali menikmati nikmat yang diberikan-Nya.
Kalau kita lagi mengikuti ceramah atau khotbah
biasanya penyampai selalu mengajak kita untuk bersyukur kepada Allah atas
nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita.
Memang
Allah SWT dalam Al Qur’anul Karim surah Ibrahim ayat 34 telah berfirman, bahwa
Allah SWT akan memberi apa yang kita minta.
“Wa ataakum min
kulli saaltumuuhu, wa inta’udduu ni’matallahi laa tuhshuha, innal insaana
lazhaluumun kaffaru” (Dia (Allah) memberimu segala yang kamu minta, dan jika
kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah sanggup kamu menghitungnya, sesungguhnya
manusia itu sangat zalim dan mengingkari (tidak mengakui akan) nikmat Allah).
Benarkah bahwa manusia ini banyak yang ingkar
terhadap nikmat Allah? Coba kalau kita tanya seseorang tentang nakmat Allah
ini. Umumnya mereka ada yang menjawab:
“Aku selalu bersyukur dengan mengatakan
Alhamdulillah”. Ada juga yang mengatakan :
“Aku selalu bersyukur kepada Allah dengan
mengucapkan Alhamdulillah, dan juga dengan melakukan ibadah kepada Allah serta
melakukan amaliah kepada sesama hamba-Nya”.
Tapi mungkin ada juga mereka yang sebelum menjawab
pertanyaan kita di atas, sebelumnya mereka bertanya balik, apa saja ya nikmat
Allah yang diberikan kepada kita?.
Mari kita lihat diri kita saja, di bagian kepala:
ada rambut tumbuh, mata melihat, hidung bernafas, telinga mendengar, mulut
bicara dan makan minum, otak berpikir dan merekam ingatan. Dari mana
kita dapat, semua diberi. Ada
mereka yang diberi tidak lengkap, tetap mereka bersyukur daripada tidak diberi
sama sekali.
Mari kita lihat
lagi, kita punya tangan dan kaki, ada yang namanya jantung, paru-paru, hati,
ginjal,.dll, dll, lagi. Sanggup kita menghitung nilainya, atau harganya?.
Bayangkan kalau ada salah satu yang diambil lagi oleh Pemberinya.
Apa yang
sebagian disebut di atas baru nikmat yang ada pada diri kita langsung. Ada nikmat-nikmat lainnya
yang sering banyak orang melupakannya. Allah menciptakan matahari dan
pelanet-pelanet, tanaman, binatang, pohon (hutan), air, udara, serta
benda-benda berharga yang dikandung bumi.
Kita diberi
hidup berkeluarga (isteri, anak-anak), hidup berkecukupan, bertetangga,
berbangsa dan bernegara yang merdeka. Bukankah semua itu nikmat yang diberikan
Allah?. Dan biasanya kita baru sadar kalau ketika ada yang sudah diambil-Nya
dari kita?.
Tapi Allah bersifat rahman dan rahim (kasih sayang).
Dan selalu mengingatkan agar manusia tidak zalim dan tidak ingkar terhadap
nikmat yang diberikan-Nya. Seperti dalam Surah Arrahman, yang jumlah ayatnya
ada 41 ayat, sebanayk 31 ayat mengingatkan manusia tentang nikmat Allah yang
diberikan kepada hamba-Nya.
“Fabiayyi alaaai
rabbuka tukazzibani” (Maka nikmat Allah manakah yang engkau dustakan?).
Mungkin timbul
pula pertanyaan, mengapa masih banyak orang hidup dalam kemiskinan. Allah
berjanji “ Wa atakum min kulli saaltumuuhu” (Dia (Allah) akan memberimu apa-apa
yang kamu minta). Karena itu jawabnya
adalah mari meminta (berdoa’a) kepada Allah. “Iyya kana’budu wa iyya
kanasta’in”. (Kepada-Mu aku menyembah dan kepada-Mu aku meminta). Allah menargetkan
kita menyembah dan kemudian meminta kepada-Nya sekurang-kurangnya 5 kali dalam
sehari semalam. Kalau hal itu kita
sudah lakukan dan tidak lalai, Allah tentu akan memenuhi janji-Nya. Insya
Allah. Terkecuali seperti diberitakan dalam Al Qur’an memang ada orang-orang
shaleh yang mendapat ujian kesabaran dari Allah, mereka lulus dan mereka adalah
ahli surga.
Kalau kita
sejenak introspeksi diri, tentu kita sadar begitu banyak nikmat yang diberikan
Allah kepada kita umat-Nya. Karena itu wajar kalau kita senantiasa bersyukur
dengan selalu melaksanakan perintahnya: aqimis shalah wa atuzzakah, kutiba
alaikumus siam, qala la
ilaha illa Allah, dan bagi yang “siap” hadir di padang Arafah pada 9 Zulhijjah.
Tapi bagi mereka
yang zalim dan ingkar akan nikmat Allah, maka seperti firman-Nya dalam Al
Qur’an surah Iberahim ayat 7: “Wa iz taazzana rabbukum: lain syakartum la
azidannakum, wa lain kafartum inna ‘azaba lasyadiid”. (Dan Tuhan mu memberitahukan:
jika kamu bersyukur akan Ku-tambah nikmatmu, tapi bila ingkar siksa-Ku amat
pedih).
Memperhatikan
keberadaan masyarakat di negeri kita saat ini, apakah ini gambaran dari
masyarakat yang senantiasa bersyukur kepada Allah, atau gambaran dari masih
banyak masyarakat yang zalim dan ingkar
kepada Allah?. Wallahu ‘alam.
(HRN: Harap
naskah ini tidak diposting ke blog lain).
Minggu, 26 Oktober 2014
PERANAN SUNAN AMPEL DALAM PENYEBARAN ISLAM DI JAWA
PERANAN SUNAN AMPEL DALAM
MEYEBARKAN ISLAM DI JAWA
Oleh: Ramli Nawawi
Kalau sdr bepergian ke kota Surabaya ibu kota
Propinsi Jawa Timur, tepatnya di Kelurahan Ampel maka sdr akan menemukan makam
Sunan Ampel, yakni salah seorang dari mereka yang disebut Wali Songo.Makam ini
terdapat dalam satu komplek dengan Masjid Ampel..
Sebagai salah satu aset wisata keagamaan makam dan
Masjid Ampel ini setiap harinya banyak dikunjungi masyarakat yang datang
berziarah, baik yang berasal dari Pulau Jawa sendiri, maupun dari pulau-pulau
lain di Nusantara ini.
Sebagai aset wisata yang dikenal di Nusantara, maka satu hal yang
menarik pada komplek Sunan Ampel ini, yaitu di jalan masuk komplek dimaksud
terdapat berbagai jenis dagangan berupa makanan dan pakaian yang berciri khas
Islami, yakni berupa barang makanan dan pakaian yang biasanya terdapat di
pasar-pasar yang ada di Tanah Suci Mekah Saudi Arabia. Pakaian berupa pakaiaian
Muslim wanita, sajadah, serban, kupiah haji, tasbih dan lain-lain pakaian
Muslim untuk pria. Juga berbagai makanan untuk oleh-oleh yang bisa dibawa
pulang seperti buah korma, kacang Arab, dan lain-lain. Tersedianya berbagai
barang jualan yang biasanya dibeli Jamaah Haji sewaktu menunaikan ibadah haji
di Tanah Suci tersebut, merupakan daya tarik tersendiri yang menyebabkan banyak
orang yang datang di Surabaya menyempatkan diri berkunjung ke komplek Sunan
Ampel, di samping untuk berziarah ke makam anggota Wali Songo tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka
sebaiknya kita mengetahui siapakah sebenarnya Sunan Ampel di maksud. Sunan
Ampel semula bernama Sayid Ali Rahmatullah. Ia lahir di Campa sekitar tahun
1401 Masehi. Orang tuanya bernama Syekh Maulana Ibrahim Samargandi. Nama
Samargandi tersebut karena beliau berasal dari Samargand, sebuah daerah di
tanah Rusia sekarang. Di Samargand ini terdapat daerah lagi yang bernama
Bukhara, yakni daerah yang melahirkan ulama-ulama besar seperti sarjana (ulama)
”hadits” terkenal bernama bernama Imam Bukhari yang masyhur sebagai ”perawi”
(orang yang meriwayatkan Hadits Nabi Muhammad saw) yang dikenal sebagai hadits-hadits
sahih.
Di Samargand ini pula terdapat seorang ulama besar
bernama Syekh Jamaluddin Jumaidi Kubra, seorang Ahlussunnah wal Jamaah
bermazhab Imam Syafifi. Syekh Jamaluddin inilah yang melahirkan Syekh Maulana
Ibrahim Samargandi yang ketika menyiarkan agama Islam ke Campa (Muang Thai),
oleh raja Campa di jodohkan dengan putrinya yang bernama Dewi Candrawulan. Dari
perkawinan antara Syekh Maulana Ibrahim Samargandi dengan Dewi Candrawulan
inilah lahir Sayid Ali Rahmatullah, yang kemudian disebut Sunan Ampel.
Sedangkan seorang putri Campa lainnya yang bernama
Dewi Dwarawati diperisteri oleh Prabu Brawijaya raja Majapahit terakhir.
Kemudian bagaimana
Sayid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) sampai ke tanah Jawa, ceriteranya
sebagai berikut.
Di Kerajaan Majapahit, setelah Mahapatih Gajah
Mada meninggal terjadi kemunduran yang drastis. Sejak itu pula para bangsawan
dan para pangeran banyak yang suka berpesta pora, main judi dan mabuk-mabukan.
Ketika Prabu Brawijaya raja Majapahit terakhir memerintah, dia saat itu merasa
sedih dan gelisah, karena menyadari bahwa apabila hal kemerosotan moral di
kalangan kerajaan tersebut terus berlangsung negara akan menjadi lemah,
sehingga Majapahit mudah dihancurkan oleh musuh.
Dalam situasi itulah Dewi Dwarawati, isteri Prabu
Brawijaya yang menyadari keresahan suaminya mengajukan pendapat kepada Prabu
Brawijaya suaminya untuk meminta bantuan kepada keponakannya seorang Pangeran
Dari Campa bernama Sayid Ali Rahmatullah, yang di negrinya di kenal sebagai
seorang yang arif dan bijaksana.
Sang Prabu Brawijaya menyetujui usul isterinya
tersebut, sehubungan dengan itu diutuslah seorang pejabat dari Majapahit untuk
menyampaikan permintaan Sang Prabu Brawijaya dan isterinya tersebut ke istana
kerajaan di Campa.
Menanggapi permintaan tersebut Sayid Ali
Rahmatullah menyatakan kesediaannya. Iapun kemudian berangkat ke tanah Jawa.
Setibanya di Kerajaan Majapahit dan menghadap Sang Prabu Brawijaya, Sayid Ali
Rahmatullah di tempat baru ini biasa di sebut Raden Rahmat, ditugaskan oleh
sang raja untuk memperbaiki moral para bangsawan dan para pangeran yang telah
rusak tersebut.
Setelah berlangsung beberapa bulan, Prabu
Brawijaya yang melihat kearifan Raden Rahmat dan keberhasilan usahanya dalam
membina moral keluarga raja dan bahkan rakyat di sekitarnya tersebut, kemudian
menjodohkan Raden Rahmat dengan anaknya yang bernama Putri Candrawti. Bahkan
selanjutnya untuk meneruskan usahanya menanamkan moral dan kebenaran terhadap
rakyat umumnya, Prabu Brawijaya memberikan sebidang tanah kepada Raden Rahmat
dan isterinya untuk mereka tinggal bersama pengikut-pengikutnya. Tanah hadiah
Prabu Brawijaya tersebut terletak di Desa Ampel Denta (di Surabaya bagian utara
sekarang)
Raden Rahmat dan isterinya serta pengikutnya yang
berdiam di Desa Ampel Denta, dalam usahanya menyebarkan ajaran Islam kepada
rakyat di sekitarnya, kemudian mendirikan sebuah langgar untuk melaksanakan
shalat berjamaah yang dipimpin oleh Raden Rahmat. Karena pengikutnya semakin lama
semakin banyak, langgar tersebut juga kemudian diperbesar sehingga menjadi
sebuah masjid. Masjid tersebut kemudian tidak hanya berfungsi sebagai tempat
shalat lima waktu, tetapi juga tempat bagi Raden Rahmat untuk menyampaikan
ajaran-ajaran Islam kepada pengikutnya, murid-muridnya dan rakyat sekitarnya
yang pada umumnya telah memeluk agama Islam pula.
Masjid yang dibangun Raden Rahmat untuk
melaksanakan shalat berjamaah dan tempat mengajarkan ajaran-ajaran Islam kepada
murid dan pengikut-pengikutnya tersebut, kemudian dikenal masyarakat sebagai
Masjid Ampel. Sedangkan Raden Rahmat sendiri kemudian oleh pengikut-pengikutnya
disebut Sunan Ampel.
Dakwah pokok Sunan Ampel yang berlangsung dari
masjid Ampel tersebut ialah memberikan penjelasan mengenai makna dan
tafsir dari kalimat: BISMILLAH, ALHAMDULILLAH,
ASTAGFIRULLAH dan SYAHADATAIN.
Sementara itu Sunan Ampel juga mengajarkan
falsafah MOH LIMO, atau tidak mau melakukan lima hal yang tercela, yaitu:
- MOH MAIN, atau tidak mau brjudi.
- MOH NGOMBE, atau tidak mau minum arak, atau bermabuk-mabukan.
- MOH MALING, atau tidak mau mencuri.
- MOH MADAT, tidak mau mengisap candu, ganja, dll.
- MOH MADON, tidak mau berzina..
(HRN: Harap
naskah ini tidak diposting ke blog lain).
Minggu, 28 September 2014
MUSIBAH
MUSIBAH
Ada tiga perkara yang tergolong musibah yang
membinasakan, yaitu:
1.
Seorang penguasa, bila kamu berbuat baik kepadanya, dia
tidak mensyukurimu, dan bila kamu berbuat kesalahan dia tidak mengampuni.
2.
Tetangga, bila melihat kebaikanmu dia pendam, tapi bila
melihat keburukanmu dia sebar luaskan.
3.
Isteri,
bila berkumpul dia mengganggumu, dan bila kamu pergi (tidak di tempat) dia akan
mengkhianatimu
(Hadits Riwayat.Athabrani)
Kamis, 25 September 2014
DEWAN BANJAR
DEWAN BANJAR
Oleh: Drs. H. Ramli
Nawawi
Dewan Banjar
adalah suatu badan yang beranggotakan wakil-wakil rakyat di daerah Banjarmasin dan Hulu
Sungai di Kalimantan Selatan. Dewan ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan
Pemerintah Hindia Belanda No. 1 Staatblad No. 14 tanggal 14 Januari 1948.
Pemerintah NICA (Nederland Indische Civil Administration) membentuk badan ini
berkaitan dengan usaha Pemerintah Belanda untuk berkuasa kembali di Indonesia
setelah sempat diambil alih oleh Jepang selama 4,5 tahun. Dewan Banjar seperti
beberapa dewan lainnya yang dibentuk Pemerintah NICA di Indonesia adalah
merupakan sarana untuk pembentukan Negara Bagian Kalimantan. Hal ini sesuai
dengan usaha Pemerintah NICA dalam rangka pelaksanaan politik divide et impera,
guna memecah belah bangsa Indonesia.
Dewan Banjar
yang berusia dua tahun dua bulan 20 hari tersebut dibubarkan oleh Presiden
Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan Surat Keputusan No. 137 tanggal 4 April
1950. Kegagalan Dewan Banjar melahirkan Negara Bagian Kalimantan tidak terlepas
dari karena adanya para anggota Dewan dari kaum Republiken yang dalam
persidangan-persidangannya selalu melakukan tindakan menghalang-halangi usaha pihak NICA tersebut.
Keikutsertaan
wakil-wakil dari partai politik yang menghendaki tegaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia
yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, ternyata berhasil mengulur-ulur
waktu sehingga usaha pembentukan Negara Bagian Kalimantan tersebut tidak
kunjung mendapat kesepakatan.
Sehubungan
dengan hal tersebut di atas NICA kemudian dengan cara licik berusaha menambah
para anggota Dewan dari golongan federalis. Dengan cara itulah pemerintah NICA
akhirnya bisa menghasilkan keputusan Dewan yang menyetujui akan dibentuknya
Negara Bagian Kalimantan.
Namun demikian usaha pembentukan Negara Bagian
Kalimantan tersebut tidak pernah terwujud. Hal ini karena kemudian terjalin
kerja sama antara anggota Dewan dari golongan Republiken tersebut dengan para
pemimpin gerilyawan yang tergabung dalam Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI)
Divisi IV (A) Kalimantan Selatan, organisasi perjuangan bersenjata di daerah
ini.
Melalui informasi dari anggota Dewan golongan
Republiken, pimpinan ALRI Divisi IV (A) Kalimantan Selatan dapat mengetahui
nama-nama anggota Dewan yang diberi tugas untuk merealisasikan keputusan Dewan
tersebut. Mereka itu kemudian diculik oleh para gerilyawan dan dibawa ke daerah
pedalaman. Peristiwa penculikan-penculikan oleh para gerilyawan ini menimbulkan
kekhawatiran di kalangan anggota Dewan dari kelompok federalis dalam
melaksanakan aktifitasnya.
Akibatnya sampai dengan terselenggaranya Konperensi
Meja Bundar (KMB) antara Pemerintah Belanda dengan Pemerintah Republik
Indonesia yang antara lain memutuskan adanya pengakuan kedaulatan kemerdekaan
Negara Republik Indonesia pada tanggal 31 Desember 1949, sehingga pembentukan
Negara Bagian Kalimantan tidak pernah terwujud.
(Sumber :DEWAN
BANJAR oleh Drs.H. Ramli Nwawi, th. 2000).
Sabtu, 30 Agustus 2014
BERDO'A
DO’A
(sumber: Al Hadits)
Rasulullah Saw
ditanya, “Pada waktu apa do’a (manusia) lebih didengar (oleh Allah)?”. Lalu
Rasulullah Saw menjawab, “Pada tengah malam dan pada akhir tiap shalat fardhu
(sebelum salam)” (Mashabih assunnah).
Bermohonlah
kepada Robbmu di saat kamu senang (bahagia). Sesungghnya Allah berfirman (hadis
Qudsi) : “Barangsiapa berdo’a (memohon) kepada-Ku di waktu dia senang (bahagia)
maka Aku akan mengabulkan do’anya di waktu dia dalam kesulitan, dan barang
siapa mohon Aku kabulkan, dan barang siapa rendah diri kepada- Ku maka aku
angkat derajatnya, dan barang siapa mohon kepada-Ku dengan rendah diri Aku
merahmatinya dan barangsiapa mohon pengampunan-Ku maka Aku ampuni
dosa-dosanya.”, (Ar-Rabii).
Seorang sahabat
bertanya, “Ya Rasulullah, pesankan sesuatu kepadaku yang akan berguna bagiku
dari sisi Allah”. Nabi Saw lalu bersabda : “Perbanyaklah mengingat kematian
maka kamu akan terhibur dari (kelelahan ) dunia, dan hendaklah kamu bersyukur. Sesungguhnya
bersyukur akan menambah kenikmatan Allah, dan perbanyaklah do’a. Sesungguhnya
kamu tidak mengetahui kapan do’amu akan terkabul. (HR. Atharani).
Jumat, 29 Agustus 2014
KEPEMIMPINAN DI MASYARAKAT PEDESAAN BANJAR KALIMANTAN SELATAN
KEPEMIMPINAN DI MASYARAKAT PEDESAAN BANJAR
KALIMANTAN SELATAN
Oleh: Ramli Nawawi
Pimpinan dan pemuka agama merupakan tokoh penting
dalam masyarakat di Kalimantan Selatan. Terhadap tokoh-tokoh ini masyarakat
memberikan kepercayaan mereka terutama kepercayaan terhadap hal-hal yang
menyangkut masalah kemasyarakatan. Pimpinan yang bukan pemuka agama seperti
Kepala Desa pada umumnya figur mereka dihormati oleh masyarakat dan dipercaya
sebagai tokoh pemersatu penduduk desa. Sehingga apabila Kepala Desa meminta
kepada penduduk untuk bergotong royong maka hal itu ditanggapi dengan baik oleh
penduduk pada umumnya. Apabila ada masalah-masalah yang timbul di desa oleh
penduduk selalu dilaporkan dan dimintakan penyelesaian kepada Kepala Desa.
Prinsip kepercayaan masyarakat terhadap Kepala
Desa ini dalam lingkungan yang lebih kecil dapat beralih kepada Ketua Rukun
Tetangga (RT). Sebagai unit yang paling kecil dalam sebuah desa. Selain tokoh
Kepala Desa dan Ketua RT kadang-kadang di suatu desa terdapat pemuka masyarakat
yang disegani yang dianggap sebagai tetuha atau tokoh yang disegani.
Mereka dalam kedudukan di masyarakat selaku
pedagang yang dermawan, tokoh pejuang dengan sifat-sifat keberaniannya atau
karena keturunannya sebagai tokoh yang disegani dalam lingkungan desa itu.
Tokoh-tokoh masyarakat yang seperti digambarkan di atas masih terdapat di
desa-desa di Kalimantan Selatan. Melebihi tokoh-tokoh yang disebutkan di atas
masih terdapat tokoh-tokoh yang lebih utama lagi, yaitu para alim ulama Islam,
baik sebagai figur berilmu agama Islam seorang da’i ataupun guru mengaji Kitab
Suci Al Qur’an. Golongan alim ulama ini
sering disebut dengan istilah”Tuan Guru”.
Kepercayaan masyarakat di Kalimantan Selatan pada
umumnya terhadap tokoh para alim ulama ini cukup besar karena fatwa-fatwa
mereka yang selalu dikaitkan dengan syariat agama Islam yang bersumber kepada
Kitab Suci Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad s.aw.. Simpati masyarakat
terhadap para alim ulama ini demikian besar, sehingga kegiatan-kegiatan
masyarakat yang bersifat massal seperti tablig akbar agama Islam, ceramah agama
yang dilangsungkan di masjid-masjid dan langgar selalu dihadiri oleh masyarakat
umum sekitarnya.
Masyarakat sebagai pendengar tablig agama Islam
selalu patuh mengikuti setiap kegiatan tablig, patuh pada jadwal kegiatan
tablig yang secara rutin diadakan oleh desa-desa. Dalam gambaran ini timbul
suatu kebiasaan bahwa masyarakat selalu patuh dan menurut apa saja yang
difatwakan oleh seorang alim ulama. Hal ini karena masyarakat mempunyai dasar
kepercayaan bahwa para alim ulama itu adalah pewaris Nabi.
Dari kenyataan yang demikian maka apabila di dalam
masyarakat timbul sesuatau yang baru, maka yang terlebih dahulu memberikan
reaksi adalah para alim ulama. Apabila sesuatu yang baru itu ditentang oleh
seorang alim ulama maka hal itu sudah pasti pula akan ditentang oleh masyarakat
pada umumnya. Sebaliknya manakala hal yang baru itu dapat diterima oleh alim
ulama dalam arti menyetujui, lebih-lebih jika turut mendukungnya, maka hal itu
adalah lebih mudah pula diterima oleh masyarakat pada umumnya.
Dari sini jelaslah bahwa bagaimana sikap
masyarakat itu terhadap suatu masalah, hal itu bisa tercermin pada sikap tokoh
alim ulamanya. Itu berarti bahwa suara alim ulama adalah menjadi suara
masyarakat di tempat itu. (HRN: Maaf jangan di copy ke blog lain).
Langganan:
Postingan (Atom)